Sudah mafhum bagi kita jika makna dzalim adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, baik mengurangi, menambahi, ataupun menyimpang. Dari makna ini kemudian berkembang pada beberapa makna yang kesemuanya sejatinya tidak keluar dari makna asalnya. Setiap kata dalam bahasa Arab yang kata dasarnya terdiri dari huruf dzâ’, lâm, dan mîm mempunyai dua makna asal, yang pertama sebagaimana telah disebutkan dan yang kedua adalah lawan dari sinar cahaya, demikian terang Ibnu Faris dalam Maqâyîs al-Lughah.
Sementara al-Ashfihani dalam Mufradât Alfâdzh al-Quran menukil dari para bijak bahwa dzalim itu ada tiga macam; a. kedzaliman antara manusia dengan Allah swt, seperti berbuat musyrik; b. kedzaliman antar sesama manusia yakni berbuat dosa sosial; c. kedzaliman terhadap diri sendiri yaitu berbuat dosa yang nantinya merugikan diri sendirinya.
Dalam al-Quran kata dzalim dan yang seakar diulang ssebanyak 289 kali. Hal ini menandakan bahwa dzalim merupakan sesuatu yang seringkali dilakukan oleh banyak manusia. Setidaknya kata dzalim dalam al-Quran berkisar pada Sembilan makna, di antaranya:
Pertama, kemusyrikan sebagaimana dalam QS al-Anʻam [6]: 82, orang-orang yang beriman namun tidak mencampur keimanan mereka dengan kezaliman (kemusyrikan) merekalah yang mendapatkan keamanan dan terhitung dalam orang yang mendapat petunjuk. Kemusyrikan ini merupakan makna yang ditafsirkan oleh QS Luqman [31]: 13. Makna ini juga didapatkan pada QS Hud [11]: 18, QS al-Insan [76]: 31.
Kedua, berbuat dosa selain kemusyrikan sebagaimana QS Fathir [35]: 32, QS al-Thalaq [65]: 1 dan QS al-Baqarah [2]; 231, QS al-Baqarah [2]: 35, QS al-Anbiya [21]: 87, QS al-Naml [27]: 44.
Ketiga, pembuhunan seperti dalam QS al-Isra [17]: 33 dan QS al-Nisa’ [4]: 30.
Keempat, mengurangi seperti firman-Nya QS al-Kahfi [18]; 33, dan QS Maryam [19]: 60.
Kelima, menganiaya orang lain sebagaimana QS al-Syura [42]: 42 & 40.
Keenam, membahayakan seperti dalam QS al-Baqarah [2]: 57, QS al-Aʻraf [7]: 160.
Ketujuh, ketidakadilan sebagaimana QS al-Zukhruf [43]: 72 & Ali Imran [3]: 182.
Kedelapan, mengingkari al-Quran, Taurat dan mukjizat sebagimana QS al-Aʻraf [7]: 9, al-Anʻam [6]: 103, QS al-Isra [27]: 59.
Kesembilan, pencuri seperti pada QS Yusuf [12]: 75 pada saat menceritakan jawaban para saudara Nabi Yusuf, balasannya adalah berhak mendapatkan orang yang ditemukan gelas raja dalam kendaraannya, demikian kami kami membalas orang yang dzalim dengan mencuri. Begitu juga pada QS al-Maidah [5]: 39, maka orang yang bertaubat setelah kedzaliman (pencuriannya) dan berbuat baik. []