31.2 C
Jakarta
Array

Koruptor Harus Ditindak Tegas

Artikel Trending

Koruptor Harus Ditindak Tegas
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belum selesai masalah kasus korupsi mega proyek KTP elektronik, kini muncul kasus baru yang menimpa salah satu gubernur yang menjabat sejak dua tahun lalu. Ia baru saja ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (30/1/2018). Korupsi seakan tak pernah mati. Anggaran yang melimpah seolah menjadi ladang yang harus banyak didulang.

Sebagai orang yang mengambil barang yang bukan haknya, tentu koruptor tersebut harus mengembalikan hasil korupsinya. Tetapi, pengembalian ini bukan berarti menghentikan proses hukum yang berlaku. Tidak.

Setidaknya ada dua hak yang harus dipenuhi, yakni hak adami atau hak sesama manusia, ada pula hak Allah swt. Hak pertama ini dilandasi pada sebuah hadis yang termaktub dalam Musnad Ahmad ibn Hanbal.

عَلَى الْيَدِ مَا اَخَذْتَ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ

Seseorang wajib mengembalikan harta yang telah dicurinya. (Musnad Ahmad ibn Hanbal, No. 20.107,248: VII)

Imam Syafii, Imam Ahmad, Imam Ishaq, dan Imam Abu Yusuf sepakat bahwa koruptor harus mengembalikan harta yang telah ia korupsi. Meskipun ia telah jatuh miskin, misalnya, ia tetap berkewajiban mengembalikannya secara utuh. Jika barang atau harta yang telah ia korupsi itu hilang atau rusak, ia wajib menggantinya dengan barang yang serupa atau senilai. Hal ini juga berlaku bagi pencuri.

Koruptor juga harus memenuhi hak Allah.Ia harus menerima hukuman yang berlaku di negaranya.

Berbeda dengan keempat ulama di atas, Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad al-Syaibani membedakan kasus korupsi atau pencurian itu antara qabla al-murafaah (sebelum dilaporkan ke pengadilan) dan bakda al-murafaah (setelah ditangani pengadilan). Jika pada keadaan pertama, qabla al-murafaah, maka koruptor atau pencuri tersebut boleh memilih antara menerima hukuman yang berlaku atau mengembalikan harta yang telah mereka curi. Lain halnya jika kasus tersebut sudah masuk meja persidangan. Mereka harus menerima konsekuensi hukumannya. Jika barangnya masih ada, mereka harus mengembalikan. Tetapi jika hilang atau rusak, tidak wajib mengembalikan. Hal ini didasarkan pada Alquran surat al-Maidah ayat 38. Hukuman tersebut sudah cukup tanpa harus mengembalikan barangnya.

Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya hadis Nabi saw.

Apabila dipotong tangannya (dihukum) maka tidak ada (kewajiban) mengganti barang yang dicurinya. (HR Al-Nasai).

Imam Malik juga memiliki pendapat sendiri, lain dari ulama lainnya. Ia mengatakan bahwa pencuri atau koruptor itu tidak wajib diberi sangsi hukuman secara mutlak. Baik sebelum ataupun sesudah kasusnya diajukan ke pengadilan. Mengenai barang curiannya, Imam Malik tegas mengharuskan mereka mengembalikannya jika masih ada. Jika hilang atau rusak, hukumnya ditafshil. Jika pelakunya miskin, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mengembalikan. Tetapi jika kaya, ia harus mengembalikannya, karena kekayaannya seperti benda utuh.

Ketiga perbedaan pandangan tersebut sejatinya mengarah pada ketegasan tindakan aparat hukum dalam mengadili mereka. Hukum bagaimanapun harus ditegakkan agar membuat tersangkanya jera. Lebih dari itu, agar tercipta ketenteraman dalam berkehidupan sebab tidak ada lagi korban yang berjatuhan.

*Disarikan dari Buku Fikih Progresif Jilid II, h.1704-1708

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru