31.9 C
Jakarta

Ketika Ideologi Pancasila Menjawab Kontroversi Gender

Artikel Trending

KhazanahOpiniKetika Ideologi Pancasila Menjawab Kontroversi Gender
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Haraktuna.com – Isu yang masih hangat tentang merebaknya problematika ajaran agama yang berkaitan dengan perempuan. Terutama Islam, banyak orang yang mulai mempertanyakan ajaran-ajaran agama, budaya, sosial, atau yang terkesan bias gender.

Misalnya, dalam beberapa persepsi pendidikan, salah satunya asumsi yang mengatakan perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya juga hanya di rumah saja mengurus keluarga dan rumah. Hal ini terkesan sangat merendahkan posisi perempuan yang tidak memerlukan pendidikan yang tinggi.

Dalam hal ini, saya akan sedikit memaparkan keterkaitan antara pancasila dengan isu yang tengah merebak, kontroversial gender. Dan bagaimana Pancasila menjadi solusi atas problematika tersebut? Apakah masih relevan untuk dijadikan pedoman dalam perihal tersebut? Bagaimana Pancasila mengatasinya? Berikut penjelasannya.

Dalam Ilmu Sosial, terdapat feminisme yang berusaha melawan fenomena universal tersebut untuk menciptakan kesetaraan gender. Penelitian kualitatif dengan pendekatan feminisme ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kesetaraan gender di Indonesia mengingat komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai kesetaraan gender.

Kajian secara historis menunjukkan bahwa di bawah kolonialisme, perempuan Indonesia mengalami diskriminasi dan perendahan martabat dalam segala aspek kehidupannya. Meskipun demikian, terdapat beberapa perempuan yang menginisiasi pemikiran dan gerakan feminisme untuk mencapai kesetaraan gender bagi perempuan Indonesia.

Kajian filosofis dengan membahas pandangan Pancasila akan kesetaraan gender memperlihatkan bahwa kelima prinsip Pancasila mendukung keadilan dan kesetaraan bagi semua individu, termasuk perempuan Indonesia. Prinsip ketuhanan, kemanusian, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial secara ideal mendorong penciptaan bangsa Indonesia yang setara.

Meskipun demikian, perjuangan mencapai kesetaraan gender belum usai. Masih terdapat beberapa diskriminasi terhadap perempuan Indonesia, seperti dalam aspek social-budaya, ekonomi, dan politik. Penting bagi semua pihak bukan hanya Perempuan untuk menciptakan kesetaraan gender di Indonesia. 

Sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa. Pribadi dengan keimanan dan ketakwaan yang unggul, berbudi pekerti luhur, selayaknya tidak akan menjadi pribadi yang tidak memuliakan sesama manusia. Mengingat bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Tuhan yang Maha Esa tanpa terkecuali perbedaan suku, ras, agama dan gendernya.

Untuk mengungkap pelbagai persoalan krusial yang mengundang penafsiran dan pemahaman yang berbeda, maka diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang ajaran islam yang terikat pada aturan-aturan ketuhanan

Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perihal kesetaraan juga tak dapat dipisahkan dengan sila ke-2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Karena dengan tegasnya kesetaraan itu artinya sama dengan menegakkan Hak Asasi Manusia atau hak-hak mendasar manusia yang sudah diperoleh sedari ia pertama kali terlahir di dunia.

BACA JUGA  Radikal-Terorisme Sasar Medsos, Akankah Kita Diam Saja?

Keadilan berasal dari kata dasar “adil”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adil dirumuskan sebagai sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang.

Perlakuan yang manusiawi atau memanusiakan manusia pun merupakan wajah dari kesetaraan. Dengan kata lain, perilaku diskriminatif, membeda-bedakan, merendahkan, menihilkan, menindas dan mengucilkan tidak sejalan dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Sila ketiga Persatuan Indonesia. Tidak ada persatuan tanpa keadilan gender, baik laki-laki maupun perempuan berhak memiliki porsi yang setara. Dengan begitu persatuan nasional pun akan mungkin dan harmonis.

Sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Pada sila keempat terdapat unsur keterwakilan begitu pun juga hak-hak atas keterwakilan perempuan yang berprinsip keadilan untuk turut serta dalam menentukan nasib kaumnya berdasarkan asas kerakyatan dan kebijaksanaan.

Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kesetaraan terwakili dalam Pancasila sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sebagai bagian dari unsur masyarakat, perempuan juga berhak mendapatkan perlakuan dan hak yang sama dalam berbangsa dan bernegara.

Keadilan ini juga merupakan suatu hasil dari pilihan yang adil. Sebenarnya manusia dalam masyarakat itu tidak tahu posisinya yang asli, tidak tahu tujuan dan rencana hidup mereka, dan mereka juga tidak tahu mereka milik dari masyarakat apa dan dari generasi mana.

Pembicaraan kesetaraan sering dikaitkan dengan emansipasi. Sementara itu, istilah emansipasi masih menimbulkan pendapat yang kontroversial dikalangan umat islam. Sebagian ada yang mengartikannya dengan kesetaraan.

Mereka yang berpendapat demikian mengatakan bahwa emansipasi tidak perlu dibahas dikalangan umat islam karena sejak awal islam telah mencanangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Di sisi lain, ada yang memaknainya dengan “persamaan” dan nantinya mereka menuntut hak-hak yang sama dengan laki-laki yang terkadang diluar batas kodrat dan harkat perempuan. Seperti yang tercermin dalam “kebebasan” yang dilabelkan pada gerakan Woman Liberation.

Penting untuk mempertimbangkan Pancasila dalam membahas kesetaraan gender di Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dengan fakta bahwa Pancasila memiliki signifikansi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia sejak dahulu hingga saat ini. Pancasila merupakan salah satu sumber semangat untuk mencapai kemerdekaan dan persatuan bangsa Indonesia.

Ahmad Nur Hidayat
Ahmad Nur Hidayat
Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru