26.6 C
Jakarta
Array

Kenalkan Cinta Keberagaman Kepada Siswa

Artikel Trending

Kenalkan Cinta Keberagaman Kepada Siswa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Diskursus keberagaman menjadi pembicaraan hangat akhir-akhir ini di berbagai lapisasn masyarakat. Bukan hanya dalam bentuk kuliah umum atau seminar, akan tetapi kampanye keberagaman sudah mulai dikenalkan dengan melalui berbagai medium informasi. Dari media sosial, televisi, media cetak hingga selebaran yang ada di tiap sudut kampung.

Munculnya pembicaraan keberagamaan di ranah publik, bukan untuk memberikan warning bahwa kita akan terpecah belah dalam negara kesatuan republik indonesia. Akan tetapi, munculnya penguatan kebergaman di kehidupan berbangsa kita ialah bukan lain hal melihat kondisi kekinian kita yang semakin hari berjalan tak tentu arah sehingga menimbulkan permasalahan baru, karena kita berjalan tidak sesuai koridor dasar dan panduan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga yang terjadi, kekeringan esensi hidup dan kelunturan memaknai perjalanan kehidupan berbangsa sedang dialami bangsa kita.

Paham radikalisme semakin subur, tumbuh dan kebencian terhadap sesama semakin hari menemukan momen para pelakunya untuk membuat kerusuhan dalam kehidupan berbangsa kita. Perilaku kebangsaan kita sudah jauh dari koridor yang sejatinya diajarkan dalam dasar negara kita, saling mengasihi, menyayangi, membantu dan senantiasa bergotong royong sudah mulai pudar dari wajah rakyat Indonesia.

Semua sudah terburu-buru saling adu sikut, bersaing untuk menjadi yang paling berkuasa hingga meninggalkan asas kebersamaan dalam membangun bangsa ini. Politik kekuasaan yang sudah menutup politik kebangsaan yang selama ini terbangun dengan dasar asas pancasila kita semakin luntur, yang ada hanya wajah persaingan yang minim esensi dari politik itu sendiri yakni menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial.

Masyarakat awam digiring dengan narasi yang dibangun oleh para elit untuk senantiasa meributkan segala perbedaan, baik berbeda pendapat atau berbeda pilihan. Akar rumput hanya melihat dari teladan mereka bagaimana seharusnya menemukan titik temu yang sejatinya sudah diajarkan dalam ideologi kita yakni untuk mengendepankan asas musyawarah dalam menhadapai perbedaan.

Dasar

Pendidikan sebagai dasar dari proses pembelajaran setiap individu. Sudah seharusnya menjadikan pendidikan sebagai jalur tengah dalam menjembatani keberagaman yang ada di bangsa kita dengan setiap generasi muda. Dalam sekolah diberikan keluasan dalam berargumentasi dan mempertahankan argumentasi mereka terhadap hak-hak individu dalam komunitas sosial (lembaga pendidikan).

Koordinasi dalam masyarakat yang multikultural, hanya bisa dipertahankan dalam beberapa kaitan seperti budaya politik jika kewargaan demokratis (democratic citizenship) bisa menjadi hak-hak sipil dan politik setiap individu didalam kelompok tersebut. Seperti ungkapan Habermas, warga harus mampu mengalami keadilan nilai menyangkut hak-haknya juga dalam bentuk jaminan sosial dan pengakuan timbal balik atas perbedaan bentuk-bentuk budaya dari kehidupan.

Dalam hal kaitan hak-hak individu bisa diterapkan dalam lingkup sekolah, David Hollinger (1995) membedakan dua jenis multikulturalisme. Pertama, “Model Pluralis” yang memperlakukan kelompok sebagai sesuatu yang permanen, dan sebagai subjek dari hak-hak kelompok(group rights)  Kedua, “Model Kosmopolitan” yang mengidealkan peleburan batas-batas kelompok, afiliasi ganda dan identitas hibrida; yang menekankan hak-hak individu (individual rights)

Lembaga pendidikan sebagai sebuah wadah tergabungnya semua unsur perbedaan menjadi hal yang krusial untuk memberikan pemahaman keberagaman bagi siswa melalui proses peleburan. Berbagai proses dalam tatanan komunikasi antar individu untuk memperkaya pemahaman dan proses dialog dari perbedaan yang ada.

Dialog Keberagaman

Perihal penggunaan simbol Agama dalam aksi kekerasan kemanusiaan seperti gerakan radikalisme dan terorisme merupakan suatu penyelewengan dasar dari Agama itu sendiri. Nilai kasih sayang dan cinta kedamaian yang ada dalam setiap Agama seharusnya ada dalam setiap perilaku para penganutnya. Namun yang terjadi malah nalar kebencian terhadap suatu yang berbeda semakin mudah kita temukan di berbagai sendi kehidupa kita. Ketika naluri kemanusiaan semakin pudar hal itu bukan tidak mungkin semakin membenarkan terhadap apa yang Haidar Bagirtulis dalam Islam Tuhan Islam Manusia (2017) perihal bangsa kita yang sedang mengalami tuna budaya. Dimana budaya sudah tidak tergambarkan dalam kehidupan sosial dan politik kita. Selama ini budaya yang ada di bangsa kita merupakan budaya yang bersumber dari tatanan nilai dan norma dari spiritualitas leluhur. Menurutnya manusia Indonesia sudah semakin jauh dari spiritualitas-kemanusiaan yang tergambar dari budayanya, intergeritasnya tergerus.(Hal.27)

Akankah kekosongan esensi dari nilai luhur yang senantiasa mejadi gambaran pribadi bangsa kita akan semakin luntur oleh perilaku yang menggunakan legitimasi Agama untuk melakukan kekerasan terhadap aksi kemanusiaan. Agama sebagai panduan nilai luhur yang senantiasa dipegang manusia hanya berlaku dalam tatanan individu semata. Kesalehan sosial yang sejatinya bisa menjadi nilai universal dalam bekerjasama terhadap kalangan yang berbeda kita kesekian-kan, sehingga kita semakin hari mengalami gejala sekat pemisah dengan keberagaman itu sendiri.

Persatuan dan kesatuan yang selama ini kita agung-agungkan akan hanya tinggal sebuah nilai sejarah semata apabila kita tidak pupuk kembali. Salah satunya mengenalkan keberagaman sejak dini dalam elemen penting di kehidupan manusia yakni pendidikan. Bahwa kunci dari pemahaman yang selaras menurut Paulo Freire (1972) dalam Pedagogy of the Oppressed bahwa proses pembentukan dari pemahaman keberagaman di lembaga pendidikan bisa dilakukan dengan cara dialog. Kedepankan dialog antar siswa yang disitu akan mempersatukan pemahaman setiap individu dan bisa terbentuk suatu nilai yang melebur jadi satu. Dialog sebagai proses komunikasi horizontal antas individu yang didasari saling percaya, sehingga pemahaman saling curiga yang bisa menimbulkan kebencian terhadap mereka yang berbeda tidak akan muncul.

Wallahua’lam bish-shawaab

Nur Azis Hidayatulloh

*Anggota Kaukus Penulis Aliansi Kebangsaan dan Duta Damai BNPT DIY 2018

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru