Bersama kesulitan, ada kemudahan
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّـهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّـهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّـهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [Qs. Ath-Thalaq: 7]
Allah تعالى memerintahkan pada hamba-Nya dan wajib bagi setiap suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya menurut kemampuannya, yang ada kelapangan harta memberikan dengan kemampuannya, adapun yang pas-pasan maka wajib memberikan nafkah menurut apa yang ia peroleh. Meskipun seseorang sulit dalam mencari nafkah, namun dia tetap wajib mencarinya.
Seorang mukmin juga wajib meyakini bahwa bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sehingga, tidak ada orang yang selalu dalam keadaan sulit, karena Allah تعالى pasti akan memudahkannya.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا – إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” [Qs. Ash-Sharh: 5-6]
Sayangnya, banyak orang yang telah diberikan kemudahan dari segala kesulitan yang dialaminya lalu lupa kepada Allah سبحانه وتعالى
Benarlah firman Allah تعالى :
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ …
“… Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” [Qs. Saba’: 13]