30.8 C
Jakarta

Hukum Wisata Ke Candi Borobudur dalam Pandangan Islam

Artikel Trending

Asas-asas IslamSyariahHukum Wisata Ke Candi Borobudur dalam Pandangan Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Belum lama ini tersebar video Ustaz Sofyan Chalid yang menyatakan bahwa seorang muslim haram hukumnya untuk wisata ke candi Borobudur. Sebenarnya ini video sudah lama di unggah, yaitu pada tahun 2018, namun coba di unggah kembali. Ustaz Chalid dalam videonya itu berpendapat bahwa haramnya wisata ke candi Borobudur karena hal itu dianggap persetujuan dengan peribadahan mereka. Allah mengatakan kalau kamu duduk bersama mereka maka kamu seperti mereka. Lantas sebenarnya bagaimana hukum wisata ke candi Borobudur dalam pandangan Islam.

Sebelum menjawab pertanyaan ini, penulis tanyakan kepada para pembaca tulisan ini. Jika  berwisata ke candi Borobudur, apakah terbersit dalam niat, pikiran dan hati bahwa wisata seperti halnya menyetujui peribadahan mereka. Penulis yakin tidak ada niatan dalam hati orang yang wisata ke candi Borobudur untuk menyetujui peribadahan (Umat Budha). Mereka wisata ke candi Borobudur ya untuk wisata, niatnya untuk wisata.

Tapi okelah Ustaz Cholid secara sepihak berpandangan orang yang wisata ke candi Borobudur seperti halnya menyetujui peribadahan umat budha. Tapi ingat,  itu kan hanya pandangannya saja, orang boleh kok berpandangan, asalkan punya ilmu. Nah rasanya Ustaz Cholid perlu melihat juga pandangan para ulama tentang hukum wisata ke candi Borobudur (tempat ibadah non muslim)

Ibnu Abidin dalam kitab Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar menyebutkan bahwa masuk tempat ibadah non muslim (candi Borobudur) itu makruh

يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ

Artinya: “Bagi seorang Muslim, memasuki sinagog dan gereja hukumnya makruh.

Ibnu Rusyd Al-Qurtubhi juga menuliskan dalam kitabnya Al-Bayan Wat Tahshil tentang kebolehan memasuki tempat ibadah non muslim

 وَرَوَى ابْنُ الْقَاسِمِ أَنَّ مَالِكًا سُئِلَ عَنْ أَعْيَادِ الْكَنَائِسِ فَيَجْتَمِعُ الْمُسْلِمُونَ يَحْمِلُونَ إلَيْهَا الثِّيَابَ وَالْأَمْتِعَةَ وَغَيْرَ ذَلِكَ يَبِيعُونَ يَبْتَغُونَ الْفَضْلَ فِيهَا. قَالَ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ

Artinya: “Ibnu Qasim bercerita, imam Malik ditanya tentang perayaan di gereja, di mana umat Islam berkumpul lalu membawa baju, perhiasan, dan barang-barang lain menuju gereja untuk menjualnya di sana. Beliau berkata: Hal itu tidak apa-apa.”

BACA JUGA  Apakah Menelan Dahak Membatalkan Puasa?

Boleh Melakukan Sholat Di Candi Borobudur / Tempat Ibadah Non Muslim

Ibnu Qudamah juga menyatakan bolehnya sholat di tempat ibadah non muslim. Beliau menuliskan

“Hasan, Umar bin Abdul Azis, Sya’bi, Awza’i dan Sa’id bin Abdul Azis, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa sholat di dalam gereja yang bersih. Namun Ibnu Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja. Namun bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya) Nabi Saw pernah shalat di dalam Kakbah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi: “jika waktu shalat telah tiba, kerjakan sholat di manapun, karena di mana pun bumi Allah adalah masjid.”

Syekh Muhammad bin Khatib As Syarbini menyebutkan boleh memasuki tempat ibadah non-muslim asalkan mendapatkan izin

لَا يَجُوْزُ لِلْمُسْلِمِ دُخُوْلُ كَنَائِسِ أَهْلِ الذِّمَّةِ إِلَّا بِإِذْنِهِمْ. وَمُقْتَضَى ذَلِكَ الْجَوَازُ بِالْإِذْنِ وَهُوَ مَحْمُوْلٌ عَلَى مَا إِذَا لَمْ تَكُنْ فِيْهَا صُوْرَةٌ

Artinya: “Seorang Muslim tidak diperkenankan memasuki gereja-gereja Ahli Dzimmah kecuali atas izin mereka. Artinya, hal itu diperbolehkan mana kala ada izin. Namun kebolehan melakukan hal itu, hanya jika di dalam gereja tersebut tidak terdapat gambar.”

Dari pendapat itu semua, bahwa hukum wisata ke Candi Borobudur dalam pandangan Islam itu beragam. Ada yang membolehkan, ada yang memakruhkan dan ada juga yang membolehkan asalkan dengan izin dan ada pula ulama yang melarangnya.

Bagi yang mau mengikuti pendapat yang melarang silahkan, yang mau mengikuti pendapat yang membolehkan silahkan. Semua itu sudah ada dasarnya dari pendapat ulama, yang penting jangan secara sepihak memaksakan pendapatnya yang paling benar. Memaksakan pendapat adalah larangan lo.

Walhasil, perbedaan ini sudah sepatutnya disikapi dengan bijak, jadilah toleran untuk menciptakan kedamaian, Wallahu A’lam Bishowab.

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru