27.6 C
Jakarta
Array

Hukum Suap dalam Al-Qur’an (Bagian-I)

Artikel Trending

Hukum Suap dalam Al-Qur'an (Bagian-I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Satu dari penyakit yang mengintai sebuah masyarakat dan merusak sistem administrasi dan peradilan negara serta menyebabkan hak-hak masyarakat terinjak-injak adalah praktik suap. Perbuatan suap sangat berdampak buruk bagi masyarakat seperti menghilangkan keadilan, putus asanya orang lemah, semakin beraninya orang kaya, rusaknya peradilan dan yang paling buruk adalah hilangnya kepercayaan masyarakat.

Praktik suap dalam Islam dihukumi haram dan Allah Swt telah memperingatkan agar tidak melakukan perbuatan ini dalam al-Quran. Dalam surat al-Baqarah : 188, al-Nisa : 29-30, Surat Hud : 85. Allah Swt memperingatkan umat Islam untuk tidak makan harta dengan jalan yang batil dan tidak berdamai soal memakan harta masyarakat lewat cara memberi sogokan atau menerimanya. Allah melarang umat Islam melakukan praktik suap kepada hakim untuk memakan harta orang lain. Sejatinya, Allah Swt melarang sikap berdamai antara pemberi suap dan penerimanya untuk memakan harta orang lain.

Surat al-Baqarah : 188

 “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.

1. Asbàb al-Nuzul

Menurut satu pendapat, firman Allah ini diturunkan tentang Abdan bin Asywa’ Al Hadrami yang mengklaim harta milik Imri’il Qais Al Kindi (sebagai hartanya), mereka kemudian berperkara kepada Nabi SAW,  lalu Imri’il Qais mengingkari klaim tersebut dan diapun akan melakukan sumpah. Lalu turunlah ayat ini. Akhirnya Imri’il Qais urung melakukan sumpah. Beliau kemudian memberikan harta tersebut kepada Abdan, dan diapun tidak memperkarakan Imri’il Qais lagi.

2. Tafsir Ayat

Ali bin Abi Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abas, bahwa ayat di atas berkenaan dengan seseorang yang mempuyai tanggungan harta kekayaan tapi tidak ada saksi terhadapnya, lalu ia mengingkari harta itu dan mempersengketakannya kepada penguasa, sementara itu ia sendiri mengetahuinya bahwa harta itu bukan haknya dan mengetahui bahwa itu berdosa, memakan barang haram, demikin diriwayatkan dari Mujahid.

Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Hsan al Basr, Qtadah, as Suddi, Muqattil bin Hayyan dan Abdurrahan bin Zaid bin Aslam, mereka semua mengatakan, “janganlah engkau bersengketa sedangkan engkau mengetahui bahwa engkau zalim.”

Dalam kitab Sahih al Bukharidan muslim disebutkan, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah SAW. Bersabda :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ أُمَّهَا أُمَّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ سَمِعَ خُصُومَةً بِبَابِ حُجْرَتِهِ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ فَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ فَأَحْسِبُ أَنَّهُ صَدَقَ فَأَقْضِيَ لَهُ بِذَلِكَ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنْ النَّارِ فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ فَلْيَتْرُكْهَا

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah berkata, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa’ad dari Shalih dari Ibnu Syihab berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Urwah bin Az Zubair bahwa Zainab bunti Ummu Salamah mengabarkan kepadanya bahwa ibunya, Ummu Salamah radliallahu ‘anhah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepadanya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Beliau mendengar dari balik pintu rumah Beliau ada pertengkaran lalu Beliau keluar menemui mereka kemudian bersabda: “Aku ini hanyalah manusia biasa dan sesungguhnya pertangkaran seringkali dilaporkan kepadaku. Dan bisa salah seorang diantara kalian lebih pandai bersilat lidah daripada lainnya, lalu aku menganggap dia benar kemudian aku berikan kepadanya sesuai pengakuannya itu. Maka siapa yang aku putuskan menang dengan mencederai hak seorang muslim, berarti itu adalah potongan dari api neraka. Karena itu hendaklah dia ambil atau ditinggalkannya”.

Denga demikian, ayat dan hadis di atas menunjukan bahwa keputusan hakim itu sesungguhnya tidak dapat merubah sedikitpun hukum sesuatu, tidak bisa membuat yang haram menjadi halal, ataupun sebaliknya, hanya saja hakim terikat pada yang tampak dariya, jika sesuai maka itulah yang dikehendaki, dan jika tidak maka hakim tetap memperoleh pahala dan bagi yang melakukan tipu musliat memperoleh dosa.

Firman Alah SWT :  “dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim” menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah amanah/wadi’ah dan perkara-perkara yang tidak memiliki saksi. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abba dan Al Hasan.

Menurut pendapat yang lain, (yang dimaksud) harta anak yatim yang berada ditangan orang-orang yang mendapatkan wasiat.dimana harta ini bisa diajukan kepada penguasa jika diminta, agar penguasa mendapatkan sebagiannya, dan pendapat ini secara dzahir akan menjadi bukti yang manfaat bagi orang yang menerima wasiat itu.

Az-Zujaj berkat, “(yang dimaksud adalah), kalian mengetauhiapa yang diwajibkan zhahir hukum namun kalian meninggalkan apa yang kalian ketahui bahwa hal itu sebuah kebenaran.”

Dikatakan, “Adla Ar-Rajul bi hujjatihi au bi al amru al-ladzi yarju an-Najaah bihi (seorang laki-laki menguraikan alasannya atau hal-hal yang dia harapkan dapat menyelamatkan dirinya).” Dalam ayat ini terdapat tasybih terhadap orang yang mengeluarkan embernya ke dalam sumur. Dikatakan, “Adla dalwaahu(seseorang mengeluarkan embernya)” jamak kata Ad-Dalwu dan ad-dalaa adalah adlin, dilaa dan Duliyun.

Pengertian yang terkandung dalam ayat ini adalah : “janganlah kalian menyatukan antara makan harta dengan jalan yang bathil dengan membawa perkra-perkara itu kepada para penguasa dengan alasan-alasan yang batil.” Firman Allah SWT sama dengan firman

ولا تلبسواالحق بلطل  “dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang batil.” Firman Allah ini sama dengan ungkapan : laa ta’kul As-samaka wa tasyrabal-Labana (janganlah kalian memakan ikan dan [jangan pula] minum susu).”

Menurut satu pendapat, makna (yang terkandung dalam firman ini adalah), janganlah kalian guakan harta kalian untuk para penguasa dan menyogok mereka, agar mereka memberikan keputusan untuk kalian yang membuat harta itu menjadi bertambah banyak. Dengan demikian huruf ba  tersebut adalah ba ilzaq mujarrad.

Ibnu Athiyah berkata, “pendapat ini lebih diunggulkan sebab para penguasa itu diduga banyak meneria suap, kecuali mereka yang dilindungi Allah, namun jumlahnya sangat sedikit.” Selain itu, juga karena dua lafadz tersebut dimana kata tudlu berasal dari kata irsaal ad dalwi (mengeluarkan ember), sedangkan kata risywah (suap) berasal dari kata Ar-Rasyaa, seolah dia mengeluarkan ember tersebut untuk memenuhi keperluannya.

Dalm kitab Ash-Shahih dinyatakan : “(makna) Ar-Rusywah adalah sperti makna Ar-Risywah (yaitu suap). Bentuk jamaknya adalah Rusyaa an Risyaa. (terkadang dikatakan), “Rasyahuu yarsyuuhu. Adapun makna Irtasya adalah mengambil suap. Sedangkan makna Irtasya fii hukmihi (dia meminta suap dalam keputusannya) adalah meminta disuap.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru