29.7 C
Jakarta
Array

Tuntunan Memberi Nama Bagi Bayi (Bagian-II)

Artikel Trending

Tuntunan Memberi Nama Bagi Bayi (Bagian-II)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Selanjutnya tidak diperkenankan memberi nama dengan asma Allah swt tertentu seperti Rahman, Quddus, Muhaimin dll. tanpa didahului dengan ʻabdu. Sedangkan Ibnu Hajar melarang pemberian nama dengan Abdun Nabi, Abdul Kabah, Abdud Daar, Abdu Ali, Abdul Husain, Jaarullah, Rafiqullah. Akan tetapi Al-Ramli dan Al-Syarbini menolak pendapat ini dengan memperbolehkannya disertai dengan sedikit kemakruhan.

Ulama menyatakan wajib hukumnya merubah nama yang dilarang.
Dimakruhkan memberi nama yang jelek. Begitu halnya dengan nama yang biasanya tidak diharapkan ketiadaannya seperti Barakah (berkah), Nafi (bermanfaat). Nabi saw bersabda ((Jangan kalian memberi nama anak kalian dengan Aflah (beruntung), Najiih (berhasil), Yasaar (kemudahan), Rabaah (keuntuhan). Jika kalian menanyakannya : apa si Yasaar (kemudahan) ada di sana?, ditakutkan akan dijawab : tidak)). Sehingga dikhawatirkan di tempat yang ditunjuk itu dihilangkan kemudahannya.

Nama-nama yang dimakruhkan di atas dianjurkan untuk dirubah. Sebagaimana hadis riwayat muslim ((Nabi saw pernah merubah seseorang bernama Aashiyah (wanita pelaku maksiat) dengan memanggilnya : anda jamilah (wanita cantik) )). Begitu halnya dalam hadis riwayat al-Bukhari, Istri Nabi saw, Zainab binti Jahsy dahulu bernama Barrah (kebaikan). Lalu dikatakan apa dirinya menganggap dirinya suci dan baik. Kemudian Nabi saw pun merubah namanya menjadi Zainab.

Dalam kitab Fathul Bari Ibnu Hajar menukil dari Dawud bahwa Nabi saw pernah merubah nama beberapa sahabat. Nama-nama mereka adalah al-Aashiy, Atalah, Syaithan, Ghurab, Hubab, Syihab, Harb, dan lainnya. Menurut Ibnu Hajar, al-Aashiy adalah nama dari Muthi bin al-Aswad ayah dari Abdullah bin Muthi, Atalah adalah nama dari Utbah bin Abdussalma, Syaithan merupakan nama dari Abdullah, Ghurab alias Muslim Abu Rayithah, Hubab alias Abdullah bin Abdullah bin Ubay, Syihab adalah nama dari Hisyam bin Amir al-Anshari, Harb alias al-Hasan bin Ali. Selain nama-nama tersebut berganti nama juga terjadi bagi para sahabat lainnya seperti Abdullah bin al-Harits bin Juz, Abdullah bin Amr, dan Abdullah bin Umar sebagaimana riwayat al-Bazzar dan al-Thabrani dari Abdullah bin al-Harits dengan sanad hasan. Masih banyak lagi riwayat lain yang menyebutkan tentang perubahan nama.

Sebagaimana keterangan dalam kitab Majmu’, Ulama bersepakat dalam kesunahan memberi laqab (julukan) sesuai dengan yang disukai oleh orang yang bersangkutan seperti Sy. Abu Bakar Ash-Shidiq digelari al-ʻAtîq (yang dibebaskan dari neraka), Sy. Umar digelari dengan al-Fârûq (yang membedakan antara haq dan batil), Sy. Ali bin Abu Thalib digelari dengan Abu Turâb, Sy. Hamzah dengan Asadullâh, Sy. Khalid bin al-Walid dengan Sayfullâh.

Begitu juga sebaliknya, Ulama sepakat dalam kemakruhan memberi julukan bagi seseorang yang ia tidak sukai meskipun sifat yang memang ia miliki seperti si buta atau si pincang atau sifat yang dimiliki oleh kedua orang tuanya dan keluarganya yang ia tidak sukai dipanggil dengan panggilan itu. Akan tetapi ulama membolehkan menyebut sifat tersebut jika memang tidak bisa dikenal kecuali dengan menyebutnya.[]

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru