29 C
Jakarta

Hukum Bermain Catur Perspektif Empat Mazhab

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Bermain Catur Perspektif Empat Mazhab
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kini dunia percaturan menyita perhatian dari berbagai kalangan. Berita-berita tentang catur akhir-akhir ini ramai dikunjungi. Tak kalah menarik pula, viewer konten video di youtube juga melonjak darastis. Semula hanya terhenti di angka puluhan ribu, kini melonjak mencapai ratusan ribu bahkan jutaan penonton. Benar-benar perubahan yang fantastis.

Keajaiban ini tidak terlepas dari peran salah satu warga Indonesia. Dikenal dengan sebutan Dewa Kipas yang merupakan lakon utama di balik semua ini. Berawal dari aksi pertandingannya dengan GothamChess yang merupakan pemain catur kelas  internasional. Kala itu Levy Rozman benar-benar ditaklukan oleh pemilik akun Dewa Kipas tersebut. Tapi naasnya, kemenangan yang seharusnya kabarbahagia dan dinikmati justru berujung masalah. Gegara kejadian itu akun milik pak Dadang pun ditutup oleh pihak Chess.com karena dituduh telah melakukan kecurangan.

Terlepas dari fakta kebenaran tundingan itu, ada hal yang tidak kalah penting dan menarik tentang catur. Mengingat permainan tersebut merupakan salah satu bentuk aktivitas manusia (Fi’l alMukallaf) maka tidak terlepas dari nuansa hukum agama. belum lagi permainan catur merupakan salah satu jenis permainan lawas, pasti sudah banyak hadis maupun atsar yang bersinggungan. Lantas bagaimana kah hukumnya?

Ulama berbeda pendapat menganai legalitas catur. Perdebatan ini muncul karena dalil-dalil yang beraneka ragam. Masing-masing memiliki dalil bawaan dalam menetapkan hukum permainan yang bernuansa strategi tersebut. Pertama dari kalangan mazhab Malik dan Hanbali, mereka berpendapat, catur tidak diperbolehkan yaitu haram. Sekali pun catur dapat mengasah otak para pemain, permainan tersebut dinilai dapat memicu pada sesuatu yang dilarang oleh syariat, seperti permusuhan, omong kosong, lalai dalam ibadah, dll.

Dalil yang digunakan oleh pendapat ini adalah hadis Nabi saw. menurut mereka baginda Rosul hanya menyebutkan segelintir permainan yang boleh dilakukan, dengan begitu selain jenis hiburan yang disebutkan berarti tidak diperkenankan:

BACA JUGA  Bagaimana Hukum Fidyah Puasa Bagi Orang Hamil

كُلُّ اللَّعِبِ حَرَامٌ إِلَّا لَعِبَ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ ، وَلَعِبَهُ بِفَرَسِهِ ، وَلَعِبَهُ مَعَ زَوْجَتِهِ.

Setiap jenis permainan adalah haram kecuali memanah, pacuan kuda, dan permainan (bercanda) antara suami dengan istrinya.

Dalil lain yang dijadikan alasan dilarangnya permainan catur adalah atsar sahabat, yakni sahabat Ali Radhiyallahu Anh. Tatkala beliau mengunjungi kawasan tertentu,  menjumpai sekelompok orang sedang asyik bermain catur, lantas Sayyidina Ali berkata: “Patung-patung Apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?”. Perkataan tersebut menyamakan permainan catur dengan patung dalam segi keharamannya.

Selanjutnya dari kalangan Syafii. Mereka melegalkan permainan catur. Kalangan ini berpendapat bahwa catur merupakan permainan yang sudah ada sejak lama. Beberapa dari sahabat dan tabiin yang notabennya para pemuka agama, membiarkan permainan jenis ini tanpa melarang, bahkan di antaranya  ada yang ikut andil dan terlibat secara langsung (ikut memainkan). Beberapa sahabat yang dimaksud adalah Umar bin khattab, Abu Hurairah, Sa’id bin Musayyab. Selain itu, tidak ada dalil secara sarih yang menyerang langsung kebolehan bermain catur. Padahal segala hal yang bukan bernuansa ibadah pada dasarnya diperbolehkan selama tidak ada dalil yang secara khusus melarangnya (al-Aslu Fi alAsya’ alIbahah).

Sementara Abu Hanifah sendiri menanggapi hukum catur tidak jauh berbeda dari kalangan Imam Syafiiyi, yakni memperbolehkan. Hanya saja, mereka memposisikan hukum pada makruh tahrim. Maksudnya permainan Skakmat tetap boleh berlangsung,  tapi sebaiknya tidak dilakukan.

Lantas bagaimana tangnggapan mereka (kalangan Syafii dan Hanafi) mengenai larangan sayyidina Ali?

Dalam hal ini ada dua kemungkinan maksud sayyidina Ali menyamakan antara catur dengan patung. Pertama, kala itu azan sudah dikumandangkan sementara mereka masih terlena dengan permainan caturnya, hingga mendapat kecaman dari sayyidina Ali. Kedua, catur memicu perkataan-perkatan yang tidak baik dan cendrung merendahkan, [alHawii alKabiir XVII/365; Ianah alTalibiin IV/326-327; alFiqh alIslamy IV/211]

Fathul Qorib

.

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru