26.1 C
Jakarta
Array

Haji dan Qurban Simbol Perjuangan Kemanusiaan

Artikel Trending

Haji dan Qurban Simbol Perjuangan Kemanusiaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ibadah Haji seluruhnya adalah simbol perjuangan kemanusiaan. Mari kita memulai saja dariThawaf. Secara harfiah ia berarti berkeliling atau mengitari sesuatu. Dalam Haji ia berarti prosesi mengelilingi, mengitari bangunan kubus (Ka’bah) sebanyak tujuh kali. Ka’bah, menurut al Qur’an, adalah rumah paling awal dibangun manusia. Ia sengaja dibangun sebagai symbol pusat rotasi kehidupan semesta. Ka’bah bagai matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planet. Ini sesungguhnya hendak menggambarkan bahwa seluruh alam semesta berputar tak pernah berhenti mengitarinya, sambil menyenandungkan pujian dan memahasucikan Allah, Penciptanya. “Yusabbihu Lahu ma fi al Samawati wa al Ardh”.

Thawaf juga adalah simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyatukan langkah, pikiran dan hati manusia dalam nuansa hati yang sepenuhnya pasrah kepada dan menuju ke satu titik dari mana mereka berasal dan ke mana pula mereka akan kembali. Titik itu tidak lain adalah Allah. Dia adalah pusat Eksisensi, kepada siapa seluruh alam semesta, termasuk manusia harus mengabdi dan menghambakan diri, karena Dialah Penciptanya. Perjuangan hidup manusia seharusnya memang di arahkan dalam kerangka ini dan bukan ke arah dan dalam kerangka yang lain. “Siapa yang mencari cara hidup selain menundukkan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan diterima, dan dia akan sengsara di hari kemudian”.

Sa’i secara literal berarti berusaha dan bekerja keras. Dalam ibadah Haji ia berarti prosesi berjalan kaki dan kadang-kadang berlari kecil, dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Ini adalah simbol perjuangan manusia untuk mempertahankan eksistensi (hidup) yang tak pernah berhenti. Ya, perjuangan untuk survive. Tujuh seringkali adalah angka kiasan untuk arti banyak dan tak terbatasi. Simbol ini pada mulanya ditampilkan melalui kisah seorang perempuan bernama Siti Hajar. Ia mencari air di lembah yang tandus untuk Ismail, seorang bayi yang baru saja dilahirkannya. Bayi ini anak hasil perkawinannya dengan Nabi Ibrahim. Kelahirannya sudah lama diidamkan ayahnya. Sayang begitu lahir, atas perintah Allah, Ibrahim harus meninggalkan sang anak dan ibunya. Ibrahim ke Palestina. Di tanah yang tandus, kering kerontang, tanpa tumbuhan itu, kedua anak manusia yang lemah itu harus berjuang untuk hidup. Sesuatu yang dicari sang ibu adalah air, karena air adalah sumber utama kehidupan, sekaligus kesuburan bagi manusia dan alam. Allah mengatakan:“Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu”(QS.Al Anbiya,30). Tuhan lalu menganugerahinya air Zam-zam. Ada bilang “Tham-Tham” (Tha’am=makanan).

Menarik sekali untuk diperhatikan, mengapa Tuhan memilih Hajar sebagai simbol. Hajar diindentifikasi dengan sejumlah identitas sosio-kultural-politik. Hajar adalah perempuan, berkulit hitam, budak dan berkasta (kelas) rendah. Seluruh identitasnya adalah rendah dalam pandangan masyarakatnya ketika itu. Akan tetapi ia adalah seorang perempuan yang bertanggungjawab. Ali Syari’ati mengatakan: “Ia seorang ibu yang mencinta, sendirian, mengelana, mencari dan menanggungkan penderitaan dan kekhawatiran, tanpa pembela dan tempat berteduh, terlunta-lunta, terasing dari masyarakatnya, tidak mempunyai kelas, tidak mempunyai ras dan tidak berdaya. Ia seorang yang kesepian, seorang korban seorang asing yang terbuang dan dibenci”.(Ali Syari’ati, Haji, hlm.47)

Melalui Hajar, Tuhan tengah memperlihatkan pembelaan dan perhatian-Nya kepada nya justeru manakala masyarakat manusia mencampakkannya hanya karena jenis kelaminnya yang perempuan. Tuhan juga membelanya karena dia dilekati identitas-identias sosial yang juga sering dipandang rendah, kelasi dua, tak berharga, oleh masyarakatnya. Tetapi tidak bagi Tuhan. Dia justeru menghargainya. Melalui Siti Hajar, Tuhan sedang menunjukkan bahwa manusia adalah sama di hadapan-Nya, dan harus dihormati, apapun jenis kelamin dan apapun identitas sosialnya. Allah menyatakan :”Dan Sungguh, Kami (Allah), memuliakan Anak-anak Adam”.

Yang menarik lagi adalah bahwa Siti Hajar, isteri nabi Ibrahim, bapak para Nabi itu, sungguh, tidak berjuang hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk seorang anak manusia yang tidak berdaya, seorang bayi, yang kelak menjadi Nabi dan utusan Tuhan dan demi keluarganya.

Maha Suci dan Maha Agung Allah, sangat menakjubkan, karena sampai hari ini air zam-zam terus mengalir deras, tanpa pernah kering sampai hari ini. Ia adalah air yang bersih dan jernih. Bermiliar orang dari seluruh dunia telah meminumnya. Zam-zam melambangkan sumber kehidupan yang bersih, sehat dan halal. Ini sesungguhnya mengarahkan manusia agar mencari sumber kehidupan yang bersih dan halal. “Tuhan adalah Maha Bersih dan hanya merestui makanan yang bersih (halal)”, kata Nabi.

Jumrah adalah melempar batu di tiga tempat di Mina, masing-masing tujuh kali. Pada tanggal 10 zhul Hijjah para haji hanya dibolehkan melempar 7 batu di satu tempat saja, yang disebt Jumrah Aqabah/Kubra). Tanggal 11 dan 12 Zhulhijjah, mereka wajib melakukannya di tiga tempat: Ula, Wusta dan Aqabah.

Jumrah adalah simbol perjuangan manusia untuk membersihkan hati dengan membuang dan melemparkannya jauh-jauh kecenderungan-kecenderungan egoistik yang seringkali menyesatkan bahkan menyengsarakan manusia yang lain. Ia sering digambarkan bagai mengusir setan, karena makhluk inilah punya karekter yang selalu ingin menyesatkan manusia. Angka Tujuh menunjukkan sekali lagi bahwa perjuangan ini tidak boleh berhenti. Ini karena dalam diri manusia ada kecenderungan melampiaskan nafsunya secara tak terkendali dan acapkali diarahkan untk menghancurkan kemanusiaan. Allah menyatakan : “Sesungguhnya hawa nafsu selalu menggerakkan manusia ke arah tindakan-tindakan yang buruk”. (QS.Yusuf, 53).

Terakhir adalah Qurban. Secara harfiah ia berarti dekat atau mendekatan diri. Dalam Haji ia berarti mendekatkan diri kepada Allah, melalui penyembelihan ternak. Memenuhi seruan Tuhan dengan cara menyembelih hewan pada peristiwa ini adalah salah satu bentuk ketaqwaan kepada-Nya. Al Qur-an menyebutkan : “ dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak dari hal itu. Dan daging-daging unta dan darahnya sama sekali tidak akan dapat mencapai Tuhan. Tetapi ketaqwaan kamulah yang dapat mencapainya”.(QS.Al Hajj, 22 : 36-37).

Ia adalah simbol perjuangan manusia mewujudkan solidaritas sosial-ekonomi demi kesejahteraan bersama. Allah menyatakan : “Kemudian bila (hewan itu) telah roboh, maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan keberadaannya (kemiskinannya) dan orang yang minta-minta”. Seorang penafsir modern Rasyid Ridha menyatakan bahwa ibadah qurban melambangkan perjuangan kebenaran yang menuntut tingkat kesabaran, ketabahan dan pengorbanan yang tinggi”. Pandangan ini mengajak kita untuk menaruh perhatian yang tinggi kepada dimensi moral dan perjuangan kemanusiaan ini. Dan semua harus terus diperjuangkan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial. Kepemihakan Islam terhadap komunitas manusia yang miskin atau dimiskinkan oleh struktur sosialnya merupakan komitmen utama Islam. Menyembelih hewan adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang menyesatkan dan yang seringkali tidak peka dan tak peduli terhadap penderitaan orang lain.

(Kyai Husein Muhamad)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru