Harakatuna.com. Puasa merupakan salah satu ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim. Dalam pelaksanaannya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu salah satunya yaitu suci dari hadas besar. Pemahaman fiqh ibadah dalam praktik ibadah puasa pada orang yang berhadas besar masih belum sepenuhnya terakses dalam masyarakat. Segelintir orang berasumsi bahwa jika tidak melaksanakan mandi besar sampai waktu subuh tiba maka orang tersebut tidak boleh berpuasa.
Dalam hadis Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ummu Salamah mengatakan:
عن عائشة و ام سلمة زوجي النبي ص.م انهما قالتا : كان رسول الله ص.م يصبح جنبا من جماع غير احتلام في رمضان ثم يصوم، ومن الحجة الاجماع على ان الاحتلام بالنهر لا يفسد اصوم (رواه مسلم)
“Dari Aisyah dan Ummu Salamah dua istri Nabi Saw. keduanya mengatakan ‘Rasulullah pernah berhadas besar (junub) pada waktu subuh pada bulan Ramadhan sebab malamnya bersetubuh, bukan karena mimpi kemudian beliau berpuasa (tanpa mandi sebelum fajar)”. (HR. Muslim)
Senada dengan hadis tersebut Imam Syafi’i dalam kitab al Umm menjelaskan tentang junub di bulan ramadhan pada waktu masuk fajar:
من احتلم فى رمضان اغتسل ولم يقض، وكذلك من أصاب أهله، ثم طلع الفجر ولم يغتسل، اغتسل ثم اتم صومه.
“Barangsiapa keluar mani sebab mimpi pada bulan Ramadhan, maka hendaklah ia mandi dan tidak wajib meng-qadha puasanya. Demikian orang yang behubungan suami istri kemudian terbit fajar dan ia belum mandi besar, maka hendaklah ia mandi kemudian menyempurnakan puasanya”.
Dari kedua dalil tersebut dapat terlihat bahwa tidak ada larangan bagi orang berhadas besar yang belum mandi besar untuk melaksakan ibadah puasa sehingga mandi besar bisa dilaksanakan setelah subuh dengan catatan tetap wajib melaksanakan solat. Dalam pelaksanaan mandinya pun orang tersebut mendapat keringanan ketika ada air yang masuk ke telinganya maka puasanya tidak batal sebab merupakan mandi wajib.
Adapun jika berkaitan dengan keutamaan sahur atau mandi besar dahulu maka dianjurkan bagi orang junub tersebut untuk mandi terlebih dahulu jika rentang waktu antara sahur dan subuh masih panjang. Apabila waktu tidak memungkinkan untuk mandi besar terlebih dahulu maka dianjurkan untuk membasuh kemaluan dan berwudhu sebelum sahur dengan dalih bahwa makan dan minum bagi orang berjunub adalah makruh dengan mengutip kitab Fathul Mu’in karya Syekh Zainuddin al Malibari
يسن لجنب وحائض ونفساء بعد انقطاع دمهما غسل فرج ووضوء لنوم وأكل وشرب ويكره فعل شيء من ذلك بلا وضوء
“Disunnahkan bagi orang junub, haid dan nifas setelah darahnya berhenti untuk membasuh kemaluan dan berwudhu untuk tidur, makan dan minum. Dimakruhkan melakukan hal-hal tersebut tanpa adanya wudhu”.
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada kebolehan bagi orang berhadas besar untuk mandi wajib setelah waktu subuh dengan berdasar pada hadis yang diriwayatkan oleh kedua istri beliau yakni Siti Aisyah dan Ummu Salamah. Nabi Saw. pernah melakukan mandi wajib setelah fajar, lalu kemudian beliau berpuasa serta tidak mengqodho puasanya. Kemudian berkaitan dengan ibadah sahur orang berhadas besar adalah boleh untuk tidak mandi wajib dahulu jika waktu antara sahur dengan subuh sedikit dan disunnahkan untuk berwudhu serta membasuh kemaluannya terlebih dahulu sebelum santap sahur.
“yurīdullāhu bikum al-yusra wa lā yurīdu bikum al-‘usra”
(Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran).
Wallahu a’lam bi as-shawab
Linda Diningsih, PP. Al Munawwir Komplek R2 Krapyak Yogyakarta