Harakatuna.com. Masih aktif dan menggemanya gerakan mahasiswa Gema Pembebasan, di kampus-kampus negeri dan swasta, menjadi tanda bahwa Hizbut Tahrir Indonesia tidaklah benar-benar mati. HTI masih hidup. Ini ditandai oleh aksi-aksi mereka di berbagai tempat di Indonesia.
Seperti hari lalu, aktivis Gema Pembebasan UIN Jakarta, melakukan aksi menolak RKUHP. Menurut mereka RKUHP tersebut wajib ditolak karena produk hukum sekuler dan menjadi alat menindas rakyat. Memang sejak lama, Gema Pembebasan adalah membenci pemerintah dan negara Indonesia. Menurutnya Indonesia adalah negara toghut, karena tidak bersyariat Islam. Ini sama persis dengan apa yang digelorakan oleh HTI.
Gema Pembebasan Bocah HTI
Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan adalah anak sayap dari organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ini pernah disampaikan oleh eks juru bicara HTI, yakni Ismail Yusanto, bahwa organisasi itu adalah bagian dari HTI. Pertama kali Gema Pembebasan didirikan pada 28 Februari 2004 di Auditorium Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (UI). Dan hingga kini, kelompok ini terus aktif dan melebarkan sayapnya di berbagai kampus di Indonesia, hingga mengklaim mempunyai anggota 60 ribu.
Untuk di Jakarta sendiri, Gema Pembebasan ada di UI, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah hingga Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Secara khsusus, Gema Pembebasan ini merekrut anak-anak yang memiliki kesamaan ideologi keagamaan dengan HTI. Ricky Fatammazaman, sebagai Ketua Umum PP Gema Pembebasan, mengaku bahwa Gema Pembebasan didirikan bertujuan menjadikan Islam sebagai landasan pergerakan. Sesuai Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Gema Pembebasan ingin menegakkan hukum Islam secara menyeluruh di Indonesia.
Gema Pembebasan tujuan utamanya adalah menegakkan khilafah. Menurutnya pula, nilai-nilai keislaman wajib diselenggrakan di Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila, demokrasi, dan Indonesia sendiri harus diganti oleh sistem yang syari, seperti khilafah. Indonesia wajib kaffah dan bersyariah agar menjadi negara yang diberkahi Allah dan dijauhkan dari masalah dan bahaya.
Gema Pembebasan agar mendapatkan anggota, mereka mengklaim apa yang dilakukan adalah bagian dari syiar dan dakwah Islam. Kampanye khilafah dan membenci Pancasila, menurutnya juga merupakan dari perjuangan dakwah Islam. Hal tersebut dilakukan karena sudah sama dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah, menurutnya.
Dakwah Salah Kaprah
Dakwah baginya harus keras dan berani mengorbankan segalanya, baik harta, tahta dan barang kepemilikan yang paling berharga. Misalnya, Gema Pembebasan sering ditolak bahkan seringkali dibubarkan acara diskusi adalah bagian dari perjuangan. Namun demikian, hal tersebut tidak boleh kendor, karena itu adalah tugas suci agama yang wajib diemban. Doktrin ini terus disematkan kepada anggota sehingga telah mendarah daging.
Baginya, mengkampanyekan khilafah adalah bagian tugas suci gerakan Gema Pembebasan yang sudah digariskan oleh Tuhan. Maka itu, anggotanya sudah seharusnya melakukan hal tersebut dengan semangat dan mati-matian. Menjadi anggota Gema Pembebasan, menurutnya, yang harus disiapkan secara lahir, bathin, dan juga kebencian.
Di Gema Pembebasan, para aktivis gerakannya sangat militan. Karena doktrinnya adalah dari agama. Agama dijadikan sebagai doktrin gerakan yang keras, yang membenci sesama, apalagi membenci negara dan pemerintah. Ini dilakukan sebagai bentuk strategi dalam upaya melawan pemerintah, dan mengkampanyekan khilafah. Jika pemerintah jelek, maka bisa diganti dengan khilafah.
Namun demikian, hal itu, jika terus dibiarkan mengancam kredibilitas dan kepercayaan pada pemerintah. Oleh sebab itu, gerakan tersebut wajib dikonter. Jika dibiarkan maka dapat menciptakan misinformasi di ruang publik bahkan dapat memicu perlawanan rakyat kepada negara, yang pada gilirannya akan berdampak pada situasi politik dan keamanan nasional. Masyarakat menjadi tidak percaya lagi pada pemerintah. Masyarakat berontak dan selanjutnya Indonesia bakal bubar.
Oleh sebab itu, menangani Gema Pembebasan di kampus tidak cukup dengan menghimbau, atau membubarkan diskusi dan gerakannya. Untuk mencegah berlangsungnya aksi mereka, harus dibarengi dengan gerakan dari bawah tanah, misalnya melalui kontra narasi keagamaan dan kampanye khilafah mereka. Paling tidak, kampus, dosen, dan kurikulum di kampus juga distrerilkan dari paham khilafah dan orang-orang HTI. Setuju?