33.8 C
Jakarta
Array

Demokrasi, Seruan People Power dan Cerita Gus Dur

Artikel Trending

Demokrasi, Seruan People Power dan Cerita Gus Dur
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belum juga berakhir ketegangan yang terjadi dalam pemilihan presiden tahun 2019 ini, sejak beberapa tahun terakhir dimulai dengan pemilihan presiden pada tahun 2014 yang juga sama mempertemukan dua calon yaitu Jokowi dan Prabowo, nyatanya juga hadir kembali dalam pemilihan presiden 2019 ini.

Berbagai berita dan kabar melaporkan mengenai pencoblosan sampai perhitungan suara cepat atau quick count oleh lembaga-lembaga survei. Keributan mewarnai berbagai tanggapan atas hasil perhitungan lembaga survei yang menunjukkan pasangan Jokowi dan KH. Ma’aruf Amin menang dalam hitung cepat oleh lembaga survei dan pemberitaan atas kemenangan Jokowi dalam hitung cepat, menuai protes dari kubu Prabowo-Sandi.

Kubu Prabowo-Sandi merespon hasil perhitungan cepat dengan membandingkan hasil hitung cepat diinternal koalisinya yang hasilnya bertolak belakang dengan hasil perhitungan cepat oleh lembaga survei macam CSIS, Charta dan lain-lain. Selanjutnya kubu Prabowo-Sandi merespon hasil lembaga survei dengan mengumumkan kemenangan dengan tolak ukur hasil perhitungan cepat dan menolak hasil hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei lain yang hasilnya memenangkan kubu 01.

Tidak sampai disana, berbagai isu dan pemberitaan bermunculan terutama dijagat media sosial seperti seakan menunjukkan kemenangan kubu prabowo dengan menunjukkan hasil pencoblosan dibeberapa daerah seperti di Madura, tepatnya daerah Sampang menunjukkan kemenangan mutlak Prabowo-Sandi di salah satu TPS, selain itu pula diikuti dengan narasi kecurangan sampai narasi yang seakan-seakan mempertanyakan profesionalitas lembaga penyelenggara pemilu yaitu KPU.

Dan isu yang paling menakutkan adalah ‘ancaman’ people power, jika perhitungan internal Prabowo-Sandi tidak sesuai dengan hasil perhitungan KPU.  Isu akan menggerakan people power adalah ‘ancaman’ serius bagi banyak hal yaitu ancaman bagi keberlangsungan demokrasi serta ancaman bagi konflik antar masyarakat terjadi, dalam hal pemilu yaitu ancaman konflik antar pendukung.

Gerakan people power bukan sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia, setidaknya ada dua peristiwa tentang gerakan people power yaitu gerakan demonstran mahasiswa tahun 1972 sampai 1998, atas respon penolakan masyarakat terhadap kekuasaan orde baru dan yang kedua adalah gerakan people power saat presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid dilengserkan.

Jika gerakan people power yang diangkat oleh kubu Prabowo benar-benar terjadi, maka di dua peristiwa tentang gerakan people power diatas memberikan kita pelajaran bahwa gerakan ini akan memakan banyak korban sebagaimana yang terjadi pada peristiwa 98 atau paling tidak akan membuat masyarakat terbelah menjadi dua kubu yang bersebrangan dan ini akan membuat persatuan sebuah bangsa akan terkikis.

Kita perlu besar hati menerima apapun hasil dari perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU secara resmi, jikapun ada kecurangan terjadi dan memiliki bukti akan lebih bijak jika menempuh jalur hukum dan kurang tepat jika menempuh dengan gerakan people power.

Nyatanya dalam pemilu tahun ini dan muncuatnya isu people power, kita perlu kembali mengingat dilengserkannya Gus Dur dari tampuk kekuasaan sebagai presiden. Sebagai mantan ketua umum PBNU, sebagai seorang ulama dan sekaligus pemimpin partai, Gus Dur memiliki massa akar rumput yang kuat dan siap mati untuk membelanya. Ingatan lengsernya Gus Dur dan cerita jutaan massa, terutama yang dari daerah Jawa Timur membanjiri ibu kota Jakarta sebagai bentuk gerakan membela Gus Dur.

Dan dititik ini Gus Dur tidak pernah memanfaatkan situasi, atau mengeksploitasi emosi pendukungnya untuk ‘ditunggangi’ demi mempertahankan jabatannya sebagai presiden. Gus Dur malah bersikap sebaliknya dari orang-orang terdekat yang secara jelas menginginkan Gus Dur untuk tetap mempertahankan jabatannya, karena dirasa Gus Dur tidak pernah melakukan sesuatu yang inkonstitusional yang mengharuskannya untuk turun dari jabatan sebagai presiden.

Kemudian sikap itu yaitu tetap mengikuti keputusan MPR yang menggantikan dirinya dengan presiden baru yaitu Megawati, artinya Gus Dur patuh terhadap konstitusi walau dirinya tidak terbukti bersalah.

Dan satu hal lagi yang Gus Dur contohkan kepada kita semua hari ini yaitu menghindari masyarakat dari perpecahan, maka dari itu pendukung Gus Dur yang siap mati itu diredam sendiri oleh Gus Dur untuk patuh terhadap konstitusi dan tidak melakukan tindakan yang membuat perpecahan dan inilah maksud Gus Dur dari perkataannya yang fenomenal itu yaitu “ Tidak ada jabatan yang perlu dipertahankan mati-matian ” dan “ yang lebih penting dari politik adalah kemunusiaan.

Dua kalimat fenomenal itu adalah pelajaran penting yang menjadi warisan Gus Dur yang perlu menjadi contoh agar tidak perlu mengorbakan kemanusiaan demi sebuah kekuasaan, artinya Gus Dur lebih mementingkan persatuan, tidak menginginkan ‘perang’ diantara masyarakat, hal ini menurut Gus Dur lebih penting daripada mempertahankan jabatan politik. 

Pelajaran atas sikap Gus Dur untuk menghindari konflik terjadi saat dirinya dilengserkan itu juga diungkap dalam buku “Politik Jatah Preman; Ormas dan kuasa jalanan di Indonesia pasca orde baru” karya Ian Douglas Wilson, buku hasil dari penelitian Ian bertahun-tahun ini menemukan fakta bahwa memang terjadi gerakan yang dilakukan oleh ribuan pendukung Gus Dur saat dirinya dilengserkan, massa membanjiri ibu kota, mereka paling banyak datang dari daerah Jawa Timur.

Gerakan pendukung Gus Dur ini memicu kekhawatiran akan pecah kerusuhan dengan skala seperti 1998. Gambaran situasi yang disuguhkan diatas dan respon Gus Dur meredam pendukungnya agar kembali ke daerahnya masing-masing menunjukkan Gus Dur sebagai seorang negarawan sejati yang memilih menghindari konflik agar tidak terpecah belah.

Sikap negarawan sekaligus sebagai santri yang menggambarkan prinsip “Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada mengambil sebuah kemaslahatan”.

Jika people power dalam konteks hari ini, benar akan digerakkan, akan membuat pergesekan dimasyarakat, saat ini kita perlu mempererat kembali persatuan bangsa dan menghindari setiap gerakan yang akan memicu perpecahan yang berkepanjangan.

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru