28.8 C
Jakarta

Benarkah Suara Wanita adalah Aurat? Begini Penjelasannya!

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBenarkah Suara Wanita adalah Aurat? Begini Penjelasannya!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna..com. – Aurat merupakan sesuatu yang harus tertutup dari pandangan orang yang haram melihatnya (ajnabi), antara laki-laki dan wanita tentu terdapat perbedaan ulama mengenai batas-batas auratnya dan itupun melihat situasi dan kondisi tertentu. Namun, apakah suara wanita termasuk dari aurat yang juga harus dijaga dan terjaga dari pendengaran laki-laki ajnabi? Dalam kitab Hasyiah Qolyubi wa Umairah jilid 3 halaman 209, Syaikh Syihabuddin Ahmad Al Qalyubi dan Syaikh Syihabuddin Ahmad Al Barlis Umairah menjelasakan, haram mendengar suara perempuan dengan beberapa catatan.

ويحرم سماع صوتها ولو نحو القرآن إن خاف منه فتنة أو التلذ به وإلا فلا

Haram mendengarkan suara wanita kendati bacaan Al Quran apabila dikuatirkan timbul fitnah lantaran hal itu atau ia merasakan kenikmatan syahwat disebabkannya, namun jika tidak merasakan hal demikian maka tidak apa-apa.”

Yang dimaksud fitnah di atas bukanlah fitnah-fitnah yang difahami seseorang secara umum, namun fitnah diatas adalah kecondongan hati, seperti dengan mendengarkan suara wanita dalam fikiran kita memikirkan hal-hal yang negatif dan lain sebagainya.

Kendati demikian, dengan batasan-batasan tersebut tetap menurut pendapat ulama yang lebih sohih mengatakan, suara wanita bukanlah aurat, hal ini dikuatkan dalam kitab Hasyiah Al Bujairoami alal Khotib jilid 10 halaman 70.

وَصَوْتُهَا لَيْسَ بِعَوْرَةٍ عَلَى الْأَصَحِّ لَكِنْ يَحْرُمُ الْإِصْغَاءُ إلَيْهِ عِنْدَ خَوْفِ الْفِتْنَةِ

“Dan suara wanita menurut pendapat yang paling shahih (benar) tidak termasuk aurat tetapi haram mendengarkannya dengan seksama bila dikhawatirkan terjadi fitnah.”

Dengan demikian, seorang wanita meskipun suaranya bukan termasuk aurat harus tetap dijaga, karena ada batasan-batasan yang jika itu dilanggar menyebabkan keharaman akibat dua alasan yang telah disebutkan. Hal itu bukanlah membatasi ruang gerak wanita, namun lebih menjaga dirinya atau wanita lainnya agar terhindar dari potensi kejahatan laki-laki yang ditimbulkan suara yang mungkin mendatangkan kenikmatan dan imajinasi nakal seorang lelaki.

Syariat Islam Anti Diskriminasi

Islam merupakan agama yang menjaga dan mengatur segala hal dari hal terkecil hingga hal terbesar, dari yang sifatnya personal hingga yang sifatnya publik, hal itu bukanlah sebuah pembatasan ruang gerak, melainkan untuk menjaga dan mengatur kehidupan agar sesuai norma-norma kehidupan yang mulia. Namun hal ini seringkali disalah fahami, terutama bagi kaum wanita yang merasa ruang gerak mereka mendapat pembatasan-pembatasan yang berlebihan dari pada laki-laki.

BACA JUGA  Hukum Mengambil Uang di Saku Suami Tanpa Izin

Jika berpikir lebih dalam, banyak sekali kasus-kasus yang terjadi dengan wanita sebagai korbannya, terutama dalam masalah pelecehan seksual. Tentu, semua akibat pasti ada sebabnya. Di antara sebab itu adalah berasal dari pribadi wanita itu sendiri yang mungkin tidak disadarinya, seperti pakaian terlihat auratnya yang terlalu terbuka, suara yang menggoda, genit dan lain sebagainya, selain sebab dari para pelaku kejahatan itu sendiri.

Maka, dalam kaidah ushul fikih ada kaidah yang mengatur hal ini, yaitu:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Menolak keburukan didahulukan dari pada mengambil kemashlahatan“.

Maka dalam segala hal mengenai pembatasan-pembatasan untuk wanita terutama dalam masalah aurat dan suaranya, lebih kepada antisipasi terjadinya mafasid atau kerusakan akibat kejahatan sesuai dengan Maqosidus Syariah atau tujuan-tujuan syariat. Tujuan-tujuan syariat dan rahasia-rahasia yang dimaksudkan oleh Allah dalam setiap hukum dari keseluruhan hukum-Nya ada lima, yaitu melindungi agama, melindungi jiwa, melindungi akal, melindungi harta, dan melindungi keturunan.

Jika kaum wanita memahami hal ini tentu tidak ada lagi pikiran-pikiran nakal jika pembatasan-pembatasan yang dilakukan kepada wanita bukanlah diskriminasi, melainkan emansipasi yang sangat tinggi. Lebih dalam lagi, jika menilik sejarah, wanita saat zaman jahiliah dianggap sebuah aib, diperlakukan seperti sebuah benda yang bisa dijual dan digunakan sesuai nafsu kaum lelaki saat itu, bahkan jika bayi berjenis wanita dianggap aib keluarga yang bisa dibunuh seenaknya saja.

Setelah Islam datang, wanita diangkat dari jurang kenistaan dan kehinaan menjadi makhluk yang bermartabat nan mulia, pakaian yang dulunya bebas terbuka secara perlahan mulai diatur untuk melindungi diri mereka, bahkan hak-hak mereka menjadi sangat istimewa. Maka sepatutnya seorang wanita bersyukur dengan semua itu dengan selalu berupaya menjalankan syariat Allah yang telah digariskan dengan segala manfaat dan keutamaan yang kembali kepada dirinya dan bagi orang sekitarnya. Wallahu A’lam.

Oleh Sufyan Arif (Penyuluh Agama Islam Kabupaten Lumajang Jawa Timur).

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru