34.8 C
Jakarta

Arab Saudi Tawarkan Perdamaian untuk Akhiri Perang Yaman

Artikel Trending

AkhbarInternasionalArab Saudi Tawarkan Perdamaian untuk Akhiri Perang Yaman
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Riyad-Putra Mahkota Mohammed bin Salman berharap untuk segera menghancurkan pemberontak Houthi. Ini akan meraka lakukan dengan intervensi Arab Saudi dalam konflik di Yaman. Arab Saudi dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya telah mendukung pasukan Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour Hadi. Tragedi ini telah terakam dalam pertempuran melawan kelompok minoritas penganut Syiah. Saat itu Houthi, yang mana mendapat dukungan dari saingan regional utama Arab Saudi, yakni Iran. Karenanya Arab Saudi mencoba tawarkan perdamaian atas perang yang berkepanjangan ini.

Tetapi menjadi jelas bahwa kelompok Houthi telah mendapatkan kekuatan yang stabil sejak konflik dimulai tepat pada enam tahun lalu, pada 26 Maret 2015. Arab Saudi pun tidak bisa lagi memenangkan perang. PBB memperkirakan lebih dari 230 ribu orang telah tewas dan jutaan lainnya menderita kelaparan dan sakit. Selain itu sistem kesehatan di sana runtuh di bawah tekanan pandemi virus corona.

Proposal damai Saudi

Rencana tersebut jelas merupakan jalan keluar bagi Arab Saudi. Pemberontak Houthi telah merebut ibu kota, Sana’a, dan sebagian besar wilayah barat laut Yaman. Pada bulan Februari, mereka memulai serangan untuk merebut kota kaya minyak, Marib. Selama bertahun-tahun, Arab Saudi dan koalisi militer pimpinan Saudi telah melancarkan serangan udara di Sana’a dan telah menutup jalur hubungan udara dan laut dalam upaya memutus akses Houthi ke pasokan.

Al Saud mengatakan pemerintah ingin menghentikan kekerasan yang terus terjadi dan akan membuka kembali bandara di Sana’a untuk meningkatkan distribusi makanan di Yaman. Pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka juga akan melonggarkan blokade pelabuhan Hodeidah untuk memungkinkan impor bahan bakar dan makanan. Empat kapal pengangkut bahan bakar baru saja merapat di Hodeidah. Mereka dilaporkan memiliki total 45.000 ton solar, 5.000 ton gas cair, dan lebih dari 22.000 ton makanan di dalamnya.

Houthi awalnya menolak inisiatif perdamaian Arab Saudi, dengan mengatakan tidak ada yang baru dari tawaran tersebut. Kepala negosiator mereka, Mohammed Abdulsalam, mengatakan bahwa dia siap untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan pemerintah Saudi dan Amerika Serikat (AS) dan pemerintah mediator regional, Oman, untuk mencapai kesepakatan damai. Namun dia menambahkan bahwa bahan bakar, makanan, obat-obatan, dan bahan kebutuhan pokok merupakan hak kemanusiaan dan legal. “Kami tidak menerima syarat militer atau politik untuk menerima mereka,” kata Abdulsalam.

BACA JUGA  Rusia Beberkan Jejak Keterlibatan Ukraina dalam Serangan Moskow

Meski demikian, para pejabat dari AS, PBB, dan Oman yakin bahwa negosiasi memiliki peluang. Selama berminggu-minggu, Oman telah menjadi tuan rumah pembicaraan antara Houthi dan utusan khusus AS untuk Yaman, Timothy Lenderking. Namun, saat ini, tidak ada tanda-tanda gencatan senjata dan perang yang segera berakhir.

Pendekatan baru Biden

Pelantikan Presiden AS Joe Biden telah meningkatkan tekanan pada monarki Saudi. Pada bulan Februari,ia mengumumkan penghentian dukungan AS untuk intervensi militer di Yaman dan penarikan dukungan logistik dan intelijen penting dari koalisi militer yang dipimpin Saudi.

“Arab Saudi telah kalah dalam perang di Yaman – dan itu terutama karena pemerintahan Biden telah menjelaskan bahwa ia tidak lagi mendukung operasi Saudi di sana,” kata Guido Steinberg, senior associate di Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan yang mengkhususkan diri pada isu Timur Tengah. Dia mengatakan ini berarti bahwa Saudi harus menurunkan ketegangan di Yaman. Serangan Houthi di Marib dapat menyebabkan pasukan pro-Saudi – khususnya pemerintah Yaman yang diakui secara internasional – kehilangan salah satu wilayah strategis penting terakhir mereka.

Kelompok Houthi yakin bahwa mereka sekarang berada di atas angin berkat kemajuan mereka dan kebijakan Biden, kata Steinberg. Dia menambahkan bahwa mereka bisa memanfaatkan kapitulasi lawan mereka. Para pejabat di Iran juga akan senang melihat Arab Saudi dikalahkan.

Steinberg mengatakan ini bisa mengarah pada pembentukan dua kubu besar yang saling berlawanan: “Houthi di utara, di satu sisi, dan pasukan separatis dan sekutu mereka di selatan – yang pasti bisa berujung pada pembagian Yaman.” Para separatis telah berjuang untuk sebuah negara merdeka di Yaman selatan selama beberapa dekade terakhir. Yaman Selatan ada sebagai entitas sebelum penyatuan negara itu pada tahun 1990. Namun, pasukan separatis selatan telah menarik deklarasi otonomi sepihak yang mereka umumkan tahun lalu. Steinberg mengatakan Arab Saudi mungkin kalah perang, tetapi itu tidak secara otomatis berarti perang telah berakhir.

Warga sipil pun terus menanggung dampaknya. Selama berminggu-minggu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah memperingatkan bahwa Yaman menghadapi kelaparan terburuk di dunia dalam beberapa dekade. Seolah itu belum cukup, negara itu baru saja mengumumkan keadaan darurat karena lonjakan tajam infeksi virus korona.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru