28.4 C
Jakarta
Array

Standarisasi Pendidikan; Perlukah? (1)

Artikel Trending

Standarisasi Pendidikan; Perlukah? (1)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Standarisasi Pendidikan; Perlukah? (1)

Oleh : Dr. M. Arfan Mu’ammar

Ujian Nasional merupakan bentuk dan upaya pemerintah menstandarkan pendidikan di Indonesia. Anak pintar yang sekolah di pedalaman papua, jika kemudian bersekolah di Surabaya atau Jakarta, bisa jadi dia menjadi siswa paling bodoh di kelasnya. Begitu juga sebaliknya, siswa bodoh di sekolah Jakarta atau Surabaya, jika kemudian bersekolah di Papua, bisa jadi dia menjadi siswa paling pintar di kelasnya. Karena itu butuh ada strandarisasi pendidikan nasional.

Tapi apa betul pendidikan perlu di standarkan?

Standarisasi mulai dikenal secara meluas di dalam dunia industri pada abad ke-19 dengan lahirnya buku F.W. Taylor, Principles of Scientific Management. Menurut Taylor, untuk memperoleh efisiensi dalam proses produksi antara lain, diperlukan pengaturan divisi kerja untuk pembagian tugas dan fungsi, deskripsi tugas secara terperinci untuk setiap pekerja, pemberiaan insentif sebagai motivator bagi pekerja, serta pentingnya manajemen dalam perencanaan dan kontrol.

Rupanya, doktrin Taylorisme ini tidak hanya memasuki dunia industri seperti pabrik mobil Ford pada saat itu, melainkan juga telah memasuki dunia pendidikan, administrasi negara dan sebagainya. Doktrin Taylorisme menjadi kontrol teknis yang kemudian diterapkan dalam kapitalisme maupun komunisme Soviet di kemudian hari. Habermas menyatakan bahwa, Taylorisme sebagai rasionalisme instrumental yang melandasi dominasi kapitalisme. Taylorisme memang diakui memberikan keuntungan materil, tetapi juga merupakan sisi gelap dari pemikiran pencerahan.

Standarisasi ternyata merupakan anak kandung dunia modern dari kebudayaan Barat. Menurut Noam Chomsky, konsep modern yang telah berumur kurang lebih 500 tahun tersebut setidaknya telah menghasilkan tiga ketimpangan, yaitu : 1). Kerusakan ideologis karena dieksploitasi untuk motif mencari keuntungan; 2). Kerusakan dari humanitas karena manusia sekedar alat untuk produksi; 3). Akibatnya adalah kemiskinan negara-negara terjajah akibat eksploitasi kapitalisme Barat.

Saya rasa pemerintah perlu menyadari akan bahaya-bahaya yang tersirat dalam proses tersebut. Walaupun standarisasi memiliki tujuan yang baik, yaitu sebagai bentuk dan upaya meningkatkan kualitas pendidikan, namun perlu diawasi bahwa standarisasi berdampak pada eksploitasi terhadap subyek pendidikan, yaitu peserta didik.

Disisi lain, standarisasi pendidikan dapat melahirkan komoditifikasi. Sehingga pendidikan menjadi komoditi yang lebih berkualitas agar lebih laku untuk dijual. Tujuan ideal dari pendidikan menjadi hilang, digantikan dengan motif mencari keuntungan dalam menjual komoditas-komoditas pendidikan yang laku di pasaran. Karenanya tidak heran jika sekolah-sekolah favorit yang SPP-nya selangit justru laku dijual dibanding sekolah-sekolah yang SPP-nya murahan. Dengan asumsi mahal berarti berkualitas, padahal belum tentu demikian.

Masih perlukah standarisasi?

*Punulis adalah dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru