26.1 C
Jakarta
Array

Belajar Bijak Dari Nasihat Tiga Tokoh Bangsa

Artikel Trending

Belajar Bijak Dari Nasihat Tiga Tokoh Bangsa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku      : Nasihat-Nasihat Keseharian Gus Dur, Gus Mus dan Cak Nun

Penulis             : Ahfa Waid

Tebal               : 184 Halaman

Cetakan           : I, Oktober 2017

Penerbit           : Diva Press

ISBN               : 978-602-391-447-0

Manusia seringkali berada dalam dimensi perilaku yang tidak konsisten. Baik secara sadar maupun tidak, kebaikan dan keburukan seringkali dilakukan secara bergantian. Dalam diri manusia keduanya akan saling bersinggungan untuk bisa teraktualisasi dalam perilaku sehari-hari. Bahkan bisa jadi akan lebih banyak berperilaku buruk jika kesehariannya sepi dari nasihat dan pencerahan. Kalam-kalam agama saja tak cukup sebagai panduan, jika tanpa penjelasan dari seorang guru atau tokoh penting untuk membimbingnya menuju kebaikan-kebaikan.

Buku ini membahas banyak nasihat sekaligus penjelasan soal sifat baik-buruk manusia dan cara mengendalikannya. Ahfa merangkum ratusan nasihat yang pernah dilontarkan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dan KH. Musthofa Bisri (Gus Mus). Di negeri ini, tiga tokoh itu seringkali dikenal sebagai aktor perajut keberagaman dan cinta. Kata-kata bijak ketiganya selalu saja dinanti oleh banyak kalangan sebagai penyejuk jiwa dan nurani sebagai bahan pendewasaan diri untuk mencari solusi tanpa harus melukai orang lain.

Gus Dur terutama, sebagai Bapak Pruralisme nasihat-nasihatnya seringkali tidak jauh dari anjuran untuk merekatkan persatuan dan kesatuan. Begitupun nilai keadilan juga menjadi hal penting yang paling getol Gus Dur sampaikan. Sebab, kata Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi.

Artinya tidak mungkin akan ada perdamaian dan kebahagiaan tanpa disertai adanya keadilan yang merata disarakan oleh masyarakat. Keadilan merupakan ruh dari kesejahteraan dan perdamaian, sedangkan penindasan akan memancing pemberontakan dan perpecahan. Setiap manusia hendaknya berlatih adil bahkan sejak dalam pikiran agar bisa mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan bersama (Hal. 31).

Tidak jauh beda, KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) juga merupakan tokoh publik yang memiliki banyak nasihat baik soal hati, perilaku dan keutamaan menjaga perasaan orang lain. Seperti yang pernah ditulisnya pada kolom #TweetJumat ; salah satu ciri orang mukmin adalah bicara baik atau diam. Gus Mus tidak sekalipun menganjurkan untuk berdakwah atau menegur orang lain dengan cara yang kasar, bahkan dalam tutur kata.

Menjaga lisan dan jari adalah yang utama agar tidak mengucapkan dan menulis kata-kata yang menyakiti hati orang lain. Setiap ucapan dan perilaku harus dipikirkan secara matang agar bisa menarik simpati dan persatuan bukan justru mengakibatkan ketegangan dan permusuhan (Hal. 107). Melalui akun medsosnya, @gusmusgusmu, ia banyak berbagi cerita, penjelasan agama maupun sikap dan pandangannya terkait banyak persoalan umat manusia saat ini.

Tokoh ketiga dalam buku ini tak kalah hebatnya. Berbeda dari dua tokoh sebelumnya, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) memilih jalur diskusi dan budaya sebagai media untuk menyampaikan nasihat mutiaranya. Cak Nun bersama grup musiknya, Kiai Kanjeng, telah berkeliling ke berbagai daerah dan Negara untuk menebar ajaran “cinta”. Yaitu ajaran yang tidak memusuhi siapapun atau karena apapun, tetapi berorientasi untuk mewujudkan kehidupan penuh cinta dan pandai merawat keragaman sebagai sarana mencapai peradaban berkemajuan dan kebahagiaan.

Cak Nun pernah berujar, “Kalau seseorang bersikap kreatif untuk menemukan apapun hal baik yang bisa dikerjakan dalam hidup ini, jam-jamnya tidak akan habis untuk sedih atau meratap. Sebab, waktunya sudah habis untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik,”. Seseorang tidak akan berlaku buruk jikalau jiwa dan raganya selalu kreatif dalam kebaikan.

Dari ketiga tokoh tersebut kita akan belajar bagaimana bersikap bijak, menjadi manusia seutuhnya. Yaitu manusia yang adil, kreatif, positif, selalu menebar kebaikan tanpa menyakiti yang lain serta mampu memanfaatkan waktunya untuk mencapai kesuksesan. Dengan penyampaian dan gaya penulisan yang “renyah” buku ini mudah dipahami serta menginspirasi.

*Muhammad Farid, Mahasiswa STAIN Kudus, bergiat di Paradigma Institute Kudus.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru