31.2 C
Jakarta

Waspada, Teroris Berkedok Lembaga Yatim Dan Dhuafa

Artikel Trending

AkhbarNasionalWaspada, Teroris Berkedok Lembaga Yatim Dan Dhuafa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Masyarakat diingatkan berhati-hati menyumbangkan hartanya. Jangan sampai salah pilih pihak yang akan menyalurkan dana yang kita sumbangkan. Sebab, banyak organisasi terorisme dan radikalisme berke­dok sebagai lembaga pendidikan atau sosial untuk yatim dan dhuafa.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut, organisasi terlarang yang dianggap sebagai terorisme atau radikalisme seperti Negara Islam Indonesia (NII) memiliki banyak cara untuk mengelabui aparat penegak hukum dan ma­syarakat.

Mereka memanfaatkan lem­baga pendidikan dan sosial se­bagai sarana merekrut anggota. Bahkan, para teroris menggalang dana melalui organisasi atau lembaga tersebut.

Sayangnya, banyak yang tidak sadar dengan kedok tersebut. Masyarakat menyumbangkan begitu saja hartanya kepada organisasi terlarang tersebut.

Biasanya, organisasi terla­rang tersebut memiliki yayasan rumah yatim dan dhuafa, dan lembaga pendidikan. “Ya memang itu tujuan para kelompok teror (menipu ma­syarakat),” kata Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar, ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Karena itu, BNPT mengimbau masyarakat menyalurkan hartanya ke Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), atau lembaga resmi yang terdaftar di Baznas.

“Masyarakat harus lebih selektif memilih lembaga dan yayasan yang telah memiliki izin resmi. Bisa dicek di website Baznas, apakah yayasan tersebut terdaftar atau tidak sebagai lem­baga amal,” imbaunya.

Eks Kapolda Papua itu mengungkapkan, kelompok teroris juga membuat narasi, mereka membantu masyarakat yang le­mah. Narasi kemanusiaan seringkali digaungkan untuk menarik sim­pati masyarakat untuk menyum­bangkan uangnya ke lembaga mereka.

Dia menceritakan, penggalangan dana yang dilakukan oleh kelompok-kelompok berideologi radikal terorisme memang ter­jadi di Indonesia. Sebab, untuk menjalankan organisasi dan mempersiapkan aksi teror pasti membutuhkan dana.

Hal inilah yang mendorong kelompok-kelompok teror membentuk lembaga atau yayasan underbow yang bergerak dalam mengumpulkan dana masyarakat.

Untuk NII, saat penangkapan anggota NII di Sumatera Barat ditemukan adanya modus kotak amal atas nama Taman Pendidi­kan Al-Quran (TPQ) Darul Ilmi yang diketahui memang dikelola anggota-anggota NII.

Informasi pengelolaan TPQ ini disebutkan oleh beberapa tersangka yang ditangkap di Sumatera Barat (Sumbar) seperti tersangka MTS dan FH. “Kotak amal TPQ Darul Ilmi ini juga disebarkan wa­rung makan dan juga warung sembako,” tutur jebolan The International Law Enforcement Academy (ILEA) Bangkok ini.

Jenderal Polisi bintang tiga ini menjelaskan, NII dicap sebagai organisasi teroris berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selama 2022, sudah terungkap modus-modus kelompok NII yang ternyata juga terus melaku­kan rekrutmen anggota.

Densus 88 juga berhasil mengungkap rekrutmen NII yang terjadi di Garut, Jawa Barat (Jabar) dan juga di Sumbar. Be­berapa anggota NII Sumbar ini telah ditindak penegak hukum. Pada 2022, ada 26 orang yang ditangkap atas tindak pidana terorisme.

“Semua ini menunjukkan bahwa kelompok NII masih melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kegiatan terorisme,” tegasnya.

Soal penindakan, kata dia, Pemerintah telah melakukan upaya terhadap lembaga terse­but, baik yang mengatasnamakan lembaga amil zakat maupun yayasan-yayasan kemanusiaan.

Untuk organisasinya, hingga saat ini telah ada 8 yayasan lembaga yang telah dimasuk­kan dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT).

Yaitu, Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI), Muslimah Bima Peduli, Gerakan Sehari Seribu (Gashibu), Baitul Mal Al Islah, Al-Haramain Foundation Indonesia, Baitul Mal Ummah, Abu Ahmed Foundation dan Azzam Dakwah Center.

Tidak hanya yayasan atau organisasi saja yang dapat ma­suk dalam DTTOT, juga indi­vidual.

Akan dilakukan pemblokiran terhadap rekening yang diduga digunakan oleh organisasi atau individu yang masuk dalam DTTOT.

“Selain itu, juga dilaku­kan asset freezing (pembekuan aset) terhadap semua aset yang dimiliki organisasi tersebut,” ungkap lulusan Akademi Kepoli­sian (Akpol) 1988 ini.

Sebelumnya, Ken Setiawan, Pendiri NII Crisis Center, pusat rehabilitasi para korban NII mengatakan, NII diduga meng­galang dana yatim piatu dan dhuafa melalui WhatsApp mau­pun media sosial lainnya.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru