27.6 C
Jakarta
Array

Wajah ISIS Vs Islam with Smiling Face

Artikel Trending

Wajah ISIS Vs Islam with Smiling Face
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pasca beredarnya pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait meninggalnya pimpinan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Abu Bakar al-Baghdadi, tampaknya informasi tersebut membawa angin segar terhadap dunia global termasuk elemen kehidupan masyarakat yang ada di pelbagai penjuru negeri, khususnya bagi negara Indonesia agar dalam menyebarkan Islam itu dengan cara yang ramah, sopan, dan santun untuk menghindari masyarakat yang gampang marah.

Sumber ini memang informatif, sehingga dapat kita pastikan memiliki kebenaran karena Amerika Serikat dan negara-negara lain telah ikut andil memburu pimpinan ISIS (Abu Bakar al-Baghdadi). Selama ini, ISIS yang cukup fenomenal dengan keislaman dan keradikalannya kerap kali menampilkan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan jihad agama tertentu, yaitu agama Islam.

Kemunculan Aksi al-Baghdadi

Munculnya ISIS sungguh tidak hanya menjadi berita terhoror di kalangan masyarakat dunia dan keamanan global, tetapi aksi kekerasan yang dipimpin langsung Abu Bakar al-Baghdadi, justru membuat citra agama Islam sendiri rusak di mata masyarakat agama lain. Bahkan, terkadang setiap persoalan yang terjadi kaitannya dengan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme selalu yang dijadikan dalang adalah Islam.

Pun setiap agama mengajarkan umatnya untuk taqarrub pada prilaku kebaikan tanpa harus kita pamrih demi menjaga perdamaian global di tengah menghadapi tantangan ideologi transnasional ini. Oleh sebab itu, Islam khususnya dan semua agama pada kenyataannya harus memiliki wujud kepedulian yang tinggi terhadap hubungan sosial dan keagamaan.

Lantas apakah dengan meninggalnya pimpinan ISIS dapat membuktikan reruntuhan dan terputusnya jaringan kelompok Islam radikal yang di pelbagai penjuru negeri atau ini hanya sebuah propaganda atau ilusi belaka untuk menggembirakan masyarakat dunia? Dan bagaimana cara memulihkan citra agama Islam di mata masyarakat dunia?

Tentu walaupun petinggi ISIS ini kita yakini meninggal, tetapi setidaknya negara-negara Islam dan negara lain perlu menciptakan keamanan dan ketertiban terlebih dahulu sebagai bentuk antisipasi dan kewaspadaan diri atas apa yang selama ini dilakukan oleh kelompok Islam radikal, kegugurannya sungguh berpotensi menyisakan kemuakan publik yang bisa kembali merongrong keselamatan masyarakat global.

Islam dan ISIS

Penulis dalam konteks ini, memang sepakat dengan pendapat Ali Masykur Musa, dalam karyannya, (Membumikan Islam Nusantara: 2014), “menegaskan kembali, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk berbuat kekerasan, anarkisme, radikalisme, dan terorisme, bahkan Islam mengutuk semua tindakan hal-hal yang negatif tersebut”.

Dalam konteks itu, pesan moral tersebut sebenarnya memberikan sebuah teguran atau peringatan tentang pentingnya kita selaku manusia untuk kembali pada tujuan esensi ajaran Islam. Di mana agama itu sebagai puncak yang mengajarkan kita bersikap rendah hati, damai, beradab, sopan-santun, manusiawi, dan ramah, sehingga Islam terlihat seperti with smiling face.

Islam with smiling face yang penulis maksud adalah seperti kehadiran Islam di negara Pancasila yang tidak terlepas dari ikatan persaudaraan yang sumbernya dari pluralitas agama. Melalui pluralitas agama inilah setidaknya kita mampu memperkuat hubungan sosial dan keagamaan semakin tinggi, sehingga toleransi agama selalu kita dambakan.

Apalagi ISIS yang kita kenal Islam malah anarkis, seolah-olah gerakan kelompok Islam radikal ini nyaris membahayakan hingga semata-mata menjadi ancaman amat serius yang bisa saja meluncurkan gerakan-gerakan ekstrem. Di mana tindakannya sedikit berbeda dengan aksi teroris. Akan tetapi, menjadi momok atau monster yang menakut-nakuti masyarakat.

Konsep Jihad

Padahal, substansi Islam sejatinya menghadirkan keselamatan bagi kehidupan alam semesta, jika jaringan ISIS masih mengobarkan semangat jihad keagamannya berarti membuktikan bahwa gerakan tersebut bukan berasal dari Islam. Sebab itu, Islam yang kita fahami bersama lebih sopan dan santun, menyejukkan, serta mengedepankan keselamatan bangsa dan negara.

Konsep ke-Islam-an seperti Jihad, pembunuhan, bom bunuh diri, takfiri, hijrah dan lain-lain sebagainya merupakan ikon doktrinal mereka yang selama ini menjadi jualan utama dalam membenarkan berbagai cara kekerasan dan menarik sebanyak mungkin pendukung dari berbagai kalangan. Namun, pada hakekatnya seperti hadis nabi yang mengatakan bahwa “kata-kata yang haq tapi menginginkan kebathilan”. Artinya ISIS telah menjual konsep ajaran Islam untuk membenarkan kepentingan politiknya.

Untuk itu, jihad yang dijadikan misi keislaman ISIS tidak lain adalah kelompok yang jauh dari rasa cinta pada nasionalisme dan agama. Artinya, prinsip hubungan negara dan agama haruslah erat, sehingga persaudaraan sesama umat Islam, persaudaraan sesama bangsa, dan persaudaraan sesama manusia mampu kita eksplorasikan ke pelbagai lini kehidupan masyarakat.

Dari sisi ini, tentu berbeda jauh Islam ISIS yang menampilkan wajah kekerasan, menginginkan perpecahan suatu bangsa, dan menghidupkan api permusuhan, dan kebencian. Sedangkan, Islam di negara Pancasila (Indonesia) menampilkan wajah toleransi agama di tengah perbedaan (plurality), dan mengamalkan Islam moderat (wasathiyah) sebagai pedoman dan cara menampilkan wajah Islam yang penuh rahmah, ramah, dan riang gembira (Islamic smiling). Dengan demikian, Islam terlihat menggembirakan dan tidak lagi membuat masyarakat ketakutan.

Pola Mengatasi ISIS

Serangan aksi terorisme ISIS sudah pernah terjadi di mana-mana, kekerasan ISIS atas nama agama pun sungguh sudah melampaui batas kemanusiaan. ISIS sebagai kelompok Islam radikal menginginkan agama di atas negara, ketika agama memiliki kedudukan di atas negara khususnya di Indonesia. Maka yang terjadi agama akan menjadi penindas negara.

Karena itu, masyarakat terkesan terancam dan ketakutan akibat prilaku ISIS yang cenderung meresahkan masyarakat yang tinggal di negeri ini, agar negeri ini tidak kerap dijadikan warga korban dan ancaman oleh aksi teroris. Paling tidak, kita butuh ketegasan pemerintah demi keselamatan warga negara membangkitkan semangat pencegahan merevisi undang-undang (RUU) terorisme.

Revisi undang-undang ini setidaknya pemerintah telah mengupayakan pendekatan hukum dalam rangka mereduksi ruang gerak kelompok Islam radikal sebelum masuk dan menyasar ke negara Indonesia. Dan pembunuhan yang dilakukan telah melanggar hak asasi manusia, jadi jalan satu-satunya untuk mencegah ajaran yang dibawa oleh ISIS itu dengan menangkap para pimpinan ISIS agar tak mudah terjadi lagi aksi pembunuhan.

Tinjauan Yuridis

Meskipun dari persoalan sosiologis, masyarakat merespon negatif. Namun, dari segi tinjauan yuridis normatif aparat penegak hukum dan pemerintah harus tetap lebih waspada, sebab setiap peristiwa yang terjadi membutuhkan penegakan hukum (implementatif praktis) di bidang terorisme perlu dioptimalkan agar mereka yang bergabung terdapat efek jera.

Maka, selagi negara memberikan tugas penjagaan keamanan terhadap keselamatan warga negara melindungi dari ancaman dan serangan komplotan Islam radikal (Islamic State of Iraq and Syria) yang menyamar nama kelompok teroris lain, hal ini penting untuk ditelusuri karena apa yang mereka lakukan hanyalah siasat politik ISIS agar tak terduga bahwa mereka yang melakukannya.

Akhirnya, untuk memudahkan pemerintah dalam mencegah faham-faham esktremsime, radikalisme, dan terorisme yang berasal dari kelompok Islam radikal harus menjalin kerjasama yang efektif dan efisien dengan ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya. Tujuannya adalah untuk berperan dalam mensosialisasikan Islam with smiling face yang ada di Indonesia ini.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru