28.8 C
Jakarta

Setujukah Jika Eks ISIS Dipulangkan?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahSetujukah Jika Eks ISIS Dipulangkan?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pemerintah berencana memulangkan 600 WNI Eks ISIS di Suriah. Namun, masih dalam proses pengkajian dan pertimbangan. Hal ini justru menuai kontroversial bagi kalangan elit negara. Di sisi lain, sebagian elit politik menyetujui kepulangan mereka. Tetapi, tidak sedikit yang menolaknya. Bahkan, dalam salah satu wawancara singkat, sikap Presiden Jokowi menolak kedatangan mereka. Walaupun keputusannya belum final dan masih dirapatkan secara terbatas dengan menteri-menteri terkait.

Statement Jokowi pada hari Rabu (05/02) tegas bahwa kalau bertanya pada saya, ini belum ratas lho ya, kalau bertanya pada saya, saya akan bilang ‘tidak’. Tapi, masih dirataskan. Kita ini pastikan harus semuanya lewat perhitungan kalkulasi plus minusnya semuanya dihitung secara detail dan keputusan itu pasti kita ambil di dalam ratas setelah mendengarkan dari kementerian-kementerian dalam menyampaikan. Hitung-hitungannya.

Sebagian kalangan yang menyetujui, hal ini tidak lain karena moral, kemanusiaan serta keamanan. Bagaimanapun kondisinya, mereka adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk dijamin dan dilindungi oleh pemerintah. Sebagaimana amanat UUD 1945, isu ini sempat muncul perbandingan WNI yang mendapat jaminan dan perlindungan. Layaknya WNI di Wuhan China yang kian dievakuasi serta mendapat karantina dari pemerintah karena dikhawatirkan terjangkit virus corona.

Para pengikut ISIS dari berbagai negara ini sekarang berada dalam ketidakpastian karena harus berurusan dengan hukum setempat di mana mereka tertangkap. Sejauh ini, Suriah, Irak, dan Turki merupakan negara-negara yang berhasil menahan para tentara teroris asing atau disebut dengan Foreign Terrorist Fighters. Walau tidak sedikit juga yang terlantar di Roj Camp, tempat penampungan eks ISIS di Suriah.

Sejarah membuktikan bahwa kekalahan kelompok ISIS pada pertengahan 2019 lalu, memang menjadi problem bagi negara-negara di Dunia, khususnya Indonesia. Walaupun ISIS telah kalah, tetapi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila yang tertanam dalam pikiran mereka belum tentu musnah seutuhnya. Sungguh berbahaya, jangan sampai Indonesia menyelamatkan 600 Eks ISIS, tetapi justru membahayakan 267 juta penduduk lainnya. Indonesia harus tegas, jangan sampai membiarkan harimau masuk dan meneduh di kandang kijang karena kehujanan.

Lebih berbahayanya lagi, jika mereka mempersatukan jaringan di dalam dan luar negeri untuk memasukkan gagasan khilafah yang didesain serapi mungkin dengan tujuan mengacak-acak Indonesia. Karena tujuan utama WNI yang bergabung menjadi simpatisan ISIS adalah, rasa benci yang tinggi kepada negara dengan dasar tidak menggunakan hukum tuhan dalam sistem pemerintahan.

Meski BNPT menyatakan siap, pemulangan akan dilakukan setelah ada keputusan dari sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Karena pemulangan WNI eks ISIS tidak seperti repatriasi WNI yang menjadi TKI di Luar Negeri, atau seperti WNI di Wuhan yang baru-baru ini dievakuasi karena menyebarnya virus corona. Pemulangan WNI perlu dipertimbangkan manfaat dan madharot-nya.

Jumlah Simpatisan ISIS dari Berbagai Negara

Pada tahun 2019 lalu, PBB mengatakan bahwa jumlah simpatisan ISIS yang telah memasuki Suriah dan Irak dan tergabung ke kelompok-kelompok militan ISIS itu lebih dari 40.000 orang yang berasal dari 110 negara. Sedangkan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Internasional Studi Radikalisasi Kings College di London pada Juli 2018, mengatakan bahwa jumlah warga asing yang tergabung menjadi simpatisan ISIS adalah 41.490 orang. Di antaranya, 32.809 laki-laki dan 4.761 perempuan serta 4.640 anak-anak dari 80 Negara. (bbc.com/arabic, 2019)

Lalu, dalam sumber yang sama, para peneliti menyimpulkan bahwa 18.852 adalah warga asing yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika Utara, 7.252 dari Eropa Timur, 5.965 dari Asia Tengah, 5.904 dari Eropa Barat, 1.010 dari Asia Barat, 1.063 dari tenggara Asia, 753 dari Amerika, Australia dan Selandia Baru, 447 dari Asia Selatan, dan 244 dari Afrika Sub-Sahara.

Dari jumlah yang lumayan banyak tentu mengalami penurunan, karena tidak menutup kemungkinan. Para simpatisan ISIS ada yang meninggal dalam aksinya, serta beberapa simpatisan kabur mencari perlindungan di negara tetangga seperti Turki, Libanon, Yordania, hingga ke beberapa wilayah negara Eropa.

Bagaimana Sikap Pemerintah Indonesia Jika Eks ISIS Dipulangkan?

Jika benar pemerintah akan memulangkan Eks simpatisan ISIS yang berjumlah 600 itu, maka tugas utama pemerintah adalah menyiapkan seluruh tenaga melalui lembaga-lembaga pemerintahan seperti BNPT dan BIN serta dana yang cukup untuk program rehabilitasi dan deradikalisasi. Karena itu, dikhawatirkan mereka akan menyebarkan virus ISIS atau bahkan melakukan tindakan terorisme di dalam negeri karena paham radikal yang mereka anut.

Dalam menanggapi sikap pemerintah terhadap Eks ISIS ini, penulis tertarik dengan pendapat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius. Ia mengatakan bahwa, ada empat pertanyaan yang harus dijawab dalam menghadapi masalah teroris lintas batas ini.

Pertama, bagaimana memeriksa mereka secara tepat. Kedua, bagimana memisahkan mereka, siapa yang menjadi korban dan siapa yang menjadi pendukung aksi teror. Ketiga, Bagaimana memastikan anak-anak dan perempuan menerima perlakuan yang tepat sambil memastikan keutuhan keluarga. Dan terakhir bagaimana memperkuat sistem hukum dan penegak hukum bagi setiap tindakan teror yang membahayakan masyarakat dan stabilitas nasional.

Jika keempat pertanyaan ini sudah terjawab, maka jawaban tersebut akan sangat membantu dalam proses rehabilitasi serta deradikalisasi para eks ISIS. Selain itu, program karantina di pesantren yang berbasis moderat. Walaupun ada yang menyarankan agar proses karantina dilakukan di Aceh yang saat ini wilayahnya sedang menjalankan syariat Islam.

Pada akhirnya, persoalan yang paling penting jika eks ISIS ini dipulangkan, kita semua memiliki keharusan untuk mendorong kesadaran masyarakat setempat, tidak hanya untuk membuat mengerti. Akan tetapi, juga bisa menerima mereka. Agar tidak terjadi kerusuhan rasial yang bisa saja berdampak luas ke level nasional.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru