27.3 C
Jakarta

Serial Pengakuan Napiter (C-LI-V): Aan Sentosa Eks Napi Terorisme Cerita Keterlibatan dengan Terorisme

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Napiter (C-LI-V): Aan Sentosa Eks Napi Terorisme Cerita Keterlibatan dengan...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Terorisme menjadi isu global yang tak kunjung selesai. Bahkan, sekarang pun masih ada banyak bangsa ini yang terjebak kejahatan ini. Baik dalam ranah pemikiran maupun dalam ranah perbuatan.

Pemerintah terus melakukan langkah-langkah preventif untuk menghentikan laju terorisme. Sehingga, dibuatlah lembaga semisal BNPT, BIN, dan Polri yang kesemuanya bertugas menangani terorisme.

Berkat langkah yang dilakukan pemerintah, angka terorisme mulai menurun. Buktinya, banyak teroris yang hijrah dan bertobat di negeri ini. Salah satunya, Aan Sentosa. Aan adalah salah satu mantan narapidana kasus terorisme di Riau yang kini telah selesai menjalani masa hukumannya.

Aan berurusan dengan penegak hukum karena terlibat penyerangan Mapolda Riau di Kota Pekanbaru pada Mei 2018. Saat itu Mapolda Riau yang berada di Jalan Gadjah Mada diterobos empat orang menggunakan mobil dan melukai sejumlah polisi. Tiga pelaku bersenjata samurai tewas ditembak mati polisi, satu lainnya ditangkap.

Aan mengaku saat ini telah kembali ke jati dirinya sebagai warga Merah Putih dan merasa bertanggung jawab atas kesalahan yang dulu dilakukan, serta siap untuk memberikan saran dan berkontribusi dalam upaya pemerintah memerangi paham radikalisme di masyarakat.

Pria yang dulunya dikenal dengan panggilan Aan Tempe ini mengaku mulai mengenal paham radikalisme sejak 2014 melalui kajian-kajian keagamaan. Pada 2013, paham radikalisme sudah pernah disampaikan kepada dirinya, namun belum nyambung dan belum bisa diterimanya. Selang setahun, ia mulai rutin diajak berkumpul bersama lewat kegiatan-kegiatan keagamaan.

Awalnya, ia mengikuti kajian keagamaan dengan harapan agar menjadi sosok manusia yang lebih baik. Ia pun sering ikut berjamaah dan kumpul bersama. Sampai akhirnya ia merasa cocok, dan bersama-sama mengamalkan ibadah yang populer disebut sebagau sunah. Ia pun mulai terbiasa untuk bergabung bersama jamaah lainnya.

Cerita masuknya Aan dalam kelompok teroris ini diharapkan menjadi pegangan bagi semua kalangan agar tidak mudah hanyut dalam ajakan belajar agama kepada guru atau kelompok yang belum jelas paham dan dasar keilmuannya. Hal ini penting diketahui agar masyarakat, khususnya kaum muda, agar tidak mudah terjebak dalam pengaruh yang mereka tebarkan.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya Aan diajak pertemuan dalam pengajian yang membahas lebih dalam terkait banyak hal, termasuk paham-paham tentang jihad dan segala macamnya.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXV): Eks Napiter Mahmudi Kini Memilih Jalan Hidup Sebagai Pengusaha

Karena banyaknya ilmu yang telah diterima, Aan mulai menerima apapun yang disampaikan dalam kajian agama itu, dari pengamalan-pengamalan dasar, hingga masuk ke bab jihad. Di situ ia mulai dikenalkan pada istilah “thagut”, yang bermakna sebagai setan atau berhala. Ia juga mulai mengenal pemahaman mengenai khilafah.

Ketika belajar mengenai paham khilafah ini, ia mendapat pemahaman yang mengharuskan pengikutnya mengamalkan syariat atau hukum dari Allah, dan bukan hukum manusia. Aan mulai diajak untuk mengingkari hukum yang bukan berasal dari Tuhan, yang dalam paham mereka tidak sesuai menurut Al-Quran dan sunah.

Hingga masuk semakin dalam, pada tahun 2015, disampaikan dalam jemaah bahwa ada negara yang menegakkan hukum syariah khilafah, yakni ISIS yang bermarkas di Timur Tengah. Pengajian yang diikuti oleh Aan mulai ke paham khilafah dan mengajak pengikutnya agar berhijrah. Untuk itu, kita harus mempersiapkan fisik dan mental.

Setelah semakin dalam berlatih dan mengikuti jamaah, mulai timbul pertanyaan dalam diri Aan, lebih tepatnya kebimbangan. Ia justru merasa semakin tidak mendapatkan pertolongan dari Allah dan menemukan jalan buntu. Karena itu, Aan menolak untuk dibaiat sebagai bagian dari ISIS.

Meskipun menolak, Aan tetap berkecimpung dalam kelompoknya. Sehingga pada 2018, saat terjadinya penyerangan Mapolda Riau di Pekanbaru, dia turut diamankan karena menjadi orang yang mendukung segala bentuk radikalisme dan berperan sebagai pelatih para pelaku teror yang menyerang markas kepolisian di ibu kota Provinsi Riau tersebut.

Setelah diamankan dan menjalani masa hukuman di Lapas, Aan merasa dirinya sadar bahwa yang dilakukan itu salah dan telah membenarkan ilmu yang sebelumnya ia pelajari secara individu tanpa bertanya dan meminta saran dari guru-guru lain. Ia menyadari kehadiran negara lewat program deradikalisasi di lapas itu yang menyadarkan paham keagamaan yang lebih moderat.

Sebagai penutup, cerita Aan dapat dijadikan pelajaran bagi siapapun agar tidak terjebak dalam kubangan terorisme. Karena, terorisme adalah musuh kita bersama. Berjuang melawan terorisme adalah jihad yang benar.[] Shallallahu ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari cerita eks napiter Aan Sentosa yang dimuat di media online m.antaranews.com

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru