26.1 C
Jakarta
Array

Sejarah dan Hukum Shalat Tarawih (Bagian II)

Artikel Trending

Sejarah dan Hukum Shalat Tarawih (Bagian II)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih pada Masa Sahabat Abu Bakar dan Umar

Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah Al-Mu’akkadadah (shalat sunnah yang sangat disunnahkan). sedangkan rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan sahabat Umar dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya, baik ulama salaf atau ulama’ kholaf mulai masa sahabat Umar sampai sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama’ mazhab, Syafi’I, Hanafi, Hanbali dan mayoritas mazhab Maliki, karena dalam Madzhab Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas ra, Imam Darul Hijrah Madinah yang berpendapat bahwa shalat tarawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat. Adapun hadist Malik bin Anas adalah sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan “yakni shalat tarawih” dengan tiga puluh sembilan rakaat yang tiga adalah shalat Witir”.

Dan Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat namun secara mayorits Malikiyyah yaitu sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’nya.

Shalat Tarawih pada Masa Sahabat Abu Bakar

Shalat tarawih pada masa Kholifah Abu Bakar ra. Umat Islam melaksanakan shalat sendiri-sendirian atau berkelompok ada 3 ada 4 dan ada yang 6 orang.

Pada masa kholifah Abu Bakar shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut rakaat shalat tarawih pun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.

Shalat Tarawih pada Masa Sahabat Umar

Setelah sayyidina umar mengetahui umat Islam shalat tarawih dengan sendiri-sendirian, barulah muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana keterangan di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, beliau berkata: “Rasulullah saw keluar di bulan Ramadhan, beliau melihat banyak manusia yang melakukan shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, “Siapa mereka?” kemudian di jawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal Al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab sholat mengimami mereka, lalu Nabi berkata: “benar mereka itu, dan sebaik-baiknya perbuatan adalah yang mereka lakukan”. (HR: Abu Dawud).

Kemudian Sahabat Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat Tarawih dalam satu Masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ

Artinya: “Dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’ beliau berkata; “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada bulan Ramadlan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah”. Lalu Sayyidina Umar berkata: “Saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan sholat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata: “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah)” (HR Bukhari).

Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjamaah adalah sahabat Umar, sedangkan jamaah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:

عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً

“Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan sebanyak 23 rakaat“ (HR. Malik).

Yang dimaksud 23 rakaat adalah, melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat dan witir. Dengan bukti hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:

عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (راه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ)ـ

Artinya: “Dari Saaib bin Yazid berkata: “para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 22 rakaat” (HR. Al-Baihaqi).

Dua dalil di atas sangat jelas sekali menjelaskan jumlah bilangan shalat tarawih 20 rakaat, dalil tersebut juga dikuatkan dengan perilaku para shahabat yang telah mengikutinya bahkan Sayyidah ‘Aisyahpun juga mengikuti, hal ini telah menunjukkan menjadi ijma’ sahabat karena tiada satu orangpun yang mengingkari atau menentang, begitu juga para ulama’ empat mazhab atau mazhab lainnya. Jadi shalat tarawih 20 rakaat ini sangat jelas dan harus kita ikuti karena ini adalah sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang harus kita ikuti, dan Sayyidina Umar adalah juga salah satu sahabat yang telah diakui kebenarannya oleh Nabi. Sebagaimana sabda Nabi:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ  قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar”. (HR. Turmudzi).

Dan Hadist Nabi SAW:

وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ)

Artinya: “Dan sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “maka ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya dengan erat”.

Dan Hadist Nabi SAW:

عَنْ حُذَيْفَةُ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ( أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ)ـ

Artinya: “Dari Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; “ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar”. (HR. Turmudzi).

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru