29.2 C
Jakarta

Ranjau Radikalisme Basmi dengan Konten Toleransi

Artikel Trending

Milenial IslamRanjau Radikalisme Basmi dengan Konten Toleransi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengidentifikasi lebih dari 600 situs berpotensi menyebarkan konten radikal-intoleran. Di antaranya, berisi konten propaganda dengan rincian informasi serangan (409), anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (147), anti-Pancasila (85), intoleran (7), dan takfiri (2). Selain itu juga berisi konten pendanaan dan pelatihan terorisme (Kompas 28/12/2021).

Kapala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membenarkan fakta tersebut. Pelaku teror mengalami radikalisasi melalui internet (dunia maya) yang kemudian menjadikannya sebagai sosok berbahaya yang siap melakukan aksi teror. Konten-konten radikal-teror beranak pinak di media sosial. Dan generasi menjadi targetnya.

Ranjau Radikalisme

Mengetahui hal itu, maka harus diakui bahwa ancaman narasi propaganda teror-intoleransi berlangsung setiap saat dan setiap waktu di media sosial. Tranmisi penyebaran paham dan ide-ide radikal- intoleransi berbalut agama tampak sudah lazim ditemui dan menjadi makanan sehari-hari.

Maka itu, seperti kata pengamat terorisme Chaidar, teroris hari ini sangat vocal dan pintar dalam mengelola manejemen wacana yang sangat spesifik, seperti jihad, separatisme, dan juga baiat di media sosial.

Kendati itu, pada hiruk-pikuk pemilu nanti, kita harus lebih menfokuskan lagi dalam melakukan kontrawacana yang lebih terarah dalam menghadapi propaganda terorisme. Penyebaran wacana kontra-radikalisme harus dikemas semenarik mungkin yang lebih kekinian, sehingga anak muda yang selama ini menjadi sasaran perekrutan para teroris lebih tertarik dengan tawaran wacana yang kita bikin.

Setidak-tidaknya, kita terus melakukan kontra-radikalisasi melalui publikasi dan melalui platform media sosial seperti Harakatuna.com ini. Paling tidak, kita bisa memberi jalan alternatif bacaan sembari mengenalkan arti penting empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia), serta memberi pemahaman arti penting bersikap toleransi dan bagaimana menjadi manusia yang baik.

Menyalakan Konten Toleran

Keberadaan konten-konten radikal-intoleran yang sudah mencapai 80 persen di media sosial (Kompas 28/12/2021), selain sudah meresahkan masyarakat, itu jelas-jelas mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan karena itu penting konten toleransi lebih diviralkan. Kita wajib fokus pada kontennya sehingga tidak menimbulkan gelombang penolakan dari masyarakat.

BACA JUGA  Polarisasi dan Disintegrasi: Residu Pemilu yang Harus Diantisipasi

Intinya, bagaimana konten toleransi bisa menyasar ke kalangan bawah yang rentan terkontaminasi paham ekstrem, radikal, dan teroristik. Sehingga konten toleransi nantinya mempengaruhi bagaimana narasi-narasi keagamaan dibangun moderat dan toleran oleh masyarakat. Dan pemerintah juga bisa melakukan take down apabila ada konten-konten yang tidak toleran.

Tidak Apologetik

Dalam konteks itu, semua pihak—pemerintah, aparat kepolisian, tokoh agama, warga dan kelompok masyarakat, ormas, serta civil society—harus bahu-membahu membangun budaya toleransi agar bisa menanggulangi ideologi ekstrem radikalisme dan terorisme. Negara dan agama kita telah memberikan hak dan kewajiban untuk menanamkan budaya toleransi. Karena itu tidak ada alasan lain, tanpa adanya sikap toleransi maka akan muncul berbagai macam gesekan-gesekan antar umat beragama.

Agama dan negara salah satu sarana untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Dan kebaikan itu adalah sikap bertoleransi. Namun demikian, toleransi jangan hanya berhenti dalam tataran perbincangan atau diskusi semata. Kedamaian, perlu tindakan nyata sebagai manifestasi sikap toleransi. Sikap defensif dan apologetik bahwa tidak pentingnya toleransi jelas tidak menolong apa-apa dalam menanggulangi ideologi intoleransi-radikal-terorisme di Indonesia dan dalam kedamian global.

Sudah saatnya berbagai pihak melakukan upaya-upaya lebih komprehensif dan terarah untuk menciptakan kehidupan yang lebih toleran dan damai di bumi Indonesia. Paling tidak, kita aktif di media sosial atau memviralkan media sosial dengan konten toleran. Jika tidak, maka konten intoleran akan terus tinggi di pucuk media sosial kita, dan itu menjadi bom waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu dan menghancurkan kita dan Indonesia yang kita cintai ini.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru