31.2 C
Jakarta
Array

Radikalisme Menyusup ke SMA?

Artikel Trending

Radikalisme Menyusup ke SMA?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berbagai penelitian telah mengkonfirmasi adanya benih-benih radikalisme di dalam ruang kelas (SMA). Misalnya, Mata Air Foundation dan Alvara Researt Center pada tahun lalu mengungkap bahwa ada 23.4 persen mahasiswa dan pelajar SMA yang setuju dengan jihad dalam arti menegakkan Negara Islam atau khilafah.

Siswa yang masih sangat awam soal pemahaman keagamaan dan kebangsaan dan secara psikologis masih dalam tahapan mencari identitas diri ini menjadi lahan empuk yang diincar oleh kelompok radikal. Telah diungkap pula bahwa target mereka untuk menyusup ke sekolah adalah menguasai organisasi siswa intra sekolah (OSIS).

Kita tentu sangat senang apabila anak atau generasi muda kita aktif belajar dan mendalami agama. Namun, jika yang kemudian terjadi adalah ada upaya dari guru/ustadz untuk menyusupkan ideologi-ideologi tertentu ke anak dan generasi muda kita, maka ini yang perlu dikaji dan diwaspadai secara serius dan berkelanjutan oleh pihak sekolah, pemerintah, maupun orang tua.

Untuk itu, segenap orang tua, pihak sekolah dan pemerintah harus benar-benar memperhatikan gerak-gerik kelompok radikal ini dalam konteks menyusupkan ideologi mereka ke siswa. Oleh sebab itu, perlu kiranya para stake holder mengetahui dengan jeli ciri-ciri gerakan radikal di sekolah.

Terkait hal ini, Sarlito Wirawan dalam Terorisme di Indonesia (2012:119) menyebutkan beberapa ciri gerakan radikal di sekolah. Pertama, para tutor penyebar ideologi kekerasan itu selalu menanamkan kebencian terhadap negara dan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan manhaj dan tujuan mereka, yakni mendirikan khilafah. Agar khilafah digandrungi oleh pengikutnya, maka ia membenturkannya dengan negara dan pemerintah. Membenturkan di sini lebih pada menjelek-jelekkan sistem demokrasi dan teman-temannya itu. Bersamaan dengan itu, mereka sangat memuji dan menceritakan kejayaan Islam yang dikaitkan dengan khilafah. Maka, senjata yang sering mereka keluarkan adalah narasi-narasi bahwa pemerintah Indonesia adalah pemerintah thagut, setan, karena tidak menjadikan Alquran sebagai dasar negara.

Kedua, para siswa yang sudah terkontaminasi paham ini dan menyatakan masuk dalam barisan kelompok radikal, maka mereka akan mulai terlihat berbeda dengan siswa atau sekolah pada umumnya, terutama dalam  hal hormat pada bendera. Kelompok radikal menolak menolak menyanyikan lagu kebangsaan dan hormat pada bendera. Kalau toh mereka melakukan, sejatinya mereka terpaksa, hanya mencari selamat saja, padahal sejatinya hatinya tidak rela.

Ketiga, ikatan emosional pada ustadz, senior, dan kelompoknya lebih kuat daripada ikatan keluarga dan almamaternya. Terlebih jika keluarga dan almamaternya berseberangan dengan ideologi mereka, maka loyalitas akau lebih banyak dicurahkan pada kelompok yang seirama dengannya. Fenomena bahwa ada anak menyalahkan ibu atau orang tuanya karena tidak memakai kerudung syar’i adalah salah satu contohnya.

Keempat, kegiatan yang mereka lakukan dalam melakukan pengajian dan kaderisasi bersifat eksklusif (tertutup). Lazimnya, kelompok ini melakukan kegiatan di luar sekolah yang kemudian mereka bungkus dalam wadah atau istilah rihlah (outbond), dengan agenda utamanya renungan dan baiat.

Kelima, umat Islam di luar kelompoknya dianggap fasik, bahkan kafir, sebelum melakukan hijrah (bergabung dengan mereka).

Itulah ciri-ciri gerakan radikal di sekolah. Jika diamati secara parsial, gerakan tersebut sangat terkesan sebagai kelompok yang paling Islami. Bagaimana tidak. Mereka selalu berpangkal dari dalil Alquran dan hadis. Mereka juga menolak sistem, dalam istilah mereka, sistem kafir. Namun jika kita pelajari secara seksama dan komprehensif, justru akan kelihatan bahwa kelompom radikal tak lebih dari kelompok yang “membajak” ajaran agama secara serampangan.

Mengakhiri uraian ini, redaksi hendak menegaskan bahwa saat ini kelompok radikal sudah mulai melebarkan sayapnya; mengincar siswa sekolah untuk dijadikan sebagai loyalis kelompok mereka. Untuk itu, kewaspadaan menjadi barang mahal dan harus terus didengungkan bagi setiap guru dan orang tua siswa. Cermati perilaku anak Anda. Jika ada sikap dan perilaku yang berubah dari kebanyakan siswa, segera cari tahu pergaulan anak tersebut. Pantau terus anak-anak Anda agar tidak terjerambab masuk ke kelompok yang salah.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru