27 C
Jakarta

Peran Strategis Indonesia dalam Etika Global

Artikel Trending

Peran Strategis Indonesia dalam Etika Global
image_pdfDownload PDF

Peran Strategis Indonesia dalam Etika Global

Oleh: Henny Mono*

Ada buku menarik karya Peter Singer berjudul One World: The Ethics of Globalization (2002) yang mengupas tentang etika global dalam hubungan antar-negara. Penulis buku itu bahkan menilai sikap suatu negara dianggap naif tatkala tindakan seseorang di suatu negara dinilai tidak memiliki dampak terhadap orang lain di suatu negara yang secara teritorial terpisah. Cara berpikir semacam itu dapat berakibat fatal, karena kesadaran manusia akan tanggung global terabaikan.

Mengutip pendapat para filsuf kontemporer –seperti Richard Rorty, Jacques Derrida, dan Jurgen Habermas– Eko Wijayanto dalam artikelnya, mengatakan, sistem politik yang menstrukturisasi hukum internasional dan lembaga-lembaga multilateral harus ditinjau ulang agar tiap negara bertanggung jawab untuk menangani masalah terorisme, bukan semata demi kepentingan negara itu sendiri, tapi juga untuk kepentingan masyarakat dunia (Kompas, 28/6/2007).

Dalam kontruksi masyarakat kosmopolitan dalam potret setiap individu sebagai “warga dunia”, kebutuhan akan ketertiban dan keamanan sosial merupakan kepentingan yang tak bisa dimonopoli  negara tertentu. Rasa patriotisme warga negara bahkan tak lagi diharapkan menggunakan “kacamata kuda”, yang menatap lurus semata melindungi subyektivitas diri sekaligus mengabaikan dunia. Menurut John Rowls dalam bukunya The Law of Peoples, dunia membutuhkan covenant of peoples, suatu perjanjian antar-umat manusia, agar pelanggaran hak setiap individu di suatu belahan bumi, dirasakan pula oleh penduduk di belahan bumi yang lain.

Aksi teror yang terjadi hampir bersamaan di Inggris, Philipina, dan di Indonesia beberapa waktu lalu, jelas menimbulkan setiap individu yang memiliki hati. Kekejian itu telah mengorbankan jiwa tak berdosa,  baik aparat keamanan maupun masyarakat sipil. Dampak lain, aksi biadab semacam itu tentu menimbulkan trauma sosial, yang dapat memicu sikap kebencian, kemarahan, dan  persangkaan sosial (social praejudice). Dan, pada gilirannya dapat menimbulkan pertengkaran sosial bernuansa sara secara global.

Indonesia sebagai negara demokrasi dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, dalam situasi dunia seperti saat ini, memiliki posisi strategis. Model Islam Nusantara yang moderat, saat ini telah menjadi kajian dan rujukan dunia Barat maupun Timur. Banyak tokoh dan ulama dunia ke Indonesia untuk studi banding sekaligus belajar tentang perkembangan Islam di Republik ini. Meski demikian, tetap patut diakui bahwa negara ini tengah menghadapi infiltrasi  gerakan Islam radikal,  sebagai imbas tak langsung seiring lahirnya Orde Reformasi yang ditandai kebebasan yang ternyata kebablasan.

Jauh, sebelum gerakan Islam radikal menyeruak dunia, Indonesia telah memiliki kiprah internasional di dunia Islam, yakni menyelenggarakan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) Pertama, pada 6-14 Maret 1965, di Gedung Merdeka Bandung. Langkah perjuangan KIAA, dengan Ketua Pelaksana Dr. KH Idham Chalid itu, diikuti delegasi dari 33 negara peserta dan empat negara peninjau. Presiden Soekarno pada pembukaan acara, menegaskan tentang perlunya persatuan bangsa Asia-Afrika dalam satu perjuangan besar melawan imperialisme dan kolonialisme. Islam, kata presiden RI pertama ini, merupakan alat perjuangan untuk menyelesaikan revolusi umat manusia.

Kiprah berikutnya, keterlibatan KH Yahya C. Staquf dalam acara konferensi tahunan global Philantropy Forum 2016, berlangsung pada 4 April 2016 di Sofitel Hotel. Redwood City, AS. Katib Am PBNU ini diminta untuk ikut menyumbang pemikiran berkait masalah terorisme dan radikalisme dari sudut pandang organisasi Islam dan Indonesia sebagai bangsa muslim terbesar di dunia. Dalam diskusi panel bertajuk The Search for Belongings Through The Extremist Network itu, Pengasuh Pesantren Raudlatul Thalibin Rembang ini, terlibat aktif dalam sejumlah kelompok kerja bersama-sama aktivis kemanusiaan dunia Barat.

Sedangkan kiprah Indonesia bagi dunia Timur, pada 9-11 Mei 2016, di Jakarta, terselenggara Internasionalk Summit of The Moderate Islamic Leaders (ISOMIL). Pertemuan yang melibatkan banyak ulama dan tokoh penting negara-negara muslim tersebut dihadiri delegasi dari Sudan, Libya. Aljazair, India, Rusia, Maroko, Thailand, Senegal, Lithuania, Yordan, Tunisia, Malaysia, Pakistan, Libanon, Afghanistan, Arab Saudi, Spanyol, Yunani, dan Korea Selatan. Juga hadir dan menjadi nara sumber beberapa peneliti dan ahli kajian Islam.

Kini, setelah komitmen tertuang dalam beberapa rekomendasi,  sudah saatnya Indonesia  menunjukkan  peran aktualnya dalam kontruksi masyarakat kosmopolitan global. Bersama-sama ormas keagamaan terbesar yang telah teruji sejarah, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah, Pemerintah sebagai lokomotifnya dapat menjadi pelopor bagi terwujudnya tatanan global yang lebih beradab dan manusiawi. Mampu mengejahwantakan eksistensi agama Islam yang dipedomani sebagai norma gerak hubungan antara manusia dan Allah Swt, mewujud menjadi perilaku sosial yang moderat. Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.

Maka, dengan demikian, dalam hubungan sosial antar-manusia sebagai “warga dunia”, meski berada dalam komunitas-komunitas yang berbeda, umat manusia merasa terikat dalam kesatuan yang utuh. Di mana  hubungan internal di antara sesama muslim, tercipta keutuhan yang kita kenal sebagai ukhuwah Islamiyah. Dalam tata pergaulan antar-warga negara yang berbeda agama/kepercayannya, terlahir keutuhan dengan bingkai ukhuwah wathoniyah. Dan, dalam hubungan antar-manusia pada tataran global, terwujud keutuhan masyarakat dunia dengan format ukhuwah bashariyah. InsyaAllah.

* Penulis adalah advokat dan Dosen Luar Biasa pada Fak. Syariah UIN Malik Ibrahim Malang

 

 

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru