27 C
Jakarta

HTI Sudah Menanam Embrio Kekerasan Sejak Dalam Kandungannya

Artikel Trending

HTI Sudah Menanam Embrio Kekerasan Sejak Dalam Kandungannya
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta. Hizbut Tahrir Indonesia, menjadi perbincangan umum, mulai dari kelas menengah sampai jajaran pemerintahan. Hembusan angin, dorongan dan dukungan agar pemerintah segera membubarkan tak kunjung berhenti. Tentunya, yang mendukung HTI masih hidup di Indonesia pun masih ada, tapi segelintir masyarakat dan beberapa pejabat negara saja. Yang mendukung dibubarkan disebabkan HTI termasuk gerakan yang merongrong Pancasila, NKRI dan UUD 1945.

Mantan Hizbut Tahrir Indonesia, Dr. Ainur Rofiq Al-Amin dalam diskusi Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir Indonesia, di D’Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2017) menyampaikan bahwa “HTI lebih memilih diksi “metode dakwah” tinimbang kata “penyebaran”, agar lebih terkesan sebagai representasi Islam”.

Berbagai cara yang dilakukan oleh ormas transnasional ini untuk meraup dukungan dan mempromosikan produk jualannya. Hal ini dibenarkan oleh pengamat HTI, Muhammad Makmun Rasyid yang turut hadir dalam diskusi tersebut. “HTI memang sejak dalam kandungannya sudah berpotensi melahirkan kekerasan. Dan beberapa yang keluar dari HTI karena tidak sabar menunggu datangnya Khalifah, Imam Mahdi. Akhirnya masuk Al-Muhajirun dan ISIS”.

Analisis ini memiliki korelasi dengan apa yang disampaikan Novriantoni Kahar, Dosen Paramadina. Novri mengatakan bahwa “Al-Maududi itu membuka jalan. Ia membuat ultimatum bahwa kita jangan hanya menjadi “Muslim yang parsial” atau nanggung, kita harus menjadi “Musilm yang sungguh-sungguh”. Al-Maududi ini baru membuka jalan bagi mereka menuju gerakan Islamisme; Adapun Sayyid Qutb sudah mengkonseptualisasikan secara radikal melalui kitab-kitabnya, utamanya Ma’alim fi Al-Thariq. Ia sudah menandaskan, tidak saja pada tahap “Muslim Parsial” dengan “Muslim yang Sungguh-Sungguh” melainkan pembedaan antara jahiliyah dan Islam. Kalau Anda menganut paham Nasionalisme dan sejenisnya, itu masih dianggap berpaham jahiliyah dan di dalam hadis yang berpaham jahiliyah maka matinya mati jahiliyah. Dan paham ini diteruskan adiknya yang mengungsi ke Arab Saudi dan mendokumentasikan dalam bukunya “Jahiliyah Abad 20″, di dalamnya dijelaskan semisal Ekonomi masih jahiliyah dan lain sebagainya; Sedangkan Taqiyuddin Al-Nabhani sudah lebih sistematis dari kedua dan lebih lengkap. Artinya, Nabhani ini membangun jalannya”.

Jadi, Taqiyuddin Al-Nabhani dengan ideologi yang diusungnya lebih radikal daripada pemikiran yang disebarkan oleh Al-Maududi dengan Sayyid Qutb. Khilafah sebagai sistem di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah produk yang tidak laku. Tapi tetap dipasarkan dan didoktrinkan kepada masyarakat tanpa henti-hentinya. Ia ibarat produk gagal yang diimpor ke Indonesia dan dikemas dengan baik. Akhirnya orang-orang terbius oleh kemasanannya dan melupakan isinya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru