26.5 C
Jakarta

Pembunuhan Perempuan: Implifikasi Kegagalan Taliban dalam Pemerintahan Afghanistan

Artikel Trending

KhazanahTelaahPembunuhan Perempuan: Implifikasi Kegagalan Taliban dalam Pemerintahan Afghanistan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com-Hari berkabung bagi masyarakat Afghanistan telah tiba. Tanggal 14 Agustus 2021 merupakan tanggal bersejarah sekaligus waktu yang sangat kelam. Sebab pada waktu tersebut, Taliban kembali berhasil merebut Ibu Kota Kabul, yang secara tidak langsung menjadi pertanda bahwa Afghanistan sudah berada di bawah kekuasaan Taliban. Masyarakat Afghanistan tentu merasa was was dengan kenyataan tersebut. Sebab jika melihat kekuasaan Taliban pada 1996-2001 silam, situasi carut marut yang dialami oleh Afganistan terjadi.

Berdirinya Taliban yang merebut Afghanistan berawal dari kekecewaan Mullah Omar yang pada waktu itu, melihat tingginya tingkat pemerkosaan, aktivitas kriminal yang semakin tinggi pasca didirikannya Republik Islam Afghanistan. Mullah melihat kebutuhan adanya upaya untuk menstablikan keadaan negara yang kacau sehingga membentuklah Taliban.

Ketika Taliban menguasai Kabul pada 26 September 1996, pasukan Taliban membentuk pemerintahan di Afganistan dengan memberi nama Imarah Islam Afghanistan dengan pemimpin tertingginya adalah Mullah Omar dan perdana menterinya Mohammad Rabbani Akhund Rabbani. Ia adalah orang yang dianggap paling kuat kedua di Taliban dan agak moderat dalam pengelolaan organisasinya. keberadaan Amarah Islam Afghanistan tidak diakui PBB karena Taliban mengabaikan hak asasi manusia dan supremasi hukum.

Pada masa tersebut, hukum diatur oleh Kementerian Amar bil Ma’ruf wa Nahi an al-Munkar. Kementerian ini menegakkan hukum Syariah Islam yang sangat ketat. Mereka menolak modernitas sehingga menyebabkan rakyat Afghanistan kehilangan hak-hak kemanusiaannya. Meskipun demikian, Taliban tetap percaya diri dalam memperkenalkan kekuasaannya yang berkedok Islam.

Taliban dan Pembunuhan Perempuan

Pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Taliban tidak hanya diartikan sebagai pembunuhan secara fisik akan tetapi juga termasuk pengekangan, perampasan kehidupan perempuan. Ketika Taliban kembali lagi berhasil merebut Afghanistan pada tahun 2021 silam, menjadi titik balik kegelapan yang dialami oleh perempuan.

Periode ini, setelah kembali merebut Afghanistan, Taliban kembali hadir dengan peraturan/kebijakan yang banyak ditentang oleh masyarakat dunia. Kebijakan tersebut semakin banyak mendapatkan penolakan karena berkaitan dengan perempuan. Setidaknya ada beberapa kebijakan yang sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai Islam, di antaranya:

Pertama, perempuan boleh ke pasar namun harus ditemani oleh mahram atau laki-laki dari anggota keluarganya.

Kedua, perempuan belum boleh bertemu laki-laki di atas 12 tahun yang bukan anggota keluarganya.

BACA JUGA  Idulfitri: Rajut Silaturahmi dengan Sikap Toleran Antarumat Beragama

Ketiga, perempuan hanya boleh mendapatkan pendidikan di sekolah khusus perempuan, bukan sekolah umum, serta hanya boleh diajar oleh guru perempuan.

Keempat, perempuan tidak boleh menggunakan make-up, cat kuku ataupun kutek. Tidak hanya itu, para perempuan tidak diperkenankan untuk menggunakan hak sepatu tinggi agar tidak terdengar langkah kakinya oleh lawan jenis.

Kelima, perempuan tidak boleh bekerja di ruang publik. Kebijakan tersebut dibantah oleh Taliban. Meskipun demikian, berdasarkan sejumlah laporan menyebut perempuan Afghanistan yang bekerja di ruang publik seperti perbankan, PNS, dikawal oleh Taliban saat pulang ke rumah. Hal ini tentu membuat sangat tidak nyaman dan berpengaruh terhadap keamanaan perempuan itu sendiri.

Keenam, perempuan wajib menggunakan burqa agar tidak memamerkan kecantikannya. Apalagi ketika berinteraksi dengan lawan jenis di luar rumah. Kewajiban ini akan menghambat perempuan yang bekerja menjadi jurnalis, penyiar TV ataupun pekerjaan lain yang mengharuskan perempuan berinteraksi kepada publik.

Ketujuh, perempuan harus berbicara dengan suara pelan, apalagi ketika berada di tempat umum. Bahkan, para perempuan tidak boleh menjadi model produk, ataupun tidak boleh ada di sampul buku dan poster apapun.

Kedelapan, perempuan diizinkan untuk menggunakan gamis dan niqab ketika belajar di perkuliahan. Kondisi kelas di perkuliahan harus dipisahkan jenis kelamin, atau setidaknya dihalangi dengan tirai.

Kondisi ini diperparah dengan kebijakan Taliban yang tidak memberikan izin kepada para sopir untuk tidak mengantarkan penumpang perempuan apabila tidak menggunakan burqa. Kebijakan ini sangat tidak manusiawi dengan adanya penemuan mayat perempuan tanpa menggunakan burqa. Peremouan-perempuan tersebut dibunuh oleh Taliban karena tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan.

Alih-alih ingin menciptakan dunia yang damai dan tentram dengan membuat kebijakan yang katanya sesuai dengan syariat Islam, Taliban justru menerapkan kekerasan terhadap perempuan dengan melakukan permerkosaan, penculikan, dan perkawinan paksa. Tidak tanggung-tanggung, hukuman bagi masyarakat yang menentang terhadap kebijakan Taliban akan mendapatkan cambuk, rajam, penghinaan publik bahkan hukuman mati. Sampai disini kita memahami bahwa Taliban tidak berhasil mendirikan negara Islam. Citra bagi kelompok yang mencita-citakan pendirian negara Islam tercoreng oleh Taliban.

 

 

 

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru