27.6 C
Jakarta
Array

Pembela Agama dan Agama yang Sudah Sempurna

Artikel Trending

Pembela Agama dan Agama yang Sudah Sempurna
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ada kisah menarik mengenai pasukan Abrahah yang berusaha masuk ke kota Mekah guna menghancurkan Ka’bah. Orang kafir Quraisy yang memeluk agama hanif, menganggap Ka’bah sebagai tempat bersemayam Tuhan. Mereka merasa khawatir akan perbuatan raja Abrahah. Akhirnya mereka berkumpul dan bersepakat mengutus salah satu dari mereka untuk bernegosiasi dengan raja Abrahah. Tepilihlah Abdul Muthalib yang dianggap orang paling tersohor dan mulia di antara mereka.

Alih-alih melindungi Ka’bah, Abdul Muthalib malah menggunakan kesempatan itu untuk menagih 200 ontanya yang dahulu pernah dirampas oleh pasukan Abrahah. Sontak, hal ini membuat Abrahah dan orang-orang disekitarnya kebingungan akan sikap Abdul Muthalib.

Abrahah kemudian mengembalikan ontanya seraya berkata “Mengapa engkau lebih memilih bisnis dan urusan ekonomimu dibandingkan mempertahankan rumah Tuhanmu?” Abdul Muthalib berkata “200 onta ini adalah hakku, dan sudah kewajibanku untuk menjaga dan mempertahankannya. Sedangkan Ka’bah adalah rumah Tuhan, di mana Tuhan sendiri yang akan menjaga dan mempertahankannya.”

Dengan sombongnya Abrahah berkata “Tuhanmu sudah tidak bisa mempertahnkan Ka’bah, dan aku akan menghancurkannya beberapa saat lagi.” Abdul Muthalib menjawab “Lihatlah nanti.” Di akhir cerita, Allah mengutus burung Ababil untuk melindungi Ka’bah dari gempuran pasukan Abrahah. Akhirnya Ka’bah berhasil diselamatkan dan pasukan Abrahah berhasil dihancurkan.

Dari kisah ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa agama Islam tidak bisa dinista dan Tuhan tidak perlu dibela. Tuhan mempunyai kuasa besar dibandingkan kita untuk melindungi dirinya dan segala sesuatu yang berkaitan denganNya.

Keluhuran Agama Islam

Pada dasarnya, Islam adalah sebuah ide dan ajaran yang sangat suci. Maka ia tidak akan pernah bisa dinistakan, dihina, apalagi diperlakukan tidak baik. Seandainya ada seseorang yang melemparkan tuduhan kepada Islam, maka tuduhan itu akan segera kembali kepada si penuduh. Karena sesuatu yang suci tidak akan bisa dihina, malahan penghinanya sendiri yang merasa terhina sebab perbuatan buruknya itu.

Oleh karena itu, banyak orientalis dahulu merasa kecewa ketika berusaha menemukan celah dan kelemahan Islam. Selain agama Islam sudah sempurna, sarjana Muslim juga berhasil membentengi kritik-kritik orientalis itu. Sehingga kritik itu tidak akan pernah menemui kebenarannya. Umat Islam mudah sekali menemukan sanggahan terhadap mereka.

Maka yang paling mungkin mencemarkan citra Islam, bukan ajarannya, seringkali adalah umat Islam itu sendiri. Dirinya dianggap sebagai subjek yang menggambarkan agama tersebut. Ketika umat Islam menafsirkan ajaran agama dengan salah, berarti ia telah mencederai agamanya sendiri. Walau pun ajaran Islam tidak bisa hina, namun citranya bisa rusak akan kesalahan penafsiran umatnya.

termasuk, misalnya, tafsiran eksklusivisme, yang memonopoli kebenaran sekadar dalam golongannya sendiri. Seakan menjadi representasi agama Islam, padahal yang dilakukannya tak lebih sekadar agenda politik terselubung. Akhir-akhir ini yang demikian sudah menjadi lumrah. Tidak sedikit kalangan yang mengatasnamakan pembelaan kepada Islam, namun sejatinya, justru mencederai citra Islam itu sendiri.

Imej Fundamentalis

Di zaman modern ini, kita banyak melihat penafsiran keliru akan agama Islam. Di mana agama dipahami sebagai sebuah hukum yang siap menghakimi siapapun yang berseberangan dengannya. Islam pun kian tampil keras dan berwajah garang terhadap perbedaan. Agama kian dibuat tak berdaya oleh amoralitas tak berbudaya kelompok radikal.

Maka orang-orang yang ingin menghancurkan Islam membentuk Taliban, Al-Qaeda, serta ISIS untuk menafsirkan Islam secara salah. Kemudian melakukan teror yang mengatasnamakan Islam dengan ideologi yang menyimpang dari nilai-nilai damai dan kasih-sayang Islam. Akhirnya citra Islam menjadi buruk dan timbul rasa takut di antara kalangan non-Muslim akan ajaran agama Islam itu sendiri.

Sebagai umat Muslim, tentu kita bertanggung jawab atas nama baik agama yang dipeluk. Kita pun harus bersikap terbuka terhadap mereka yang bertentangan dengan Islam. Menjelaskan agama Islam secara baik, bukan melalui perang dan pemaksaan.

Ketika umat lain melakukan kritik terhadap agama Islam, janganlah kita terburu-buru bertindak anarkis kepada orang tersebut. Tepislah kritikan tersebut dengan cara yang baik dan lebih agamis. Jika kritikan itu berhubungan langsung dengan diri kita, maka buatlah diri kita lebih baik lagi. Dan jika kritikan tersebut berkaitan dengan ajaran agama, bantahlah melalui ruang akademik, dengan mengutarakan pendapat yang sesuai dan tidak melukai pengkritik tersebut.

Dengan begitu ancaman kerusakan agama Islam dari umatnya sendiri dapat dihindari. Agama Islam yang sudah menjadi agama sempurna, tak layak dicemari oleh keburukan tingkah laku umatnya sendiri. Maka menjaga perilaku merupakan kewajiban besar yang menentukan citra agama di mata seluruh umat manusia.

Tragedi bom bunuh diri yang terjadi di Mapolrestabes Medan, misalnya, merupakan kepuasan pelaku merasa telah membela agama Islam dari polisi. Polisi mereka anggap taghut, sehingga harus diperangi. Mereka merasa membela Islam, padahal sejatinya tengah mengahancurkan imej kesempurnaannya, menggantinya dengan imej fundamental. Padahal Islam sudah sempurna, tanpa ia perlu ledakkan dirinya, membuat korban nyawa.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru