Harakatuna.com.
Jakarta-Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam)
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menemui Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin,
Jumat (3/1). Dalam pertemuan tersebut, Lakpesdam PBNU tersebut memberikan
masukan kepada wapres terkait
perlunya mekanisme pencegahan radikalisme dalam
proses rekruitmen aparatur sipil negara (ASN).
“Kami memberikan input bahwa di dalam proses rekrutmen CPNS itu harus ada tool atau mekanisme yang bisa
digunakan untuk menyaring CPNS yang tidak terpapar radikalisme, kami sampaikan
itu,” ujar Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad di Kantor Wakil Presiden,
Jakarta, Jumat (3/1).
Menurutnya, selama ini belum ada kebijakan yang mendorong kementerian maupun
lembaga untuk inisiatif menggunakan wawasan antiradikalisme dalam proses
rekruitmen calon pegawai negeri sipil (CPNS). Karena itu, Lakpesdam menawarkan
konsep tersebut kepada Wapres Ma’ruf.
“Beliau merespons sangat baik karena wapres diserahi mandat oleh presiden
salah satunya mengkoordinasikan melakukan pencegahan terhadap radikalisme. Dan
apa yang tadi kami berikan wapres menjanjikan akan dikoordinasikan terutama
dengan BNPT melakukan pencegahan radikalisme,” ujar Rumadi.
Rumadi menjelaskan konsep dari wawasan antiradikalisme yang menggunakan tiga
konsep. Pertama, soal komitmen kebangsaan, ada beberapa pertanyaan yang bisa
digunakan untuk melihat dan mengindikasikan apakah orang tersebut memiliki
komitmen atau kebangsaan atau tidak.
Kedua, lanjut Rumadi, konsep soal toleransi yang meliputi apakah orang tersebut
diindikasikan mempunyai sikap toleransi.
“Bagaimana orang itu bisa hidup bersama dengan orang lain apakah dia punya
musuh nggak dengan orang lain yang berbeda dengan dia, apakah dia merasa nyaman
kalau dia hidup berdampingan dengan orang yang berbeda agama,” ujar
Rumadi.
Sementara, ketiga, adalah soal antiradikalisme. Menurutnya, antiradikalisme
yang dimaksud adalah, apakah orang tersebut dapat dikategorikan mendukung
kekerasan atau tidak.
“Semua itu kami kemas di dalam instrumen-instrumen yang bisa digunakan
untuk menyaring apakah CPNS ini beresiko atau nggak dengan persoalan-persoalan
radikalisme,” ujarnya.
Selain melalui rekruitmen CPNS, Rumadi juga berharap konsep itu juga bisa
digunakan dalam Diklat kementerian atau lembaga maupun dalam seleksi dan proses
promosi jabatan PNS ke tingkat eselon yang lebih tinggi.
“Itu yang kita dorong supaya ke depan bukan hnaya CPNS tapi juga tadi
disampaikan bahwa untuk promosi jabatan misalnya dari eselon 4 ke eselon 3
menjadi eselon yg lebih tinggi, itu perspektif ini juga harus digunakan untuk
melihat apakah orang ini layak untuk promosi jabatan atau tidak,” kata
dia.