Kiai Said mengimbau kepada masyarakat siapapun yang menang dalam pesta demokrasi pemilihan presiden 2019 harus diterima dengan lapangan dada. Bahkan, NU sangat menghormati betul kinerja dari penyelenggara baik dari Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan juga aparat keamanan baik Polri maupun TNI.
“Mari kita teruskan, jaga keamanan dan perdamaian agar nanti yang menang siapapun yang menang, itu lah presiden kita. Harus kita terima dengan dewasa dan lapang dada, besar hati. NU percaya pada KPU, Bawaslu, TNI dan Polri,” katanya.
Sejalan dengan NU, Muhammadiyah juga mengimbau kepada warga Muhamadiyah agar tidak ikut aksi 22 Mei 2019. Hal ini dikatakan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Sabtu (18/05/2019). Ia berharap anggota Muhammadiyah justru bisa menjadi contoh dalam berdemokrasi.
Menurutnya, pengerahan massa pada 22 Mei justru dapat berisiko menimbulkan benturan dan konflik horizontal. Karena itu, ia meminta agar semua pihak hendaknya dapat menahan diri. Selain itu, pemilihan Presiden adalah proses seleksi kepemimpinan yang biasa dilakukan Indonesia. Proses pemilihan Presiden, jelas Mu’ti, berlangsung secara konstitusional, terbuka, jujur, dan adil.
Penyelenggara pemilu, menurut Mu’ti, juga telah bekerja profesional, netral, dan transparan. Bahkan, mereka juga kooperatif menerima masukan, segala kesalahan telah diperbaiki, dan dugaan adanya kecurangan sudah dilakukan pemilihan ulang kembali.
Jika ada keberatan terhadap hasil pemilu, Mu’ti menyarankan, hendaknya diselesaikan secara hukum. Pengerahan massa dalam bentuk apapun dan oleh siapapun hendaknya dihindari.
“Muhammadiyah juga menghimbau aparatur keamanan untuk tidak represif. Pendekatan persuasif melalui komunikasi personal dan institusional harus dilakukan. Pendekatan yang militeristik dan pre-emptive berpotensi menimbulkan benturan antara aparat dan rakyat,” kata Mu’ti.