32.1 C
Jakarta

Nasionalisme Populis, Cara Menangkal Gaya Baru Radikalis

Artikel Trending

KhazanahPerspektifNasionalisme Populis, Cara Menangkal Gaya Baru Radikalis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pada pertengahan April 2023 silam, Indonesia dimasuki oleh jerjaring Katiba Tawhid wal Jihad (KTJ). Organisasi yang satu ini merupakan kelompok yang memiliki relasi dengan Al Qaeda. Katiba Tawhid wal Jihad sebelumnya dikenal dengan Jannat Oskhiklari. Organisasi teroris yang beroperasi di bawah payung Front Al-Nusrah.

Jejaring ini masuk ke Indonesia diduga terlibat aktivitas propaganda terorisme di media sosial. Di samping lain, mereka menjaring kelompok atau orang yang memiliki kesamaan visi dalam rangka melakukan aksi teror.

Dewasa ini Indonesia sebagai negara majemuk masih mengalami ketegangan antarkelompok agama. Belum lagi, potensi penyebaran radikalisme, terorisme, intoleransi, kekerasan ekstrem, diskriminasi dan upaya lain yang dapat merusak keutuhan bangsa Indonesia masih marak terjadi pada bangsa kita.

Kasus-kasus demikian menorehkan Indonesia menjadi Flawed Democracy yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat ke-52 dunia dengan skor 6,71 dengan kualitas demokrasi yang cacat (flawed democracy).

Guna menjawab persoalan ini setidaknya Indonesia sudah berusaha melakukan beragam upaya baik pencegahan maupun penanganan. Mulai dari kurikulum pendidikan, pemberdayaan kelompok masyarakat, pendidikan sekolah yang berbasis moderat dan penerapan undang-undang pelaku terorisme.

Sebagai wacana proyeksi tandingan deradikalisasi spirit nasionalisme populis ada baiknya kembali diulas agar generasi muda Indonesia tidak terjerat seperti beberapa kasus di atas.

Menurut Benedict Anderson, nasionalisme adalah konsep imagined community. “The nation it is an imagined political community. It is imagined because the member of even the smallest nation will never know most of their fellow members, meet them or even hear of  them, yet in the minds of each lives the image of the communion.”

Nasionalisme adalah konsep masyarakat yang dibayangkan. Bangsa itu adalah komunitas politik yang dibayangkan..dibayangkan karena anggota bangsa yang paling kecil sekalipun tidak akan pernah mengenal sebagian besar sesama anggotanya, bertemu atau bahkan mendengar tentang mereka, namun dalam benak setiap kehidupan tergambar gambaran tentang persekutuan.

Benedict Anderson memandang bangsa adalah sebuah komunitas yang dibayangkan dalam keterikatan sebagai comradeship, persaudaran yang horisontal, dan mendalam. Dia lahir bukan atas dasar ras, agama atau daerah. Tetapi pada persaudaraan dan cita-cita bersama dalam sebuah komunitas yang bernama Negara, sebagai the land of promises (tanah harapan).

Dalam pandangan inilah bahwa kewargaan bukan sekedar gagasan di mana ia menjadi anggota satuan politik yang disebut negara semata. Kewargaan memiliki hak-hak aktif, hak mengklaim, hak memiliki identitas kultural, berkeseteraan, dan memperoleh kesejahteraan. Prinsip-prinsip kewargaan tersebut ibarat suplemen yang menentukan sehatnya sebuah bangsa, bahkan eksistensinya di mata warga negara.

Menegakan nilai-nilai dan prinsip kewargaan (citizenship) adalah cara yang paling baik untuk menjaga kohesi dan keutuhan bangsa. karena basis nilai kewargaan adalah Bangsa. Seperti yang dikatakan Benedict Anderson diatas tadi. Maka dari itu, pengelolaan hak-hak kewargaan berdampak besar kepada sebuah bangsa.

Mereka berhak memiliki kebebasan beragama dan keyakinan yang dianut tanpa adanya pemaksaan dari pihak manapun. Saat negera gagal mengakomodir hak-hak seperti demikian dan gagal menemukan formula pluralismenya, apa yang dikatakan JS. Furnivall, menjadi alarm pengingat bahwa ‘’Bangsa ini akan terjerumus ke dalam anarki jika gagal menemukan formula pluralismenya’’.

Negara seperti sebuah rumah, di mana kita tinggal di dalamnya. Kita tidak sendirian di rumah tersebut, tetapi bersama dengan penghuni lainnya. Kita memiliki hak di rumah tersebut mulai dari tidur, menonton televisi, belajar dan melakukan aktivitas lain. Orang lain yang tinggal di rumah tersebut juga mempunyai hak yang sama dengan Kita.

BACA JUGA  Mengubur Egoisme Politik, Mewujudkan Indonesia Harmoni

Dari mana hak tersebut didapat? Dari pemilik rumah. Kita (dan penghuni lain) mungkin melakukan kontrak dengan pemilik rumah. Dengan kontrak tersebut, pemilik rumah berkewajiban memenuhi hak-hak Kita seperti perabot rumah, penerangan, air bersih, tempat ibadah, saluran televisi dan hak-hak lain. Pemilik rumah berkewajiban menjamin agar semua hak-hak Kita terpenuhi. Karena Kita tinggal bersama dengan orang lain di dalam rumah itu, kemungkinan terjadi konflik.

Konflik muncul karena setiap orang ingin agar haknya dipenuhi tanpa memperhitungkan kepentingan dan hak orang lain. Kita misalnya memiliki hak menonton televisi, tetapi ketika semua penghuni rumah menyalakan pesawat televisi, yang terjadi kemudian listrik padam karena kelebihan daya listrik.

Ketika kita menggunakan hak, mungkin saja akan menyebabkan terhalang atau terganggunya orang lain. Ketika kita menonton televisi, tetangga sebelah kamar Kita yang sedang belajar mungkin saja terganggu.

Pada titik ini dibutuhkan sebuah kesepakatan di antara penghuni rumah. Kesepakatan itu merupakan konsensus bersama yang diikuti oleh penghuni rumah. Konsensus diperlukan sebagai paduan bersama dan agar tidak terjadi konflik di antara penghuni rumah.

Teori demikian memiliki relasi dengan teori Jhon Rawls. Bagi Rawls pluralisme dibedakan menjadi dua. Pertama, reasonable pluralism. Di sini kelompok yang berbeda bersedia beragumentasi dan berkrompomi. Tentu saja, tentang keyakinan moral inti dan keagamaan sebuah komunitas tidak bisa tawar-menawar.

Akan tetapi, tentang kerangka hidup bersama dengan komunitas lain mereka bersedia mempertimbangkan pelbagai sudut, untuk tidak memutlakkan cita-cita mereka sendiri. Kelompok mempunyai kesediaan untuk membuka diri dan berkompromi dengan kelompok lain demi cita-cita bersama.

Kedua, unreasonable pluralism. Pada kondisi kedua ini, kelompok-kelompok mempunyai pandangan yang eksklusif, merasa paling benar, dan karena itu menutup diri untuk berkompromi, dan tidak menerima pluralitas. Konsensus tumpang tindih hanya akan muncul dalam masyarakat di mana terdapat reasonable pluralism.

Gerakan ekstremitas seperti Katiba Tawhid wal Jihad (KTJ) dan kelompok terorisme lainnya merupakan gerakan yang meneriakkan semangat penafsiran agama secara tunggal. Mereka merupakan potret keberagamaan yang gagal. Kegagalan ini disebabkan kekeliruan dalam memahami simbol-simbol agama. Tentu berdampak besar kepada kemajemukan yang sudah terbentuk.

Jika kita menggunakan teori Rawls, Pancasila merupakan konsesus tumpah tindih (overlapping consesus) artinya kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, norma dasar, cita hukum, cita negara, dasar filsafat negara, Pancasila mampu merangkul beragam kemajemukan yang ada pada bangsa Indonesia.

Konsep Everyday Nationalism ala Bonibowski salah satu cara memarketingkan Pancasila dewasa ini bagi generasi milenial. Konsep nasionalisme kontemporer dan populis, bukanlah nasionalisme yamg terjebak dalam memori masa lalu. Pengenalan dan pemahaman Pancasila sangat dibutuhkan, tetapi hal ini seharusnya dengan pemikiran kritis tentang kesesuainya dengan masa kini, terlebih dengan adanya terpaan globalisasi.

Menurut Denny JA di era saat ini, Pancasila harus diposisikan dalam konteks kekinian, dalam lingkungan dunia yang menghargai hak asasi dan keragaman. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa ditafsirkan agama sebagai spirit dan sumber nilai moral. Sila Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, ditafsirkan kemanusiaan (internasionalisme), penerimaan terhadap hak asasi manusia yang bersifat universal.

Sila ketiga, persatuan Indonesia, ditafsirkan persatuan yang menghargai keragaman. Sila keempat ditafsirkan sebagai demokrasi Pancasila dan demokrasi permusyarakatan. Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ditafsirkan semangat ekonomi Pancasila yakni negara kesejahteraan (welfare state).

Demikian adanya, demikian baiknya.

Anja Hawari Fasya
Anja Hawari Fasya
Sahabat Juang Keberagaman Umat Jaringan Subang. Minat dalam kajian literasi, kajian Filsafat, keislaman dan seputar isu toleransi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru