28.4 C
Jakarta
Array

Menulis Memangnya Harus Baper?

Artikel Trending

Menulis Memangnya Harus Baper?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Baperan, lu. Kayak penyair aja.”

“Dikit-dikit baper. Emangnya lu lagi mau nulis cerpen?”

“Ya elah lu bukan penulis kali. Ngapain baper amat jadi orang.”

Baper, kata yang kini dianggap bernada negatif. Kata ini jadi berlebihan penggunaannya. Konteks pemakaiannya pun jadi salah kaprah. Akibatnya terjadi pergeseran makna dari suatu tindakan.

Generasi kiwari sedikit-sedikit langsung menghakimi orang lain sebagai pribadi yang “baperan” ketika orang tersebut golongan yang peka, mudah iba, sensitif perasaannya, dan peduli pada sekeliling. Padahal memang salah ya menjadi manusia yang memerhatikan kondisi sesama?

Karena citra yang buruk soal baper, imbasnya masyarakat mulai cuek dan apatis. Menanggalkan kebiasaan untuk menanyakan kabar orang sekeliling. Abai dengan perubahan-perubahan lingkungan terdekat. Masa bodoh dengan pencapaian orang sekitar. Enggan menggubris masukan ataupun pujian yang dilontarkan orang. Perilaku seperti ini malah menjurus pada hilangnya unsur kemanusiaan kita.

Yang menyebalkannya lagi, baper diasosiasikan pada hobi tertentu, misalnya seorang yang gemar menulis pasti melekat sifat bapernya. Lantas seperti apa kita sebagai seseorang yang punya ketertarikan dengan menulis menanggapi hal tersebut?

Jawab saja dengan santai begini, lumrah dong sebagai manusia kita baper. Hewan saja dibekali perasaan oleh penciptanya, masa manusia yang makhluk sempurna tidak memakai perasaannya. Toh apapun yang kita lalui pasti melibatkan perasaan supaya bisa memosisikan diri dan memandang tidak dari satu sisi.

Lagipula, kegiatan menulis memang membutuhkan perasaan. Semakin terasah kemampuan untuk membuka perasaan, semakin mengalir tulisan yang dihasilkan. Apalagi menulis terbilang aktivitas yang harus menadah rasa yang berkeliaran di luar sana.

Jelas, penulis mesti terbawa perasaan. Kalau tidak begitu, bagaimana ia bisa meyakinkan pembacanya untuk mau larut dalam tulisan yang dibuat. Jika penulisnya saja merasa hambar dengan karyanya.

Untuk memadukan antar kata pun membutuhkan perasaan. Supaya makna dan rima saling bertaut dengan apik. Pembaca pun akan tergugah untuk menuntaskan membaca sampai akhir.

Kalian kira semacam Dee Lestari hanya menajamkan logika ketika menelurkan sebuah adikarya monumental semacam Supernova? Dee Lestari juga mengolah perasaannya. Menangkap pesan dari semesta yang menjadi gagasan dalam tulisannya. Kalau perasaannya dibiarkan kaku, mana bisa ide sekeren Supernova tergali.

Menjadi insan yang baperan juga membantu para penulis menyelami kehidupan dari tokoh yang bakal ia tuliskan. Entah itu tokoh rekaan fiksi atau kisah nyata, penulis harus bersedia terhubung secara perasaan maupun pikiran dengan tokoh buatannya. Ini dilakukan dengan cara observasi.

Misalnya mencari rujukan di perpustakaan, berselancar di dunia maya, atau bahkan menelusuri langsung ke tempat kejadian. Dan penulis memang harus terbiasa untuk menumpang tinggal di kawasan yang didiami tokoh ciptaannya. Supaya penulis bisa memetik gambaran perasaan yang dialami sang tokoh secara lebih detail.

Lalu kita mesti bisa membedakan kalau baper itu tak semata soal cinta-cintaan. Perasaan yang ingin ditanam dalam tulisan tak melulu soal drama atau roman picisan yang mellow. Bagaimana penulis bisa menyelipkan rasa-rasa yang lain, seperti sedih, marah, bimbang, senang, puas, ambisi, tercundangi, emosi, dan kompetisi.

Dengan begitu, masyarakat tidak lagi malu untuk menunjukkan dan menyampaikan ganjalan perasaannya. Sebab sudah ada contoh nyata dari karya-karya penulis yang berhasil mendobrak citra “baper”. Maksudnya, baper bisa membawa seseorang menjadi lebih berprestasi dan menonjol.

*Shela Kusumaningtyas, Alumnus Ilmu Komunikasi Undip, Bergelut dalam dunia tulis.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru