Harakatuna.com – Bentrokan Bitung menampar dada masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, selama ini Bitung dianggap kota paling toleran nomor tiga di Indonesia. Menurut catatan indeks kerukunan beragama yang diluncurkan oleh Kementerian Agama pada 2022 menyebutkan, bahwa Bitung menduduki peringkat ketiga terbaik nasional.
Artinya, kota Bitung memang kota toleran dan mampu meredam konflik selama bertahun-tahun lamanya. Cuma, hari ini, ada pihak-pihak yang barangkali memainkan isu agama sehingga memunculkan sentimen agama dan memunculkan bentrokan berbasis agama.
Namun, kalau pun benar bentrokan Bitung dipicu oleh sentimen agama terkait isu Palestina-Israel, justru itu adalah pemahaman yang keliru. Sebab, warga Palestina banyak yang beragama Kristen. Sedang Israel tidaklah semuanya Yahudi. Dan dua-duanya warganya juga banyak yang muslim.
Jadi asoiasi bahwa Palestina adalah muslim karena mayoritas yang menjadi sasaran adalah kelompok Muslim itu tidak benar. Sementara Kristen dianggap orang yang melakukan okupasi di Gaza adalah kekaburan dalam melihat masalah Palestina-Israel. Yang pasti konflik Palestina-Israel bukanlah konflik soal agama, melainkan soal politik.
Aneh rasanya, ketika sebuah kelompok ingin meredam atau merespons konflik dengan cara berkonflik. Menurut padangan banyak orang, ini jatuhnya bukan persoalan kalah dan menang. Tetapi justru malah menjadi lahan basah komoditas politik.
Oleh sebab itu, banyak pihak meminta agar pemicu bentrok tersebut dideteksi dan ditangani secara konstruktif agar tidak dipolitisasi dan mencegah potensi konflik serupa di masa depan. Misalnya, Ismail Hasani, dari Setara Institute, mengatakan kalau pun bentrok tersebut benar-benar dipicu oleh isu Palestina-Israel, maka itu adalah imbas dari pemahaman keliru yang mengaitkan konflik Bitung dengan sentimen agama.
Karenanya, sentimen agama harus diredam dengan cara-cara menyatukan tekad dari antar kepala suku di Bitung. Dan beberapa provokator harus diadili secara adil dan transparan. Bersyukurnya, polisi telah menangkap sembilan orang tersangka dan diminta pertanggungjawaban atasnya.
Kini saatnya pihak-pihak terkait mencari cara bagaimana menyelesaikan konflik Bitung dengan cara damai dan beradab. Tokoh-tokoh masyarakat harus menyatakan sikap dan sepakat untuk mengakhiri konflik secara damai. Sebab perdamaian di atas segala-galanya.
Kedamaian harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sikap dan pernyataan damai tidak boleh ada dusta di persimpangan jalan. Dan secara nyata tidak boleh ada dendam berkelanjutan. Siapa saja yang ingin hidup di Indonesia, berarti dia sudah siap menjaga kerukunan dan perdamaian.