30.8 C
Jakarta

Mengapa Yaman Dilanda Konflik Berkepanjangan?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahMengapa Yaman Dilanda Konflik Berkepanjangan?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Yaman merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang diterpa Arab Spring sejak 2011. Gerakan protes di Yaman, diawali dengan tuntutan reformasi politik dan ekonomi yang meliputi perbaikan kondisi ekonomi, pemberantasan korupsi, dan pengangguran. Namun yang terjadi pasca Arab spring adalah kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan, masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, dan krisis kemanusiaan, serta konflik kepentingan yang memakan banyak korban dan konflik yang tak kunjung usai.

Padahal Yaman adalah negara yang mempunyai peradaban dan sejarah kebudayaan Islam yang sangat kuat. Sarah Phillips dalam bukunya Yemen’s Democracy Experimen in Regional Perspective: Patronage and Pluralized Authortarianism, menjelaskan ketika Islam masuk ke Yaman pada tahun 630 M melalui Ali bin Abi Thalib yang diutus oleh Nabi Muhammad saw, pada saat itu Yaman termasuk wilayah yang paling maju di kawasan Jazirah Arab. Bahkan, Yaman menjadi salah satu negara di Jazirah Arab dengan peradaban tertua di dunia, atau pada zaman dahulu wilayah ini disebut dengan kerajaan Saba’ yang sangat tersohor dengan kekayaan alamnya.

Dalam perjalanan sejarahnya, Yaman pernah berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani, yaitu abad ke 16 M. Setelah itu, Yaman sempat ditaklukkan oleh kelompok Syi’ah Zaidiyyah di bawah pimpinan Yahya Muhammad Hamiduddin. Sejak itulah, kelompok Syi’ah Zaidiyyah menjadikan Yaman Utara sebagai pusat pemerintahannya. Dan sepanjang sejarahnya, Yaman Utara dan Yaman Selatan sering terlibat konflik. Yaman Utara mendapatkan dukungan dari Arab Saudi, sedangkan Yaman Selatan mendapatkan suplai senjata dari Uni Soviet.

Pada tahun 1990 M, Yaman Utara dan Yaman Selatan menyepakati penyatuan yang juga disetujui dengan adanya referendum pada Mei 1990. Dan Ali Abdullah Saleh terpilih menjadi presiden Yaman yang pertama, setelah bersatunya Utara dan Selatan. Walaupun sudah bersatu, ternyata kedua kawasan tersebut masih sering terlibat konflik. Konflik juga dilatar belakangi krisis ekonomi yang terjadi di Yaman pada tahun 1991 M. Dan terkadang, konflik juga diseret ke konflik kelompok kegamaan antara Sunni vs Syi’ah.

Sebelum terjadi gelombang Arab Spring, di Yaman sudah pernah terjadi pemberontakan pada tahun 1993 M yang dilakukan oleh wakil presiden saat itu, yaitu al-Bayadh. Al-Bayadh juga membentuk Republik Demokratik Yaman baru yang berpusat di Aden. Akibatnya, terjadi perang sipil antara Yaman Utara dan Yaman Selatan. Namun, pada 7 Juli 1994 pasukan Ali Abdullah Saleh berhasil menguasai Aden dan mengakhiri konflik. Jika dirunut akar sejarah konflik yang terjadi di Yaman, begitu panjang dan kompleks. Namun krisis kemanusiaan dan konflik yang tak kunjung usai di Yaman saat ini, setidaknya bermula ketika gelombang Arab Spring menimpa Yaman.

Gelombang Arab Spring dan Konflik Yaman yang Tak Kunjung Usai

27 Januari 2011, gelombang protes mencapai Yaman. Warga menuntut turunnya Presiden Yaman saat itu, Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa selama 33 tahun. Pada awalnya, protes kelompok pemuda berjalan dengan damai, namun sikap represif militer terhadap para demonstran telah menyebabkan aksi damai berubah menjadi konflik bersenjata. Selain itu, kelompok Houthi yang sering kontra dengan Saleh mendapatkan momentum untuk melawan Saleh. Sehingga kelompok ini juga mendukung apa yang dilakukan demonstran, dan pada tahap awal Revolusi Yaman yaitu pada tahun 2011, melalui pemimpinnya yang bernama Abdul-Malik al-Houthi, kelompok Houthi mendukung untuk melakukan demonstrasi dan menyerukan pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh. Para demonstran juga mendapatkan dukungan seorang jenderal pengikut Saleh yang membelot, dan mendukung para demonstran sehingga menambah kompleks konflik antara para demonstran dengan militer rezim.

Protes-protes panjang yang terjadi pun memakan banyak korban jiwa. Dan Keadaan yang terjadi saat itu diperparah dengan aktifnya kelompok Al-Qaeda Semenanjung Arab (AQAP) yang berkonflik dengan Pemerintah Yaman pada dekade 2011 an. Semakin kompleksnya konflik di Yaman disebabkan tidak seragamnya gerakan protes rakyat. Apalagi ada dua kubu militer yang ikut terlibat; Pertama, adalah kelompok pendukung rezim Saleh; Kedua, kelompok pendukung demonstran. Situasi semakin memanas ketika diantara kubu militer didukung oleh kekuatan suku yang terlibat konflik sejak lama, dan menguasai persenjataan.

Sehingga pada 23 November 2011, akhirnya Ali Abdullah Saleh menandatangani perjanjian yang diprakarsai oleh Dewan Kerjasama Teluk (the Gulf Cooperation Council – GCC). Dalam perjanjian tersebut, Saleh akan melakukan transfer kekuasaan kepada wakilnya Abdurrabu Manshur Al-Hadi. Transfer kekuasaan ini pun menambah daftar panjang pergantian rezim di Timur Tengah setelah Ben Ali di Tunisia, Muammar Qaddafi di Libya, dan Husni Mubarok di Mesir. Dan pada 24 Februari 2012, Presiden Ali Abdullah Saleh resmi mundur dari jabatan Presiden Yaman. Dan Wakil Presiden Abdurrabu Manshur al-Hadi kemudian ditunjuk untuk menggantikannya. Penunjukan Manshur al-Hadi sebagai Presiden Yaman langsung mendapat reaksi keras dari AQAP dengan tuduhan antek Amerika Serikat. Setelah kekuasaan Yaman berada di bawah pimpinan Manshur al-Hadi, justru kondisi Yaman semakin tidak jelas. Kelompok Houthi kemudian menuntut Manshur al-Hadi untuk meletakkan jabatannya, karena dianggap tidak becus mengurus negara dan tidak membawa dampak apapun. Namun Manshur al-Hadi mempunyai posisi yang kuat, karena mendapat dukungan kuat dari militer Yaman.

Oleh karena itulah untuk memperkuat dukungannya, Houthi kemudian menggandeng orang yang pernah dimusuhi dan diturunkan, yaitu Ali Abdullah Saleh. Alasannya karena Ali Abdullah Saleh mempunyai loyalis militer yang kuat sehingga Houthi menggandengnya. Dan sisi lain, Ali Abdullah Saleh mau berkoalisi dengan Houthi karena akan bisa mendapatkan kembali tahtanya ketika al-Hadi bisa digulingkan. Dan itulah alasan kenapa mereka yang dulunya saling konfrontasi, kemudian balik bermesraan kembali.

Pada 17 September 2014, pertempuran antara pasukan Pemerintah Yaman dengan Kelompok Houthi berlangsung di tepi ibu kota Sana’a. Pasukan pemberontak menghujani Sana’a dengan serangan mortir. Dan pada 20 September 2014, gedung stasiun televisi milik Pemerintah Yaman dibakar setelah konflik antara pemerintah dengan Kelompok Houthi semakin panas. Beberapa gedung lain juga menjadi rusak parah. 24 September 2014, Perdana Menteri Yaman Salem Basindwa mengundurkan diri sebagai syarat pembicaraan gencatan senjata yang diajukan oleh Kelompok Houthi. Dan PM Salem digantikan oleh Khaled Bahhah. Pada 20 Januari 2015, Kelompok Houthi menyerang Istana Perdana Menteri Yaman setelah sehari sebelumnya menyerang istana kepresidenan.

Sejak 2014, milisi Houthi menguasai sebagian besar negara, termasuk Ibu Kota Sana’a. Konflik semakin memanas dan memakan banyak korban di tahun-tahun selanjutnya. Hingga akhirnya pada 23 Januari 2015, Manshur al-Hadi resmi menyatakan mundur dari jabatan Presiden Yaman, setelah mendapatkan tekanan besar dari oposisi dan juga perlawanan besar dari Houthi. Mundurnya Manshur al-Hadi membuat kekuasaan di Yaman kosong, namun pemerintahan bentukan Kelompok Houthi tidak mendapat dukungan dari warga Yaman. Bahkan Februari 2015, beberapa negara menutup kedutaan mereka di Yaman karena yang semakin buruk.

Ketika kondisi Yaman semakin kacau. Pada 22 Februari 2015, Presiden Manshur al-Hadi justru berhasil melarikan diri dari ibu kota Sana’a dengan bantuan Dewan Keamanan PBB. Namun, Manshur al-Hadi yang sebelumnya mengundurkan diri, justru pada 24 Februari 2015 menarik pengunduran dirinya. Dan pada 23 Maret 2015, dia juga mengumumkan Aden sebagai ibu kota sementara Yaman, sekaligus meminta bantuan dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk untuk memulihkan kekuasaannya di sana. Dari sinilah kemudian serangan negara-negara koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi menyerang dan menghancurkan Yaman, dan saat itulah konflik di Yaman semakin rumit dan berlanjut hingga saat ini.

Dan saat Saudi mulai terlibat dalam konflik Yaman, tentunya Houthi yang mempunyai kedekatan dengan Iran akhirnya juga membutuhkan dukungan. Apalagi koalisi Houthi dengan Abdullah Saleh retak, karena Saleh membelot dan mendukung Manshur al-Hadi yang akhirnya membuat Houthi pun.  Ketika Houthi dianggap mendapat dukungan dari Iran, di situlah Saudi memandang Houthi sebagai ancaman bagi kepentingannya. Sejak saat itulah, Saudi gencar melancarkan serangan udara ke Yaman. Dan peperangan yang melibatkan banyak aktor ini telah menyebabkan banyak sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya hancur. Konflik juga memicu jutaan warga menderita kelaparan. Akses ke fasilitas atau layanan kesehatan semakin sulit.

Selama tahun 2015, koalisi yang dipimpin Saudi meluncurkan kampanye udara yang bertujuan untuk merebut kekuasaan teritorial Houthi. Mereka berupaya menumpas Houthi, dan mengembalikan pemerintahan Presiden Manshur al-Hadi yang diakui secara Internasional ke tampuk kekuasaan melalui bantuan Arab Saudi.

Namun konflik kepentingan yang terjadi di Negeri Waliyullah tersebut, akhirnya banyak merugikan masyarakat Yaman yang ingin hidup damai dan bahagia. Bahkan konflik yang terjadi di Yaman menjadi krisis kemanusiaan terburuk, karena menyebabkan banyak korban, perusakan, kekerasan, dan anarki serta rusaknya berbagai situs bersejarah. Dengan berbagai kepentingannya, para aktor yang terlibat konflik dalam krisis Yaman seperti kelompok Houthi, pemerintahan Presiden Hadi yang didukung koalisi Arab Saudi, kelompok Dewan Transisional Selatan, hingga Al-Qaeda sampai saat ini tak kunjung menyudahi konflik yang merugikan rakyat Yaman tersebut. Dan ini hanyalah gambaran sekilas tentang konflik di Yaman yang tak kunjung usai pasca Arab Spring, dan berujung pada krisis kemanusiaan yang memilukan.

Nur Hasan, Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru