26.2 C
Jakarta

Kontra-Ekstremisme: Agama Islam Melindungi Nilai-nilai Kemanusiaan

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKontra-Ekstremisme: Agama Islam Melindungi Nilai-nilai Kemanusiaan
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Secara umum, Islam dikenal sebagai sebuah Agama Monoteisme yakni kepercayaan kepada Ke-Esa-an Tuhan (men-tauhid-kan Allah Swt.) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan. Orang-orang yang menganut agama Islam disebut “muslim” yang berati orang yang masuk Islam. Muslim juga bisa dimaknai dengan ‘orang yang tunduk dan berserah diri kepada Allah swt’.

Islam sebagai sebuah agama memiliki dua dimensi utama, yakni dimensi teosentris dan dimensi antroposentris. Dimensi pertama menganggap bahwa Allah swt. adalah pusat alam semesta. Artinya, segala hal yang dilakukan manusia semata-mata ditujukan kepada-Nya. Sedangkan dimensi kedua mengisyaratkan bahwa, di samping mengarah pada Ketuhanan, Islam juga hadir demi nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam konteks kehidupan keberagamaan seorang muslim, dimensi ketuhanan dan kemanusiaan tidaklah dapat dipisahkan layaknya dua sisi mata uang. Sebab, keduanya merupakan fondasi (ketuhanan) dan wujud ekspresi (kemanusiaan) keberagamaan muslim. Bahkan, nabi Muhammad saw. telah menyatakan kedatangannya adalah sebagai orang yang memperbaiki keduanya, yakni Ketuhanan dan kemanusiaan.

Nabi Muhammad saw. bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kesalehan akhlak.” Kesalehan akhlak ini merujuk pada dua dimensi agama Islam, yaitu: pertama, akhlak manusia kepada Allah Swt. dalam bentuk kesadaran akan ke-Esa-an Allah dan ibadah-ibadah ritual seperti salat dan puasa; kedua, akhlak kepada makhluk, khususnya manusia, dalam bentuk kesalehan sosial seperti zakat.

Karena alasan itulah, Allah Swt. menegaskan kehadiran nabi Muhammd saw. dengan agama Islam yang dibawanya adalah manifestasi rahmat bagi seluruh alam. Firman-Nya dalam QS. Al-Anbiya ayat 107 yang berbunyi:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Kemanusiaan Adalah Wujud Ekspresi Keimanan Seorang Muslim

Sebagian orang – termasuk segelintir muslim – menyalahpahami Islam sebagai agama yang hanya terpusat pada hubungan manusia kepada Allah Swt. dan menepikan aspek-aspek sosial. Padahal sebenarnya ajaran-ajaran normatif Islam mengatur beragam aspek kehidupan manusia, termasuk sosial-kemasyarakatan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa Islam adalah agama yang paling banyak mengatur tentang persoalan kemanusiaan.

Islam memberikan panduan hidup komprehensif kepada manusia dari aspek yang paling kecil hingga aspek yang paling besar, mulai dari persoalan makan dan minum hingga persoalan bersosial antara sesama manusia. Karena alasan itulah HAR. Gibb, seorang sejarawan asal Skotlandia, menyebut agama Islam lebih dari sekedar teologi melainkan peradaban sempurna (Islam is indeed much more than a theology its complette civilization).

Sebelum Islam datang, masyarakat Arab mengalami dekadensi moral. Oleh sebab itu, mereka disebut sebagai masyarakat jahiliah (bodoh); bukan  dalam arti kurang secara intelektual melainkan rendahnya moralitas. Sebagai contoh, terdapat tradisi di sebagian suku Arab untuk mengubur anak perempuan hidup-hidup karena dianggap sebagai “aib” bagi keluarga. Kala itu sosok anak laki-laki adalah representasi kebanggaan keluarga.

Gambaran lain dekadensi moral Arab pra-Islam adalah supremasi objektifikasi perempuan. Kala itu, kaum perempuan diperlakukan layaknya sebuah barang komoditas yang dapat diperjual-belikan dengan mudah. Banyak penyair yang mendendangkan secara afirmatif fenomena ini dengan penuh kebanggaan. Bahkan, jika seorang laki-laki meninggal, maka istri-istrinya akan diwariskan kepada anak-anaknya (selain ibu kandung).

BACA JUGA  Pancasila dan Perjuangan Buruh: Meretas Jalan Menuju Persatuan dan Kesejahteraan Sosial

Ketika Islam datang, berbagai nilai dan tradisi amoral di masyarakat Arab dihapuskan. Islam mengembalikan nilai-nilai dasar kemanusiaan di tengah-tengah masyarakat Arab, mulai dari kebebasan, kesetaraan, hingga kebersamaan. Bisa dikatakan bahwa Islam hadir dalam ruang sosial masyarakat Arab untuk membentuk realitas sosial baru yang menjunjung tinggi nilai keimanan kepada Allah dan kemanusiaan.

Keselarasan antara ketuhanan dan kemanusiaan, telah menjadi salah satu nilai fundamental sejak awal kedatangan Islam. Karena itulah, tidak jarang nabi Muhamad saw. mengingatkan pada umatnya bahwa kesempurnaan iman seseorang tidak hanya dilihat dari aspek keimanan kepada Tuhan, melainkan juga perbuatan baik kepada sesama manusia. Berbagai sikap penghargaan terhadap kemanusiaan juga beliau tunjukkan sebagai implementasi nyata ajaran Islam.

Saking pentingnya nilai kemanusiaan dalam Islam, nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Bukanlah seorang muslim orang yang kenyang sedangkan tetangganya kelaparan hingga lambungnya (HR. Bukhari).” Dalam kesempatan tersebut, nabi menegaskan bahwa seseorang yang secara sadar membiarkan tetangganya kelaparan tidaklah mencerminkan sikap seorang muslim yang sesungguhnya. Dengan kata lain, seorang muslim dituntut peduli kepada sesama dalam batas kemampuannya.

Dalam kesempatan yang lain, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, tidaklah beriman. Demi Allah, tidaklah beriman, tidaklah beriman!” “Siapa, wahai Rasul?” Tanya sahabat. “Dia yang tidak memberi rasa aman bagi tetangganya dari gangguannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Nabi Muhammad saw. juga mencontohkan bagaimana bersikap baik kepada manusia. Dikisahkan bahwa beliau sering menyuapi seorang pengemis Yahudi nan buta di Madinah, padahal pengemis tersebut sering menghina dan mengolok-olok baginda. Beliau dengan hati yang penuh kasih tetap berlaku baik padanya tanpa rasa marah sedikit pun. Pada akhirnya, pengemis itu mendapatkan hidayah setelah mengetahui perlakuan baginda.

Jika ditelaah lebih jauh, ada banyak dalil – baik Al-Qur’an maupun hadis – dan riwayat yang menerangkan tentang kemanusiaan sebagai wujud ekspresi keimanan seorang muslim. Semua itu mengajarkan kepada umat Islam bahwa menjadi muslim bukan hanya persoalan hubungan diri dengan Allah Swt., melainkan juga hubungan diri dengan sesama manusia di dunia. Tidaklah seseorang layak mengaku muslim, jika ia tidak beriman dan tidak berlaku baik kepada sesama.

Dengan demikian, penghargaan Islam kepada kemanusiaan adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri. Dari sejarah Islam dapat diketahui bahwa Islam banyak melakukan upaya memanusiakan manusia, di antaranya: 1) mengembalikan hak-hak dasar manusia seperti kebebasan, keadilan, dan kesetaraan; 2) mengatur relasi antara individu manusia; 3) membentuk mekanisme perlindungan terhadap individu rentan melalui zakat dan sedekah.

Berdasarkan catatan-catatan di atas, dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam menekankan pada aspek ketuhanan (teosentris) dan kemanusiaan (antroposentris). Kehadiran keduanya dapat dikatakan sebagai wujud sempurna dari keislaman seseorang. Nilai ini perlu direfleksikan oleh umat Islam kontemporer, sudahkah kita – sebagai orang yang beriman; menjunjung tinggi kemanusiaan sebagaimana yang telah diajarkan nabi saw.?

Muhammad Rafi, S.Ag., M.Ag
Muhammad Rafi, S.Ag., M.Aghttps://muhammadrafieducation.wordpress.com/
Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kab. Kotabaru

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru