30 C
Jakarta
Array

Jalan Politik Islam Radikal di Indonesia

Artikel Trending

Jalan Politik Islam Radikal di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Perkembangan organisasi Islam radikal di Indonesia tidak lepas dari urusan politik. Kondisi ini berawal dari diskriminasi yang dilakukan oleh Orde Baru kepada umat Islam. Sehingga umat Islam dalam kancah politik tidak bisa bergerak sesuai dengan harapan.

Kondisi seperti ini dinilai kurang mengakomodasi kepentingan umat muslim secara umum. Meskipun pada saat awal kemerdekaan negara sudah membentuk Departemen Agama Islam dan Pengadilan agama Islam sebagai upaya untuk menghormati dan mengakomodasi kepentingan umat Islam, akan tetapi hal itu disebagian benak umat Islam dinilai kurang mengakomodasi kepentingan umat Islam berskala nasional.

Atas kerisauan inilah muncul banyak organisasi untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam berskala nasional. Agenda besar pun coba dikembangkan dan secara garis besar cara yang ditempuh melalui tiga jalan yaitu reformasi, refolusi, dan revolusi.

Contoh agenda yang coba diusahakan ialah penerapan hukum ta’zir, penerapan perda syariah, dan membangun kesadaran tentang adanya kristenisasi dengan membatasi gerak dari umat Kristiani, dan penentangan terhadap apa yang dianggap sebagai liberalisasi dan penyimpangan agama Islam dengan menuntut negara untuk membatasi wacana pluralisme, liberalisme, dan Ahmadiyah.

Membaca Politik MMI dan FUI

Di antara kelompok yang memiliki agenda tersebut ialah Forum Umat Islam (FUI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). FUI adalah lembaga yang bergerak dalam bidang integrasi antara Islam dan kenegaraan. FUI juga menolak adanya isu liberalisasi, pluralsime, dan kristenisasi. Berbagai upaya untuk menghambat adanya isu tersebut dengan membentuk komunitas-komunitas kecil yang pro syariat.

Dalam perkembanganya, jalan tersebut bisa dikategorikan sebagai jalan reformis. Upaya FUI dalam memperjuangkan agenda di atas dilakukan secara pelan-pelan. FUI beranggapan bahwa dengan dimasukkannya agenda tersebut dalam sistem negara hal itu akan bisa mencakup kepentingan politik umat Islam.

Sedangkan gerakan MMI lebih condong dalam kategori refolusioner. Gerakan yang dilakukan MMI untuk merubah sistem kenegaraan secara total akan tetapi dilakukan secara perlahan. Sistem kenegaraan yang ingin diperjuangkan adalah dengan merubah total undang-undang yang ada dengan Undang-undang dasar yang berdasarkan syariat Islam.

Lembaga yang didirikan oleh MMI untuk mewujudkan cita-cita tersebut dengan mendirikan Komite Persiapan Penerapan Syariat Islam (KPPSI) yang bergerak dalam lingkup lokal. KPPSI pernah dilakukan untuk menerapkan sistem perda syariat di Sulawesi Selatan akan tetapi gagal di tengah jalan. Meskipun di kota atau kabupaten di Sulawesi Selatan sudah ada yang menerapkan sistem syariah akan tetapi itu bukan jaminan untuk bisa merubah sistem berskala regional.

Jalan terakhir yang dipilih oleh gerakan Islam radikal dalam perpolitikan di Indonesia adalah revolusioner. Secara teoritis revolusi terjadi dalam dua kondisi. Pertama, jatuhnya penguasa digantikan dengan penguasa baru, dan kedua diterapkannya sistem yang baru.

HTI di Jalan Radikalisme

Organisasi yang menempuh jalan ini ialah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ideologi Hizbut Tahrir mengajarkan strategi gerakan revolusi damai berjenjang. An-Nabhani, selaku pendiri Hizbut Tahrir, membedakan gerakan yang parsial dan total. An-Nabhani menentang upaya parsial karena hal itu dinilai tidak berhasil mengakomodasi kepentingan umat Islam.

Maka dari itu, An-Nabhani menganjurkan untuk bergerak secara total. Buku yang menjadi panduan gerakan HT ialah Takattul al Hizb, An-Nabhani mengajarkan beberapa prinsip gerakan revolusionernya. Pertama, non-kooperasi. Kedua, pentingnya menjaga ideologi dan sikap non-komromi. Ketiga, menjaga partai bergerak dalam bidang non kekerasan.

Sedangkan jenjang revolusi HTI dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, pembinaan yang bertujuan untuk menghimpun kader-kader inti. Kedua, setelah kader inti dibentuk, kader tersebut akan melakukan dakwah secara terbuka dengan berinteraksi kepada masyarakat yang bertujuan untuk mendeligitmasi politik mapan dan upaya untuk memobilisasi massa. Ketiga, jika dukungan dari berbagai kalangan sudah terbentuk maka hal itu dinilai sudah cukup untuk melakukan peralihan kekuasaan.

Itulah tiga jalan politik umat Islam radikal di Indonesia. Gerakan reformis FUI, gerakan refolusi MMI, dan revolusi HTI hingga hari ini masih ada di sekitar kita. Setidaknya masyarakat tahu bahwa organisasi Islam radikal memiliki agenda dan tujuan masing-masing. Dengan harapan ketika masyarakat sudah sadar maka langkah selanjutnya adalah membendung gerakan-gerakan tersebut karena bertentangan dengan keberagaman bangsa Indonesia.

M. Mujibuddin SM
M. Mujibuddin SM
Alumnus Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru