28.2 C
Jakarta

Inspirasi Digital Native Melawan Intoleransi dan Radikal-Terorisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifInspirasi Digital Native Melawan Intoleransi dan Radikal-Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kebangkitan nasional sebagai titik tolak perjuangan kemerdekaan merupakan peristiwa yang signifikan dalam perjalanan kebangsaan. Pada titik ini, para pejuang bertekad untuk menyatukan keragaman. Harmoni di atas perbedaan, demikianlah ide utama kebangkitan nasional yang melahirkan Boeudi Oetomo pada tanggal 20 Mei tahun 1908 silam.

Setelah kelahiran Boeudi Oetomo, banyak kaum muda mulai menaruh perhatian pada nasionalisme dan perjuangan menuju kehidupan yang bermartabat. Ketidakadilan penjajah terhadap pribumi harus dilawan dengan cara menguatkan rasa cinta tanah air yang sejalan dengan ajaran Islam.

Kabar baiknya, kebangkitan nasional spirit kaum muda membawa pengaruh positif. Bila awalnya perjuangan melawan ketidakadilan penjajah hanya dilakukan secara fisik, namun Boeudi Oetomo berhasil memberikan gagasan bahwa melawan ketidakadilan harus dilakukan dengan diplomasi dan nasionalisme.

Setelah Boeudi Oetomo, bermunculan organisasi di antaranya, Perhimpunan Indonesia, Indische Partij (25 Desember 1912), Muhammadiyah (18 November 1912), Nahdlatul Ulama (31 Januari 1926), dan lain sebagainya. Sebagai organisasi pelopor nasionalisme dan kebangsaan, Boeudi Oetomo berhasil menjadi influencer pemersatu bangsa.

Boeudi Oetomo mengajarkan bahwa kebangkitan menuju masyarakat sejahtera dimulai dari komitmen terhadap toleransi, persatuan, dan rasa cinta tanah air (hubbul wathan).

Digital Native

Meski telah merdeka, namun ancaman penjajahan dan laku-laku ketidakadilan masih merajalela. Bahkan di era post-truth, hoax sengaja diciptakan untuk menanamkan believe yang salah terhadap digital native.

Kaum muda sebagai digital native yang sangat bergantung pada teknologi digital dibombardir tak hanya dengan berita hoaks, namun juga mendapat serangan doktrin intoleransi dan radikal-terorisme.

Tanpa nilai-nilai pengetahuan dan sikap dasar Islam rahmatan lil alamin, bukan tidak mungkin digital native akan terjebak dalam ideologi sesat yang mematikan nalar kemanusiaan dan berlawanan dengan ajaran mulia agama-agama.

Para radikalis menjadikan internet sebagai media untuk menyebarkan paham radikal dan membangun jejaring. Kebiasaan serba klik di dunia maya dan ketidaksopanan di media yang terkemuka melalui ujaran kebencian juga dapat menjadi jalan untuk ‘merayu’ digital native agar menjadi bagian dari kaum radikal.

BACA JUGA  Golput Bukan Solusi untuk Demokrasi NKRI, Hindari!

Mau tidak mau, digital native harus bangkit dan menyatakan sikap agar menjadi bagian dari generasi muda yang mewarisi semangat perjuangan Boedi Oetomo. Para digital native harus paham bahwa mereka harus bangkit melawan radikal-terorisme yang sekarang tersebar secara acak di internet.

Influencer Perdamaian

Berbagai kasus gangguan psikologis yang dialami digital native pasca terpapar paham radikal merupakan fakta yang menarik untuk ditelisik lebih jauh. Selain memiliki hubungan buruk dengan keluarga, teman, dan lingkungan sosial, biasanya digital native yang sering terpapar paham radikal akan mengalami keterasingan dan gangguan psikologis untuk siap terhubung here and now.

Karena itulah, para digital native harus segera bangkit secara kolektif untuk kebal terhadap virus radikalisme yang menyerang secara membabi buta hari-hari ini.

Ancaman paham radikal bukan isapan jempol semata. Bahaya laten radikalisme harus diantisipasi dengan waspada. Bangkit untuk menjadi influencer perdamaian adalah hal urgen yang harus disepakati dan dilakukan para digital native.

Melawan paham radikal harus dilakukan dengan menebar pesan cinta, perdamaian, toleransi, dan islam ramah. KontenIslam rahmatan lil alamin harus lebih dominan dibanding dengan narasi radikalisme yang disusun dengan memutarbalikkan fakta oleh kaum radikal.

Digital native harus menjadi influencer Islam damai, sehingga ia akan mampu menangkis radikalisme namun juga mampu mengkader digital native sebagai penjaga perdamaian di dunia maya. Biasanya, radikalis yang hanya instan mengkader digital native hanya memiliki narasi yang lemah.

Oleh karena itu, digital native yang kaya akan khasanah keilmuan Islam akan mudah untuk mematahkan argumen kaum radikal. Dakwah bil hikmah di dunia maya haruslah menjadi tanda kebangkitan digital native melawan paham radikal.

Digital native yang juga kaya akan pengetahuan dan nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan Islam rahmatan lil ‘alamin harus bangkit sebagai influencer kebangkitan nasional dan ancaman radikalisme. Wallahu’alam.

Nurul Lathiffah, S.Psi., M.Psi
Nurul Lathiffah, S.Psi., M.Psi
Pendamping sosial sekaligus pendidik Madrasah Diniyah Baitul Hikmah yang suka menulis kajian psikologi keislaman.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru