27.8 C
Jakarta

Industri Game Online: Ladang Subur Radikalisasi Anak Muda dan Solusi Mengatasinya

Artikel Trending

Milenial IslamIndustri Game Online: Ladang Subur Radikalisasi Anak Muda dan Solusi Mengatasinya
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pertumbuhan industri game menunjukkan perkembangan yang signifikan secara global, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2023, jumlah pemain video game di Indonesia diperkirakan mencapai 53,84 juta orang. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan popularitas game sebagai bentuk hiburan modern, tetapi juga menunjukkan potensi besar sektor ini dalam memberikan dampak ekonomi, khususnya pada pasar mobile gaming. Namun, di balik peluang ekonomi yang besar itu, tersimpan ancaman serius yang perlu mendapat perhatian, yaitu potensi radikalisasi dan penyebaran ekstremisme melalui game daring.

Dalam tulisan sebelumnya, saya mencontohkan dua pemuda yang terlibat radikalisasi melalui game online. Mereka tertangkap basah di Singapura. Dari kasus ini bisa disimpulkan bahwa platform game tidak hanya menjadi ruang hiburan, tetapi juga medium yang rentan dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk memengaruhi individu yang rentan.

Menjadi Sarana Komunikasi Ekstrem

Namun, lebih dari itu, radikalisasi melalui game online sering kali dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong. Salah satunya adalah keberadaan narasi kekerasan dan radikalisme dalam game itu sendiri. Beberapa game menawarkan tema atau skenario yang mengagungkan tindakan kekerasan, sehingga membentuk pola pikir pemain untuk menerima atau bahkan mendukung tindakan ekstrem. Selain itu, interaksi sosial yang terjadi di server game memainkan peran penting, menjadi tempat berinteraksi dengan individu lain yang memiliki pandangan serupa.

Dalam laporan Radicalisation Awareness Network (2021), game dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dan rekrutmen. Narasi yang ditanamkan dalam game, seperti normalisasi kekerasan atau pengagungan ideologi tertentu, membuat game menjadi alat radikalisasi yang efektif.

Dari banyak kasus yang terjadi, radikalisasi dari dunia virtual sering kali berlanjut ke kehidupan nyata. Hubungan yang terjalin di platform game dapat berkembang menjadi pertemuan langsung di dunia nyata, yang mempercepat proses radikalisasi. Dalam beberapa kasus, narasi ekstremis yang terus-menerus dipaparkan kepada pemain dapat memotivasi mereka untuk merencanakan dan melaksanakan aksi kekerasan. Kasus di Singapura menjadi contoh nyata bagaimana transisi dari radikalisasi daring ke tindakan nyata dapat menimbulkan ancaman serius bagi keamanan masyarakat.

Beberapa game telah disebutkan dalam berbagai laporan sebagai medium yang digunakan untuk menyebarkan ideologi ekstremis. Salah satunya adalah Patriotic Passion, yang mempromosikan ideologi sayap kanan dan digunakan sebagai alat propaganda oleh kelompok identitarian. Game yang paling mujarab adalah Call of Duty, dengan tema militeristiknya, sering dimanfaatkan untuk menarik perhatian pemain muda melalui normalisasi kekerasan. Selain itu, Fortnite juga digunakan untuk komunikasi dan penyebaran propaganda, termasuk menyisipkan narasi anti-semit dan anti-Muslim. Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana platform populer dapat disalahgunakan oleh kelompok ekstremis untuk tujuan ideologis.

BACA JUGA  Nataru: Siaga Serangan Terorisme dalam Perayaan Natal dan Tahun Baru

Dua Faktor dan Keamanan

Menurut penelitian Kowert (2022), terdapat beberapa elemen penting dalam game yang dapat memfasilitasi proses radikalisasi. Isi dan tema dalam game, misalnya, dapat menyisipkan nilai-nilai ekstremis yang secara tidak sadar diterima oleh pemain. Selain itu, hubungan sosial yang berkembang di dalam game sering kali menciptakan lingkungan yang mendukung internalisasi ideologi radikal.

Dua faktor utama yang berkontribusi terhadap risiko radikalisasi melalui game adalah konten game itu sendiri dan interaksi sosial yang terjadi di dalamnya. Ancaman ini memunculkan tantangan besar bagi regulator dan masyarakat. Pengawasan terhadap konten game tidak bisa dilakukan secara sederhana. Diperlukan analisis mendalam terhadap berbagai aspek, termasuk tema naratif dalam game, struktur interaksi sosial yang dibangun, dan potensi penyisipan ideologi ekstremis di dalamnya.

Selain itu, sifat game daring yang anonim dan melintasi batas negara menjadikan pengawasan semakin rumit. Regulasi yang ada saat ini mungkin belum cukup untuk mengantisipasi berbagai risiko yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi dalam industri game.

Namun sebelum terlambat, masih ada banyak waktu untuk membenahi hal tersebut. Misalnya, melakukan pemantauan terhadap konten game secara sistematis. Hal ini termasuk menganalisis pesan-pesan atau narasi dalam game yang berpotensi memicu ekstremisme. Selanjutnya, melakukan edukasi khusus kepada publik. Informasi mengenai risiko radikalisasi melalui game harus disampaikan secara luas untuk mencegah pengaruh negatif pada pemain.

Jika memungkinkan, harus juga ada regulasi yang memastikan bahwa game yang beredar telah memenuhi standar keamanan, baik dalam hal konten maupun interaksi sosial. Regulasi ini juga harus memperhatikan aspek global dari industri game, sehingga mampu menjawab tantangan lintas negara.

Jika sudah dilakukan pengawasan yang ketat tersebut, maka dapat meminimalisir perkembangan industri game yang memberikan manfaat maksimal tanpa mengorbankan keamanan sosial. Pada gilirannya, pemuda dan pemudi bisa tercerabut dari bahaya radikalisasi di media sosial, utamanya di dalam dunia game online.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru