31.8 C
Jakarta

Game Online: Mengungkap Arena Baru Radikalisasi pada Anak Muda

Artikel Trending

Milenial IslamGame Online: Mengungkap Arena Baru Radikalisasi pada Anak Muda
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam era digital saat ini, video game tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga dapat memengaruhi pandangan dan perilaku pemainnya. Salah satu dampak yang lebih kompleks dan serius adalah potensi pengaruh game terhadap radikalisasi. Meskipun video game sering kali dianggap sebagai sarana hiburan yang aman, ada beberapa dampak di mana game dan radikalisasi bisa saling berhubungan, memengaruhi individu, dan bahkan membentuk pemikiran ekstrem.

Beberapa studi menunjukkan bahwa game mengandung unsur kekerasan, konflik, atau tema politik dan ideologi ekstrem. Game yang menggambarkan kekerasan atau memperkenalkan konsep-konsep yang mendukung ideologi radikal dapat berpotensi menjadi saluran bagi individu yang rentan untuk terpengaruh. Meskipun tidak semua game bertema kekerasan berujung pada radikalisasi, game bisa membuka pintu bagi perubahan pola pikir yang lebih ekstrem. Pemain, terutama yang masih muda, bisa jadi terpapar pada ideologi-ideologi yang merugikan tanpa menyadari dampak jangka panjangnya.

Radikalisasi dalam Dunia Game

Terbukti, pada Februari 2023, media The Diplomat melaporkan bahwa pihak berwenang Singapura berhasil menangkap dua pemuda berusia 15 dan 16 tahun yang terlibat dalam radikalisasi ideologi ISIS karena game online. Melalui platform daring, kedua pemuda ini terpengaruh oleh ideologi ISIS dari game dan merencanakan serangan teror di ruang publik, termasuk serangan dengan pisau, pemenggalan, dan bom bunuh diri.

Setelah dianalisis lebih jauh, dua pemuda bernama Muhammad Irfan Danyal Mohamad Nor ini teradikalisasi melalui server game online. Temuan mengejutkan setelah mengetahui bahwa game daring, yang menjadi ruang interaksi bagi banyak anak muda, sudah menjadi saluran bagi penyebaran ideologi radikal. Dan dua pemuda di atas menjadi korbannya. Bahkan, kedua pemuda tersebut menganggap dirinya sebagai anggota ISIS dan bahkan membuat video propaganda secara sukarela yang terinspirasi oleh ISIS dengan menggunakan cuplikan permainan Roblox.

Hal di atas sangat masuk akal. Studi yang dilakukan oleh Koehler (2022) mengungkapkan bahwa platform game online kini memang sudah menjadi tempat yang subur bagi proses radikalisasi dan mobilisasi individu menuju ideologi dan kekerasan ekstrem. Menurut Koehler, proses ini dipicu oleh ikatan sosial-emosional yang terbentuk antara pemain baru dan kelompok ekstremis, yang berkembang melalui interaksi dalam permainan. Pengalaman bersama dalam bermain game memungkinkan terjadinya pembentukan komunitas yang saling mendukung, yang kemudian dapat merencanakan tindakan radikalisasi dan terorisme.

Dari contoh kedua pemuda di atas, intensitas tinggi terhadap media digital dan game mendorong mereka ekstrem tidak hanya di dalam ruang digital, tetapi juga dapat mendorong perilaku pemain di dunia nyata.

BACA JUGA  Doa Lampion Merah: Menelisik Ruh Imlek dari Kacamata Muslim Tionghoa

Sekarang, dunia game online sudah dijadikan sebagai platform untuk merekrut anggota baru. Melalui komunitas game yang besar dan global, mereka bisa berinteraksi dengan pemain, menyebarkan pesan mereka, atau bahkan mengarahkan pemain ke platform lain untuk memperdalam ideologi mereka. Dengan mengandalkan sifat anonim dan interaktif dari dunia game online, kelompok-kelompok ini bisa menjangkau individu yang terisolasi atau yang sedang mencari komunitas, dan kemudian memperkenalkan mereka pada ideologi ekstrem yang sulit untuk dipatahkan dalam lingkungan virtual tersebut.

Edukasi Anak Muda pada Dunia Game

Lalu bagaimana caranya mengedukasi anak muda terhadap fenomena radikalisasi game online ini? Membuat atau memberikan game tandingan untuk menghadapi isu radikalisasi dengan cara yang edukatif, seperti game The Anti-Radicalisation Game, NS: The Game, dan PeaceMaker. Game-game ini berfokus pada penanggulangan radikalisasi dan intoleransi, serta memberikan pemain kesempatan untuk memahami dampak sosial, psikologis, dan politik dari pemikiran radikal.

Melalui pengalaman interaktif, pemain bisa diajak untuk memahami bahaya ekstremisme, kekerasan, dan bagaimana radikalisasi dapat memengaruhi individu serta masyarakat secara keseluruhan. Game semacam ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik pemain untuk berpikir kritis mengenai pandangan ekstrem dan bagaimana cara untuk menanggulanginya.

Kedua, melakukan literasi digital. Sekarang literasi digital adalah dasar utama dalam pencegahan radikalisasi di kalangan anak muda. Mengingat anak muda saat ini banyak menghabiskan waktu mereka di platform digital, terutama dalam game online, penting bagi mereka untuk memiliki kemampuan untuk berpikir kritis terhadap informasi yang mereka terima.

Pendidikan media digital yang mengajarkan anak muda cara mengenali konten berbahaya dan memverifikasi sumber informasi dapat membantu mereka menghindari manipulasi ideologi ekstremis. Literasi digital tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga kemampuan untuk mengenali tanda-tanda radikalisasi yang mungkin disamarkan dalam bentuk hiburan atau interaksi sosial di dunia maya.

Dengan mengedukasi anak muda tentang teknik manipulasi yang digunakan dalam game atau media sosial oleh kelompok ekstremis, mereka akan lebih mampu mengenali upaya perekrutan yang dilakukan melalui medium ini. Pendidikan ini penting dalam membekali mereka dengan kemampuan untuk mengevaluasi konten yang mereka temui secara lebih kritis dan bijaksana.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru