29.3 C
Jakarta
Array

Hukum Nikah Paksa (1)

Artikel Trending

Hukum Nikah Paksa (1)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sering sekali saya mendengar curhatan temen” yang diputus gara-gara” pasangannya dijodohin sama orang tuanya padahal mereka telah merajut asmara bertahun-tahun. Nikah paksa . . . ! bagaimana fikih memotret fenomena ini?

Apakah praktik nikah paksa berkonsekuensi kepada tidak sahnya pernikahan? Kemudian saat istri tidak mencintai suaminya, apakah bisa dijadikan sebagai argumen untuk melakukan cerai?

Pada dasarnya, dalam fikih, kita mengenal istilah nikah paksa dengan mengunakan hak ijbar. Namun model nikah seperti ini deperbolehkan ketika memenuhi beberapa kriteria. Diantaranya. Tidak ada kebencian antara anak dan ayah, calon pasanag suami istri serasi, calon suami mampu membayar mahar, calon pasanag suami istri tidak ada permusuhan secaraDzahir dan batin. Si gadis tidak dinikahkan dengan calon suami yang bisa membuat dirinya sengsara dalam berumah tangga.

Melihat kriteria di atas nampaknya alasan tidak sukanya si gadis tidak bisa menggugurkan hak ijbar (paksa) bagi orang tua. Keputusan ini sepertinya memang kurang adil. Karena bagaimanapun keluarga yg sakinah harus dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang. Orang tua tak selayaknya menikahkan putra putrinya dengan pasangan yang tidak dicintainya, sepatutnya membirakannya untuk mnentukan pujaan hatinya. Karena tugas orang tua untuk membimbing bukan memaksa.

Dalam kajian fikih terdapat dua kelompok yang mengomentari masalah ini.Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa nikah paksa tidak sah. Ulama yang ada dalam barisan ini diantaranya adalah Abu Hanifah, Imam Auza’i, Ibn Hajar, Sayyid Sabiq dan ulama kufah. Mereka berargument dengan hadis:

تَسْكُتَ أَنْ قَالَإِذْنُهَاا كيف قَالُوا  نتُسْتَأْذَ حَتَّىالْبِكْرُ تُنْكَحُ وَلَا تُسْتَأْمَرَ حَتَّى الْأَيِّمُ تُنْكَحُ لَا

“Janda tidak boleh dinikahi hingga diajak musyawarah, dan gadis tidak boleh dinikahi hingga dimintai izin.” Para sahabat bertanya; ‘bagaimana tanda izinnya? ‘ Nabi menjawab; “jika dia diam.”

Dari hadis tersebut mreka mengambil pemahaman bahwa meminta izin kepada gadis yang akan di nikahkan adalah wajib. Jika dia diakadkan tanpa diminta restunya apalagi dipaksa, maka akad nikahnyanya tidak sah. (Fath al-Mun’im Syarh as-Shahih Muslim 523-524:V)

(Royyani)

Sumber: Fikih Progresif

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru