35.1 C
Jakarta

Hukum Mengambil Royalti Bagi Penulis

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Mengambil Royalti Bagi Penulis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Diantara permasalahan yang baru terjadi dimasa sekarang ini adalah mengenai hukum mengambil royalti bagi penulis. Royalti yang dimaksud adalah uang jasa yang dibayar oleh penerbit kepada pengarang untuk setiab buku yang diterbitkan. Dalam hal ini ulama terpecah menjadi dua golongan, ada yang membolehkan dan ada yang tidak.

 Dr. Muhammad Utsman Tsabir menjelaskan mengenai perbedaan ulama tersebut dalam kitabnya al-Muamalah al-Maliyah al-Mu’ashirah  fi Fiqh al-Islami halaman 42- 48 sebagai berikut :

Pertama, mazhab sebagian ulama kontemporer diantaranya adalah Dr. Ahmad al-Hajjy al-Kurdy berpendapat bahwa tidak diperbolehkannya mengambil royalti dari setiap buku yang diterbitkan. Hal ini meniscayakan keharaman mengambil uang tersebut.

Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut :

Dalil pertama, firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 159 :

{ إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ} [البقرة: 159]

Artinya :”Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah kami jelaskan kepada manusia dalam kitab (Al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.”

Dalam ayat ini Allah melaknat orang yang menyembunyikan ilmu (kitmanul ‘ilmi). Menurut pendapat golongan pertama dengan diperhitungkannya hak royalti, penulis tidak akan menerbitkan tulisannya kecuali setelah mendapat jaminan royalti tersebut . Hal ini termasuk dalam kitmanul ‘ilmy yang dilarang dalam ayat diatas.

Dalil kedua, sabda rasulullah SAW dalam kitab Sunan at-Turmudzi juz 5 halaman 29 :

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من سئل عن علم ثم كتمه ألجم يوم القيامة بلجام من نار

Artinya : “Rasulullah SAW bersabda barang siapa ditanya mengenai suatu perkara kemudian dia menyembunyikannya maka dia akan dikekang dengan api neraka di hari kiamat nanti

Dalil ketiga, mereka berpendapat bahwa ilmu merupakan perkara qurbah (ibadah) yang tidak semestinya di perjual belikan. Dalam hal ini, penulis wajib untuk menerbitkan tulisannya tanpa mengharapkan imbalan.

Kedua, mazhab mayoritas ulama kontemporer diantaranya adalah Syeh Mustafa al-Zarqo, Dr. Muhammad Fathu al-Diriny, Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buty, Dr. Wahbah al-Zuhaily berpendapat bahwa diperbolehkannya mengambil royalti dari setiap buku yang diterbitkan.

Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut :

Dalil pertama, mayoritas ulama dari mazhab Syafiiyah, Malikiyah, dan Hanabilah sepakat untuk menggolongkan manfaat dalam wilayah harta. Hal ini meniscayakan manfaat yang diperoleh dari hasil buah pikiran penulis dapat dikompensasi dengan harta. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT surat al-Qisas ayat 27 :

BACA JUGA  Lupa Jumlah Hutang yang Harus Dibayar, Ini Solusinya dalam Islam

{قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ} [القصص: 27]

Artinya: “Dia berkata, sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja kepadaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik

Salah satu sarat sah mahar adalah harus bernilai harta. Dalam ayat ini Allah memperbolehkan manfaat untuk menjadi mahar. Hal ini menandakan bahwa manfaat memiliki nilai harta yang dapat dikompensasi sesuai kualitas manfaat tersebut.

Dalil kedua, memandang penulis yang dikenai tanggung jawab mengenai isi tulisannya maka dalam aspek lain dia juga boleh mengambil keuntungan dari hasil jerih payahnya. Hal ini, sebagaimana disebutkan dalam kaidah fikih :

الغنم بالغرم

keuntungan itu sesuai kadar kerugiannya

Tarjih (pengunggulan) dari kedua pendapat diatas

Dr. Muhammad Utsman Tsabir memberikan advokasi terhadap pendapat yang kedua yakni diperbolehkannya mengambil royalti dari setiap buku yang diterbitkan. Beliau mengatakan bahwa pendapat ini yang lebih unggul. Beliau memberikan alasan dengan melihat kondisi penulis yang sudah sepantasnya mendapatkan imbalan dari hasil jerih payah menulis.

Mengenai kategori kitmanul ilmi seperti yang dikatakan oleh kelompok pertama tidak bisa dibenarkan. Karena dengan mengharamkan royalti justru akan membuat penulis bermalas-malasan mengingat tidak ada timbal balik dari hasil kerja kerasnya. Alasan yang menyatakan bahwa ilmu itu meupakan ibadah qurbah yang tidak boleh dikompensasi juga tidak dapat dibenarkan melihat banyak sekali perkara qurbah yang sudah mendapat restu dari ulama-ulama terdahulu untuk mengambil upah seperti menjadi imam, mengajari Al-Qur’an dan lain-lain.

Demikian hukum mengambil royalti yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Utsman Tsabir semoga menjadi tambahan ilmu bagi kita semua. Walalhu a’lam

Zainal Abidin, Mahasantri Mahad Aly, Sukorejo, Jawa Timur

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru