Harakatuna.com – Berdasarkan survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tercatat fakta mengkhawatirkan bahwa paparan ideologi radikalisme semakin meningkat pada dua kelompok kunci: perempuan dan generasi muda. Tingkat potensi radikalisme pada perempuan mencapai 11,9%, diikuti generasi milenial 11,6%, dan Gen Z 9,8%. Data tersebut menunjukkan bahwa generasi penerus bangsa memiliki kerentanan terhadap ideologi radikal yang menyimpang, terutama melalui paparan media sosial.
Penting untuk disadari bahwa angka-angka tadi hanyalah puncak dari fenomena yang jauh lebih besar. Mengingat sebagian besar survei hanya mampu menangkap pola di permukaan, kenyataannya bisa jadi jauh lebih serius. Hal itu menimbulkan kekhawatiran mendalam, sebab jika tidak diantisipasi, masa depan bangsa dapat terancam oleh generasi muda yang semakin jauh dari ideologi kebangsaan yang telah lama disepakati. Fenomena tersebut menunjukkan perlunya langkah-langkah serius untuk melawan penyebaran ideologi yang merongrong nasionalisme.
Tantangan radikalisme tentu saja bukan fenomena baru. Sejak lama, radikalisme terus berkembang dengan berbagai cara. Pada 2021, BNPT bahkan menyebut bahwa 85% pemuda pernah terpapar ideologi radika-teror. Berbagai pihak terkait pun telah menginisiasi dialog dan solusi dalam upaya menanggulanginya. Namun, di saat yang sama, kelompok penyebar paham radikal tidak berdiam diri. Mereka semakin intensif menyebarkan propaganda dengan dalih agama atau budaya, mengeksploitasi kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menyaring informasi.
Di era digital ini, dunia maya menjadi arena utama penyebaran ideologi radikal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. Mereka memanfaatkan platform digital untuk rekrutmen dan menyebarkan propaganda secara masif. Untuk melawan hal itu, bangsa Indonesia perlu merenungi kembali sejarah dan semangat Sumpah Pemuda yang meneguhkan persatuan dan nasionalisme sebagai fondasi negara.
Ngaji Sumpah Pemuda
Sejarah Indonesia mengabadikan peran besar pemuda dalam memperjuangkan kedaulatan dan kebebasan negeri ini dari penjajah. Pemuda bukan hanya pilar utama dalam meruntuhkan tirani, tetapi juga penggerak utama semangat nasionalisme ketika negara berada dalam kondisi kritis. Tanggal 28 Oktober selalu dikenang sebagai hari Sumpah Pemuda, sebuah ikrar sakral para pemuda yang menyatukan seluruh elemen bangsa demi meraih kemerdekaan.
Sumpah Pemuda adalah bentuk perjuangan yang melambangkan keutuhan NKRI di tengah beragam budaya, suku, agama, dan lapisan sosial. Peristiwa tersebut menyuarakan nilai-nilai nasionalisme, memupuk kecintaan pada tanah air, dan menegaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang merangkul keberagaman. Nilai-nilai itu selayaknya menjadi landasan yang kokoh bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi ancaman ideologi radikal.
Semangat Sumpah Pemuda Kontra Radikalisme
Masalah radikalisme di Indonesia semakin kompleks, didorong oleh aksi dan propaganda kelompok tertentu yang agresif dalam merekrut dan memanipulasi pikiran. Mereka tidak hanya menggunakan ajakan dan iming-iming, tetapi juga melakukan proses cuci otak, yang membuat korban dengan mudah terpengaruh. Serangkaian serangan bom di beberapa wilayah Indonesia adalah contoh nyata betapa bahayanya paham radikal jika dibiarkan berkembang.
Di era medsos, propaganda ideologi radikal semakin masif melalui berbagai konten seperti poster, reels, dan video singkat yang menyebar di platform-platform seperti Facebook, X, Instagram, dan Telegram. Pesan-pesan itu menghasut dan menggiring opini masyarakat tanpa mereka sadari. Situasi tersebut jadi semakin rumit karena dua kelompok yang paling aktif menggunakan media sosial adalah generasi muda dan perempuan, yang juga lebih rentan terpengaruh.
Sangat menarik untuk dicatat bahwa kelompok radikalis tidak pernah berhenti dalam mengkampanyekan ideologi mereka, baik dalam waktu maupun ruang. Mereka aktif setiap saat di platform digital, dan meskipun ada upaya pemblokiran, muncul akun-akun baru yang menggantikan peran mereka.
Langkah-langkah strategis diperlukan untuk menghadirkan konten positif yang bisa menjadi kontra narasi terhadap ideologi radikal ini. Melalui pendekatan yang sama, dengan konten berisi nilai-nilai nasionalisme dan cinta tanah air, platform digital dapat menjadi wadah bagi narasi positif yang efektif.
Momen Sumpah Pemuda seharusnya dapat menjadi sumber inspirasi bagi pemuda masa kini untuk menggalang semangat nasionalisme secara konsisten sebagai langkah kontra narasi terhadap paham radikal. Pemuda harus mengedepankan cinta tanah air dengan berbagai cara, baik melalui peningkatan wawasan nasionalis maupun edukasi yang dapat membentengi mereka dari ideologi yang menyimpang.
Melestarikan nilai-nilai Sumpah Pemuda tidak hanya menunjukkan kesadaran sejarah, tetapi juga menjadi upaya nyata dalam menghadapi tantangan radikalisme. Semangat itulah kekuatan yang sangat penting bagi Indonesia dalam membentuk generasi muda yang nasionalis dan kebal terhadap pengaruh ideologi yang merusak. Jika semangat tersebut terus diterapkan dan diperkuat, Indonesia dapat melahirkan generasi pemuda yang selalu siap menjaga keutuhan bangsa dari ancaman radikal-terorisme.