30.8 C
Jakarta

Corona dan Matinya Kemanusiaan Kita

Artikel Trending

KhazanahOpiniCorona dan Matinya Kemanusiaan Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kini seluruh dunia sedang dirundung kemelut virus Corona, alias COVID-19. Di Indonesia sendiri, per Senin (30/3), korban pandemik global sudah mencapai 1.414 orang dengan rincian 122 meninggal dan 75 sembuh. Masa inkubasi virus Corona akan terus berlanjut sampai pertengahan bulan April, dan potensi korban wabah ini akan semakin meningkat.

Dengan gencar, pemerintah melakukan sosialisasi mitigasi virus melalui media massa dan website resmi pemerintah. Sebagai langkah antisipatif, Kemendikbud mengambil kebijakan dengan mengalihkan aktivitas belajar-mengajar di sekolah ke dalam sistem daring (online). Beberapa pemerintah daerah juga mengambil keputusan untuk menutup sementara destinasi wisata demi mencegah massifikasi penyebaran virus Corona.

Sayangnya, di tengah kemelut wabah, ada oknum yang “memancing di air keruh” dengan menimbun dan mengkapitalisasi barang-barang medis seperti masker, hand sanitizer dan sebagainya. Harga masker pun naik sepuluh kali lipat, dari harga 35.000 per-kotak melonjak hingga 325.000. Akibatnya, kepanikan masyarakat meningkat karena susahnya memproteksi diri dari ancaman virus.

Kepanikan ini juga didorong oleh framing media yang tidak proporsional dalam menyajikan informasi seputar virus Corona. Menurut Stanley Cohen dalam bukunya Folk Devils and Moral Panic (2002) dipaparkan bahwa fenomena moral panic ini muncul sebagai dampak dari penjejalan berita hoax yang masif mengenai suatu kejadian yang menanamkan kepanikan berlebih ke dalam diri orang yang mengkonsumsi berita tersebut.

Sejatinya, media sebagai pilar demokrasi keempat memiliki peran yang signifikan untuk mengedukasi publik mengenai COVID-19. Juga gejala-gejalanya dan mitigasi virus. Alih-alih memberikan edukasi, banyak media massa hari ini memproduksi hoax seputar virus Corona untuk memanfaatkan kepanikan tersebut.

Johnny G. Plate selaku Menkominfo mengabarkan bahwa ada 196 hoax yang mengelilingi kasus virus Corona. Misalnya, pesan berantai mengenai pencegahan virus Corona yang mengatasnamakan UNICEF. Kehadiran hoax ini semakin memperkeruh ketenangan publik. Bersamaan itu, para oknum kapitalis melakukan akumulasi profit dengan memonopoli harga barang-barang medis.

Kapitalis di Tengah Corona

Kapitalisasi barang medis sampai penyebaran hoax seputar virus Corona merupakan realitas dari runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Ironisnya lagi, ada sekelompok orang yang membangun narasi rasisme untuk menanamkan stigma terhadap etnis tertentu. Misalnya, tuduhan kepada masyarakat Tionghoa sebagai pembawa virus Corona.

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Memang mulanya COVID-19 muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Namun, wabah yang sering dianggap “azab” ini tidak hanya menyasar masyarakat non-Muslim semata. Corona bisa menyerang siapapun, baik Muslim ataupun non-Muslim. Virus tidak akan pernah bersikap rasis, tetapi manusia berpotensi melakukan tindakan rasisme.

Realita yang tidak humanis di atas benar adanya dan sungguh menyanyat hati. Kini, imunitas kemanusiaan kita berada dalam kondisi yang sangat lemah. Sebagai bangsa yang berpedoman pada asas-asas Pancasila, hendaknya kita perlu merevitalisasi spirit gotong royong.

Bung Karno menyatakan bahwa etos gotong-royong lebih dinamis daripada etos kekeluargaan. Gotong-royong tidak dibangun atas dasar ikatan primordial. Ia mendefinisikan gotong royong sebagai pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-membantu (Latif, 2015: 372).

Dalam konteks hari ini, kita harus saling tolong-menolong dan membangun optimisme untuk melawan Corona dengan tidak mengkapitalisasi barang medis, memproduksi atau menyebar hoax dan tidak bersikap rasis.

Gotong-Royong Kemanusiaan

Dalam kerangka kerja gotong-royong, aparat pemerintahan harus bersinergi dengan masyarakat untuk membentuk masyarakat tangguh akan wabah. Misalnya, pihak kepolisian meningkatkan kembali patroli ke daerah-daerah untuk menggrebek sejumlah oknum yang melakukan penimbunan masker dan pemerintah perlu merealisasikan kembali UU ITE untuk memberantas hoax seputar Corona.

Di sisi lain, masyarakat dapat melaporkan kepada pihak yang berwewenang, jika menemukan oknum yang melakukan penimbunan barang-barang medis dan memproduksi hoax seputar virus Corona. Kita tidak diperkenankan diam ketika melihat tindakan-tindakan kemungkaran, tetapi kita juga tidak diperkenankan untuk menghakimi secara pihak.

Wabah ini tidak hanya menguji imunitas fisik semata, melainkan juga imunitas akal sehat dan kemanusiaan kita. Ujian terbesar kita hari ini bukan saja virus Corona, melainkan krisis kemanusiaan yang ada di balik risiko wabah ini. Kerakusan, kebencian, dan ketidakpedulian antarsesama yang mengendap dalam diri ini harus dipangkas agar terbentuk masyarakat tangguh akan wabah.

Rahmat
Rahmat
Ketua Ikatan Alumni Al-Amien Prenduan (IKBAL) Kordinator Daerah Yogyakarta Periode 2019-2020

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru