30 C
Jakarta
Array

Birrul Walidain, Menunggu Kaya?

Artikel Trending

Birrul Walidain, Menunggu Kaya?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berbakti kepada kedua orangtua bagi sebagian orang dipandang sebagai suatu kewajiban yang berat. Meski sesungguhnyalah pelaksanaan kewajiban ini hanya membutuhkan kemauan.

https://www.www.harakatuna.com/harakatuna/siapa-saja-bisa-berbakti-pada-orang-tua.html

Sementara ada lagi pandangan yang mengatakan bahwa birrul walidain baru bisa dilaksanakan setelah menjadi kaya. Pandangan keliru tentang birrul walidain ini mesti diluruskan agar kita tidak menunda-nunda pelaksanaannya.

Tidak Harus Kaya

Ada sebagian dari kita yang menganggap bahwa bakti kita kepada orangtua baru bisa diwujudkan jika kita sudah kaya dan memiliki banyak harta.

Anggapan ini tidak seluruhnya salah, karena Allah SWT telah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 215 yang artinya, “mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.”

Berdasarkan ayat tersebut memang jelas ada perintah untuk memberi nafkah kepada kedua orangtua. Tentu saja hal ini membutuhkan dana. Maka ada sebagian orang yang berpendapat bahwa untuk melaksanakan birrul walidain, mereka harus menjadi kaya terlebih dahulu.

Namun sebenarnya pendapat ini lebih banyak kelirumya karena adanya beberapa alasan:

Pertama, kewajiban memberi nafkah kepada orangtua tidak diwajibkan bagi semua anak dalam semua kondisi. Jika orangtua dalam keadaan tidak mampu mencari nafkah atau dalam keadaan membutuhkan, sementara sang anak dalam keadaan mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, maka barulah timbul kewajiban  untuk memberi nafkah kepada kedua orangtuanya.

Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فَقِيرًا فَلْيَبْدَأْ بِنَفْسِهِ فَإِنْ كَانَ فِيهَا فَضْلٌ فَعَلَى عِيَالِهِ فَإِنْ كَانَ فِيهَا فَضْلٌ فَعَلَى ذِى قَرَابَتِهِ

Apabila salah seorang kalian miskin maka hendaklah ia mulai dari dirinya sendiri. Jika telah lebih maka atas keluarganya. Jika masih ada lebihnya maka kepada kerabat dekatnya.” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa pemberian nafkah harus dimulai pada diri sendiri, kemudian barulah memberi untuk orang lain dimulai dari yang terdekat seperti istri/suami, anak dan orangtua. Dengan demikian, jika kita tidak mampu, maka tidak wajib memberi nafkah kepada orangtua namun tetap wajib berbakti kepada mereka.

Kedua, bakti kepada orangtua bukanlah semata dalam bentuk pemberian nafkah berupa uang atau harta. Justru dalam beberapa ayat al Qur’an disampaikan kewajiban birrul walidain dalam bentuk perasaan, perkataan dan perbuatan.

Firman Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 23 dan 24 merupakan salah satu bukti bahwa berbakti kepada kedua orangtua tidak harus menunggu kita menjadi kaya. Di dalam kedua ayat itu disebutkan beberapa larangan dan beberapa perintah yang menjadi bentuk-bentuk bakti kita kepada orangtua.

Menunggu Kaya, Potensi Rugi

Menjadi kaya memang menjadi impian banyak orang. Berbakti kepada kedua  orangtua dengan kekayaan yang dimiliki juga merupakan kondisi ideal yang diimpikan. Akan tetapi, menunda pelaksanaan birrul walidain karena merasa belum kaya, atau merasa masih dalam keadaan kekurangan adalah satu kesalahan besar.

Berbakti kepada orangtua adalah kewajiban yang tidak dikaitkan dengan kekayaan.

Sementara manusia tidak akan pernah merasa cukup dengan kekayaan yang dimilikinya. Akan selalu saja dirasa kurang. Maka manusia masih akan terus mencari dan menumpuk kekayaan.

Rasulullah SAW bersabda,

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Al Bukhari).

Dengan pola seperti itu, tentunya akan ada kecenderungan kita untuk terus menunda pelaksanaan bakti kita kepada orangtua.

Padahal semakin lama kita menunda, akan semakin rugi karena kita tidak segera memperoleh keutamaan-keutamaan birrul walidain ini.

Yang dikhawatirkan adalah kita terlalu sibuk berupaya menjadi kaya hingga melalaikan kewajiban-kewajiban kita dan tiba-tiba ajal kita menjemput sehingga tak mungkin lagi kita beramal. Hal ini bisa saja terjadi. Dan ini adalah potensi kerugian teramat besar.

Sungguh kita bermohon perlindungan Allah SWT agar tidak termasuk dalam golongan ini yang bisa jadi merupakan contoh dari hadits Nabi SAW,

رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الكِبَرِ، أَحَدُ هُمَا أَوكِلَيْهِمَا، فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga” (HR. Imam Muslim dan Imam Ahmad).

Allahumma Aamiiin.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru