27.2 C
Jakarta
Array

Ancaman Teror dari Kulit Putih AS Lebih Besar Ketimbang Imigran Muslim

Artikel Trending

Ancaman Teror dari Kulit Putih AS Lebih Besar Ketimbang Imigran Muslim
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Washington. Saat Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang kedatangan warga dari tujuh negara mayoritas Muslim ke Amerika Serikat (AS), dia mengklaim hal itu dilakukan demi melindungi masyarakat Negeri Paman Sam dari “teroris radikal.”

“Kami tidak menginginkan mereka di sini,” ucap Trump kepada awak media di Kementerian Pertahanan AS atau Pentagon, tempat penandatanganan perintah itu pada Januari lalu.

Namun delapan bulan setelah Trump menjabat presiden, lebih banyak warga AS tewas dalam serangan yang dilakukan pria kulit hitam dalam negeri tanpa ada keterkaitan apapun dengan teroris maupun Muslim.

Teroris yang terinsiprasi atau diarahkan langsung sejumlah grup seperti Islamic State (ISIS) memang merupakan ancaman bagi AS. Tidak ada yang meragukan hal tersebut.

Sebelum tragedi di Las Vegas pada 1 Oktober 2017, penembakan massal terburuk dalam sejarah modern AS terjadi pada Juni 2016. Ketika itu, simpatisan ISIS melepaskan tembakan senjata api di kelab malam di Orlando, Florida, yang menewaskan 49 orang dan melukai 53 lainnya.

Simpatisan ISIS juga telah menewaskan dan melukai banyak orang di negara seperti Inggris, Prancis dan Kanada sepanjang tahun ini. Korban jiwa meliputi dua wanita yang ditusuk di Marseille dan beberapa orang yang terluka dalam serangan penabrakan mobil di Edmonton.

Di AS, ancaman yang lebih besar dari simpatisan ISIS muncul dari warga lokal, yang tidak dikait-kaitkan dengan agama tertentu secara umum dan Muslim secara spesifik.

Berikut sejumlah serangan yang terjadi di AS sepanjang 2017, versi Vox, Senin 2 Oktober 2017:

1. Pada Minggu 1 Oktober malam, seorang pria kulit putih berumur 64 tahun melepaskan tembakan senjata api ke kerumunan 22.000 orang yang sedang menonton konser musik di Las Vegas. Penembakan menewaskan lebih dari 50 orang dan melukai ratusan lainnya.

2. Agustus lalu, pemuda kulit putih berusia 20 tahun yang merupakan simpatisan neo-Nazi dari Ohio menabrakkan mobilnya ke kerumunan pendemo anti-rasisme di Charlottesville, Virginia. Seorang wanita tewas dan 19 lainnya terluka dalam kejadian tersebut.

3. Juni lalu, pria kulit putih berusia 66 tahun dari Illinois menembak beberapa anggota kongres dari Partai Republik saat sesi latihan baseball. Sejumlah orang terluka parah, termasuk Senator Steve Scalise dari Louisiana.

4. Maret lalu, pria kulit putih berusia 28 tahun dari Baltimore pergi ke New York dengan tujuan spesifik: membunuh pria kulit hitam. Dia menusuk Timothy Caughman berusia 66 tahun hingga tewas. Pelaku dijerat pasal terorisme oleh otoritas New York.

5. Mei lalu, pria kulit putih berusia 35 tahun dari Oregon bernama Jeremy Joseph Christian mengganggu sejumlah remaja Muslim di kereta tujuan Portland. Ia mengatakan kepada para remaja, “kita membutuhkan Amerika di sini!. Dua orang mencoba melerai perselisihan. Christian menusuk keduanya hingga tewas.

Faktanya, antara 2001 dan 2015, lebih banyak warga AS tewas di tangan ekstremis sayap kanan ketimbang oleh teroris terinspirasi grup seperti ISIS. Ini merupakan data dari sebuah studi oleh New America, sebuah institusi non-partai di Washington DC.

Studi pada Juni 2017 oleh Reveal and the Center for Investigative Reporting juga menemukan pola serupa:

Bahkan Biasanya “Teroris Radikal” pun Berstatus Warga AS

Dalam pidato pertama Trump di Kongres, dia mengklaim “mayoritas individu yang didakwa pasal terorisme dan kejahatan terkait teror sejak 9/11 datang dari luar negara kita.”

Namun tidak satu pun pelaku sejumlah serangan teroris di AS yang mengatasnamakan Islam dalam 15 tahun terakhir berasal dari negara-negara yang ada dalam daftar larangan Trump. Ini berlaku dari perintah eksekutif pertama Trump maupun yang sudah versi revisi.

Faktanya, jumlah terbesar teroris yang berhasil melancarkan aksinya di Negeri Paman Sam adalah warga lokal.

Penembakan di San Bernardino yang menewaskan 14 orang dilakukan individu kelahiran AS keturunan Pakistan dan warga permanen AS yang juga keturunan Pakistan. Pelaku penembakan di Orlando yang membunuh 49 orang adalah individu kelahiran AS keturunan Afghanistan.

Pelaku pengeboman di acara maraton Bomber, yang teridentifikasi beretnis Chechen, datang ke AS dari Kirgistan dan tumbuh besar di Cambridge, Massachusetts, sebelum akhirnya melancarkan serangan yang menewaskan tiga orang.

Faisal Shahzad, pelaku percobaan pengeboman di Times Square, adalah warga AS keturunan Pakistan. Nidal Hasan, yang membunuh 13 orang di Fort Hood pada 2009, lahir di Virginia dari orangtua Palestina.

Seperti yang dituliskan jurnalis Zack Beachamp asal Vox, kemungkinan seorang warga AS tewas dalam serangan teroris yang melibatkan imigran adalah satu berbanding 3,6 juta — termasuk kematian di 9/11. Warga AS disebut-sebut lebih mungkin tewas dari balita yang memegang senjata api ketimbang oleh imigran.

Mengadopsi pandangan ekstrem dan melakukan aksi kekerasan atas nama sesuatu, baik itu agama atau politik atau murni kebencian, bukan sesuatu yang hanya dilakukan Muslim, atau etnis Arab, atau Imigran, atau kelompok tertentu. Itu dilakukan individu, manusia, terlepas dari apapun agama, ras, etnis dan atribut lainnya.

Metrotvnews.com

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru