32.1 C
Jakarta

Alasan Mengapa Pemimpin yang Baik Adalah Kunci Melemahkan Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifAlasan Mengapa Pemimpin yang Baik Adalah Kunci Melemahkan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pemberantasan radikalisme di Indonesia, baik secara persuasif maupun militeristik, bukan hanya sekadar wacana. Berbagai tindakan sudah dilakukan pemerintah sejak puluhan tahun silam. Akan tetapi, semua itu masih belum benar-benar membumihanguskan radikalisme dari bumi pertiwi.

Anak-anak muda pun tidak luput dari bidikan kaum radikal. Sebab, anak muda masih labil dari segi emosional, spiritual dan ekonomi, sehingga mudah terpengaruh dan terombang-ambing oleh janji-janji “manis” radikalisme. Berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mencegah mengguritanya paham radikal di kalangan anak muda.

Ada tiga cara yang sudah ditempuh BNPT dalam pencegahan radikalisme di kalangan anak muda, yaitu: (1) melakukan kerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) untuk penanggulangan terorisme di civitas akademis; (2) melakukan pelatihan membuat video pendek kontra propaganda radikalisme dan terorisme di kalangan pelajar di Jawa Timur; dan, (3) mengajak 60 anak di setiap daerah provinsi sebagai duta damai lewat dunia maya.

Radikalisme sebagai Sunnatullah

Radikalisme itu ibarat virus yang tidak bisa dibunuh/dimatikan. Apa pun cara yang dilakukan untuk memberantasnya, ia akan tetap ada di muka bumi. Jika dilihat dari kaca mata Islam, saya pribadi menyebut radikalisme sebagai salah satu sunnatullah.

Di dalam al-Qur’an, sedikitnya ada tiga macam sunnatullah, yaitu sunnah tadafu (pertentangan/pertarungan), sunnah ibtila’ (ujian), dan sunnah tadawul (hukum pergiliran). Radikalisme masuk jenis yang pertama: sunnah tadafu.

Menurut Prof. Dr. Muhammad Amahzun dalam bukunya Manhaj Dakwah Rasulullah (versi terjemah bahasa Indonesia) (2004: 44), sunnah tadafu disebut juga sunnah pergulatan antara kebenaran dan kebatilan. Artinya, pertentangan atau pertarungan antara baik (kebenaran) dan jahat (kebatilan) akan selalu ada di muka bumi.

Allah Swt. menciptakan kebaikan untuk menolak atau melawan kejahatan. Hal ini secara tegas disebutkan dalam firman-Nya:

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

Artinya: “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan/kejahatan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain (kebaikan), pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah [2]: 251).

Hikmah yang bisa dipetik dari ajaran Islam ini, yaitu bahwa untuk benar-benar membumihanguskan radikalisme merupakan sesuatu yang mustahil. Selama masih ada kebaikan (moderatisme) maka pasti akan ada kejahatan (radikalisme).

Kira-kira begitulah penalaran logisnya. Akan tetapi, kebaikan dapat digunakan untuk mencegah timbulnya kejahatan. Sehingga, mencegah bibit-bibit radikalisme sejak dini menjadi sangat logis dilakukan guna memberantas radikalisme.

Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Untuk itulah, paham-paham radikal melahirkan gerakan-gerakan yang disebut ekstremis dan teroris. Meski antara radikalisme, ekstremisme dan terorisme memiliki perbedaan dari segi konsep dan cara pandang, tetapi semuanya bersumber pada radikalisme.

Lantas, bagaimana kaum radikal menyebarkan paham atau pemikirannya untuk merekrut anggotanya?

Cara Kaum Radikal Menyebarkan Radikalisme

Kaum radikal dalam menyebarkan paham atau ajarannya tampaknya terinspirasi oleh jargon “banyak jalan menuju Roma”. Artinya, mereka memiliki banyak cara dalam mendoktrinkan ajaran-ajarannya kepada (khususnya) anak-anak muda. Dua di antaranya yang paling umum adalah:

Pertama, jebakan diskusi. Saya menyebut demikian, karena kelompok radikal mula-mula akan mengajak diskusi kepada (calon) targetnya. Hal ini pernah saya alami sendiri ketika masih kuliah sekitar tahun 2007. Ada teman yang mengajak saya untuk ikut diskusi keagamaan. Singkat cerita, ketika sampai di basecamp mereka, ternyata tidak seperti diskusi-diskusi para umumnya.

BACA JUGA  Nasionalisme di Lapangan Hijau: Peran Timnas Indonesia U-23 dalam Membangun Kesatuan Bangsa

Tidak ada diskusi, yang ada hanyalah debat kusir antara saya dengan si pendoktrin yang sangat mahir “bersilat lidah”, sehingga bisa dipastikan jika anak muda yang belum memiliki bekal agama yang mumpuni akan terjebak dan ikut masuk golongan mereka.

Kedua, ekonomi. Cara lain yang juga digunakan kaum radikalis dalam merekrut anggota, yaitu memanfaatkan kesenjangan ekonomi. Hal ini disampaikan oleh Dr. Busyro Muqoddas dalam seminar bertajuk Menyikapi Kasus Makar dan Terorisme di Kampus FH UII, Yogyakarta.

Ia mengatakan, “Saya kerap ditugaskan oleh lembaga riset kampus untuk mendatangi tempat-tempat rawan konflik yang akar masalahnya disebabkan penguasaan sumber daya ekonomi oleh pemodal besar, seperti pertambangan, perkebunan, dsb. Di sana saya temukan fakta bahwa ketimpangan seperti itu sangat mudah memunculkan radikalisme yang bisa berujung pada tindakan terorisme”.

Artinya, adanya ketimpangan ekonomi dapat menumbuhsuburkan radikalisme. Ketimpangan ekonomi dapat terjadi karena negara yang memihak hanya kepada pemodal, dan menelantarkan (menindas) rakyat.

Tindakan-tindakan semacam ini banyak kita jumpai di negeri ini. Contoh yang masih hangat adalah kasus Rempang, Batam, yang sampai saat ini masih menimbulkan konflik akibat kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat. Padahal dalam Islam, pemimpin itu diwajibkan untuk mengayomi, melindungi, membela, menyelamatkan rakyatnya. Hal ini tersirat dalam hadis Nabi Saw.:

“Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah; dan ia berlaku adil maka bagi mereka pahala. Tetapi, jika mereka memerintahkan selainnya (bukan hal yang baik) maka mereka mendapatkan dosa dari perintah itu.” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid3).

Ketidakadilan yang dilakukan pemimpin (pemerintah)nya kepada rakyat membuka peluang besar bagi munculnya bibit-bibit radikalisme. Untuk itu, tidak ada cara paling efektif dan ampuh memberantas radikalisme, apabila negara (pemerintah) belum mampu bertindak adil kepada rakyatnya.

Pemimpin Beriman Kunci Pelemahan Radikalisme

Meski mustahil untuk “membunuh” radikalisme, tetapi tidak mustahil untuk melemahkannya. Kunci melemahkan radikalisme hanya satu, yaitu pemimpin harus merepresentasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kepemimpinannya. Sosok pemimpin seperti itu sudah digambarkan dalam sebuah hadis Nabi Saw.

“Sebaik-baik pemimpinmu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pula mencintai kamu, mereka yang mendoakanmu dan kamu doakan mereka. Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu pula” (HR. Muslim; al-Jami’ al-Sahih, jilid IV, hlm. 24).

Dengan menjadi pemimpin seperti yang digambarkan hadis ini, maka benih-benih radikalisme tidak akan mampu berkembang di dalam masyarakat, sehingga ia akan mati dengan sendirinya. Untuk itu, pilihlah pemimpin yang memiliki nilai-nilai islami dalam kehidupan sehari-harinya (bukan yang ditayangkan di media).

Lantas, apakah pemimpin yang buruk harus dilawan dengan kekerasan, seperti demo, anarkisme, dll? Tidak. Islam tidak memerintahkan kekerasan. Dalam lanjutan hadits dijelaskan untuk tidak menentang terhadap pemimpin.

“Wahai Rasulullah, jika demikian, tidakkah kita menumbangkannya dengan pedang?” Beliau Saw. bersabda, “Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Jika kalian melihat dari penguasan-penguasamu kejelekan yang kamu  benci, maka bencilah perbuatan jeleknya itu saja dan jangan sekali-kali membangkan terhadapnya” (HR. Muslim; al-Jami’ al-Sahih jilid IV, hlm. 24).

Rizem Aizid
Rizem Aizid
Sarjana Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Penulis Buku Islami, Pengamat Politik, dan Wakil Ketua BPD Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru