29.4 C
Jakarta

Ada yang Jauh Lebih Penting daripada Ribut Soal Capres-Cawapres

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanAda yang Jauh Lebih Penting daripada Ribut Soal Capres-Cawapres
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Tadi malam (22/10/2023) calon wakil presiden (cawapres) Prabowo telah dideklarasikan dan yang terpilih adalah Gibran. Penentuan cawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) memang cukup akhir setelah penentuan cawapres Ganjar dan Anies. Publik cukup bertanya-tanya, kenapa harus Gibran? Apakah karena Gibran putra Presiden Jokowi? Dan masih banyak pertanyaan yang lainnya.

Terlepas dari pertanyaan yang cukup beragam, saya tidak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya rasa jawabannya sudah banyak ditemukan di media sosial, entah itu disampaikan oleh analis politik atau konten kreator. Mengulas lagi di sini akan mengulang jawaban yang, bagi saya, tidak berguna untuk perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Karena, semua jawaban itu hanyalah tafsiran yang belum tentu benar.

Saya tidak begitu berambisi kepada satu dari tiga calon capres dan cawapres yang bakal terpilih nanti. Saya hanya ingin berharap bahwa yang terpilih adalah mereka yang berhak untuk memimpin Indonesia ke depan. Mereka adalah pemimpin yang bukan memperkaya diri, melihat kesejahteraan kelompoknya sendiri, tetapi mereka yang bermaksud berjihad untuk perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.

Dulu, semenjak Indonesia dalam suasana penjajahan, Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengumandangkan revolusi jihad melawan penjajahan. Saya pikir, itu langsung perubahan yang ditegakkan oleh pendiri organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) itu. Revolusi perubahan ini mampu menghapus penjajahan dan Indonesia meraih kemerdekaan. Lalu, masih pentingkah revolusi perubahan di masa sekarang? Bukankah penjajahan Jepang dan Belanda sudah lama terkalahkan?

Sekarang eranya teknologi. Indonesia sedang memasuki era di mana semua hal dengan mudah diakses. Segala macam informasi susah dibendung. Seakan bangun tidur pun kita sudah disuguhkan dengan informasi yang sedang berlangsung hari ini. Secepat dan semudah itu! Lalu, apakah ini sebuah perkembangan? Bisa jadi iya. Tapi, tidak selamanya itu perkembangan jika kita mengonsumsi informasi hoaks. Karena, informasi itu akan menjadi racun bagi pemikiran seseorang. Jika terus-menerus mengonsumsi informasi hoaks, maka dipastikan akan berdampak terhadap perkembangan suatu negara.

BACA JUGA  Ciri-ciri Calon Pemimpin yang Layak Dipilih pada Pilpres Tahun Ini

Buktinya, Indonesia jelas merasa terganggu dengan ledakan bom yang dilakukan kelompok teroris. Mereka melakukan tindakan kejahatan ini tidak lain dan tidak bukan karena kesalahan dalam menerima informasi. Mereka dengan mudahnya belajar agama kepada guru yang salah. Guru ini mengumandangkan jihad untuk melawan orang yang tidak sepaham atau tidak sekeyakinan dengannya. Ini kan cukup membahayakan! Bahkan, mereka dengan sadisnya berteriak, ”Halal darah mereka (orang yang diklaim dengan sebutan kafir)”.

Model aksi yang dilakukan oleh kelompok teroris persis sama dengan aksi kelompok Khawarij yang muncul pada masa pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib. Kelompok ini cukup vokal, tapi pengetahuan tentang agama belum dibarengi dengan dorongan hati yang mengajak kepada kebaikan. Jika mereka punya hati (atau menggunakan hatinya sebentar), pasti mereka akan menarik segala perbuatan buruknya agar tidak merugikan orang lain. Karena, semua manusia sejatinya adalah bersaudara, meski bukan seagama atau sepemikiran.

Lebih dari itu, capres dan cawapres yang terpilih nanti dapat memperjuangkan keadilan. Keadilan di sini penting diperhatikan agar si miskin tidak semakin miskin dan si kaya tidak semakin kaya. Agama mengajarkan manusia untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan, karena di situ agama ingin menegakkan keadilan. Agar si kaya dapat melihat ke bawah bahwa di sana saudaranya yang membutuhkan uluran tangannya. Jadi sangat tidak benar jika si kaya tetap rakus kekuasaan sehingga segala cara dilakukan.

Sebagai penutup, jabatan capres-cawapres itu adalah sementara. Sedangkan, yang abadi adalah kebaikan. Lalu, mengapa kita disibukkan mengejar sesuatu yang sementara itu. Jika sedikit akal sehatnya digunakan pasti manusia akan lebih memilih menanam kebaikan sebanyak mungkin karena pada waktu kelak mereka akan memetik buahnya. Baik buah itu dalam bentuk penghormatan yang diberikan orang lain atau doa yang dipanjatkan.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru