26.1 C
Jakarta

87,8 Persen Masyarakat Moderat Masih Berpotensi Terpapar Paham Radikalisme

Artikel Trending

AkhbarNasional87,8 Persen Masyarakat Moderat Masih Berpotensi Terpapar Paham Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Paham radikalisme dan terorisme sudah sejak lama tumbuh di bumi pertiwi Indonesia. Terbaru, 59 anak-anak di Garut, Jawa Barat dikabarkan telah terpapar dan dibaiat oleh Negara Islam Indonesia (NII).

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwahid mengatakan, salah satu strategi dan proteksi awal bagi masyarakat agar terhindar adalah dengan kesiapsiagaan nasional terutama dari sisi ideologi.

Wahid menyebut vaksinasi ideologi tetap dibutuhkan sebab sebanyak 87,8 persen masyarakat Indonesia yang terbilang moderat masih berpotensi terpapar.

Tadi sudah disebutkan 59 anak-anak bahkan lebih, terpapar paham radikal, menurut Anda bagaimana cara merecovery korban?

Menurut UU 5/2018, penanggulangan terorisme dilakukan dengan pendekatan holistik dari hulu sampai hilir. Hulunya adalah pencegahan terkait radikalisme yang menjiwai semua aksi terorisme.

Kalau terorismenya okelah sudah ada law enforcementnya.

Untuk radikalismenya ini ada tiga strategi sebagai amanah UU yang breakdownnya pada PP 77/2019.

Pertama adalah kesiapsiagaan nasional. Kesiapsiagaan nasional di sini tidak hanya dipahami sebagai kesiapsiagaan fisik, pasukan, manajemen dan sebagainya tetapi lebih dari pada itu juga kesiapsiagaaan ideologi.

Karena radikal terorisme ini kan akar masalahnya ideologi. Ideologi yang menyimpang.

Ideologi yang mengalami distrorsi bahkan para ulama di Timur Tengah atau ulama internasional dalam konferensi internasional Februari tahun 2021 menyebutkan, ekstremisme atau radikalisme dalam terminologi Indonesia adalah paham yang dibangun atas manipulasi dan distorsi agama.

Maka kesiapsiagaan nasional ini adalah kesiapsiagaan ideologi dengan kita semuanya terutama para ulama, tokoh agama, melakukan vaksinasi ideologi terhadap 87,8% masyarakat Indonesia yang masih moderat tapi tetap juga berpotensi terpapar itu diberikan moderasi beragama, moderasi berbangsa, tentang wawasan kebangsaan, nasionalisme, nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai sejarah bangsa dengan pendekatan agama.

Kenapa kok dengan pendekatan agama? Karena selama ini kelompok radikal ini selalu memanipulasi agama, selalu membentur-benturkan atau mendikotomi antara agama dan negara, agama dan budaya, agama dan nasionalisme.

Maka dengan pendekatan agama yang kaffah, yang benar, yang baik, ini akan menghilangkan celah pendikotomian mereka.

Kedua, terhadap mereka yang 12,2% dia OTG. Dia tidak sadar kalau dirinya terpapar. Maka kita lakukan yang namanya kontraradikalisasi yang isinya adalah kontra ideologi, kontra propaganda, dan kontra narasi. Terutama di dunia maya. Karena masifitas radikalisasi ini adalah melalui dunia maya.

Dan yang harus dicatat ada lembaga survei kalau tidak salah SETARA itu menemukan konten-konten di dunia maya itu lebih didominasi sekitar 67% adalah konten-konten keagamaan yang intoleran dan radikal.

Ini kita otomatis melakukan kontraradikalisasi dan saat ini kita memiliki regulasi berupa Perpres nomor 7/2021.

Perpres 7/2021 itu tentang RAN PE atau Rencana Aksi Nasional Penanggulangan dan Pencegahan Radikalisme atau Ekstremisi berbasis Kekerasan mengarah kepada Terorisme.

RAN PE atau Perpres ini adalah penguatan kelembagaan bagi kami BNPT sebagai lembaga yang merumuskan kebijakan, mengimplementasikan, dan mengkoordinasikan.

Jadi ini sebagai penguatan fungsi koordinasi untuk melibatkan segenap kementerian lembaga terkait maupun Pemda serta segenap elemen masyarakar bangsa dan negara untuk ikut serta dalam melakukan proses pencegahan secara masif, komprehensif, dan menyeluruh. Ini penting.

Strategi ketiga adalah deradikalisasi. Deradikalisasi ini adalah upaya proses untuk mengembalikan mereka yang terpapar paham radikal menjadi moderat.

Minimal mengurangi tingkat keterpaparannya. Yang harus dipahami kita semua, deradikalisasi itu hanya diperuntukan bagi mereka yang sudah tersangka, terdakwa, terpidana, maupun mantan narapidana yang belum moderat. Isinya deradikalisasi adalah rehabilitasi ideologi, reintregrasi sosial, dan reedukasi. Ini yang selalu kita gelorakan.

Anak-anak muda yang terpapar kan statusnya belum tersangka, karena kan mereka tidak melakukan tindakan. Mereka yang sudah terlanjur terpapar ini kemudian apa tindak lanjutnya?

Pencegahan ini bukan seperti yang dilakukan law enforcement atau densus. Tapi pencegahan di sini di bidang kesiapsiagaan nasional, kontraradikalisasi tadi.

Pertama bidang agama, sosial, dan budaya. Kedua, bidang pemberdayaan perempuan dan anak. Ketiga, bidang pemuda dan pendidikan. Keempat, bidang media untuk melakukan kontra-kontra radikalisasi di media. Kelima, melalukan riset penelitian.

Sekarang bagaimana terhadap mereka katakanlah yang di Garut ini 59, maka kita lakukan reedukasi dan rehabilitasi ideologi. Dengan bekerja sama, karena ada yang namanya pertama kali jadi whistle blower itu kan orang tua dari Gilang.

Gilang itu kan masih di bawah umur. Itu karena masih anak-anak kita kerja sama dengan KPAI untuk melakukan pembinaan dan bimbingan sebelum kita pelan-pelan bekerja sama dengan ulama setempat, MUI, dan lain sebagainya untuk melakukan pembinaan ideologi.

Tetapi bagi para pelakunya terutama kaum ideolog, itu kita sudah melakukan upaya hukum. Tapi ya itu, mereka yang di medsosnya ketemu UU ITE, itu kita terapkan di situ, kemudian ada yang kemungkinan sudah mengibar-kibarkan bendera, itu kita coba dengan UU makar atau pelanggaran atau simbol-simbol negara. Baru kita proses ini.

Isu NII dan kelompok lain yang intoleran dan radikal itu kan sebenarnya sudah ada di tengah masyarakat kita lama. Sebenarnya gerakan NII ini menggunakan sarana apa selain agama?

Pertama, di samping menggunakan media sosial, menggunakan media pendidikan formal. Di situ ada yayasannya. Kemudian mungkin tahulah di situ ada yayasan Al Zaitun, itu kan terkenal KW 9 Panji Gumilang, ini sudah menjadi rahasia umum kan. Kebetulan yang di Garut ini kan KW 7. Tetapi polanya sama, mereka menginduknya ke NII.

Kedua, di sini lebih dikenal sebagai Islam Baiat. Jadi setiap pengikutnya diwajibkan melakukan infak kepada pimpinannya yang digunakan untuk Negara Islam Indonesia.

Dari infak tadi otomatis yang mengakomodir infak itu pasti ada prosentasenya, jadi kayak multilevel. Yang kasihan ini kan masyarakat yang terpapar ini, korban-korbannya.

Sehingga mereka menipu orang tua, menipu temannya yang penting menghasilkan uang kemudian ada yang sebagian atau seluruhnya diinfakan untuk negara.

Makanya banyak di sini tokoh-tokoh mereka yang dulunya tidak naik kendaraan, ekonominya pas-pasan, begitu jadi perekrut NII ini naik mobil, kaya, itu kan juga bisa menarik.

Ketiga, terkesan pembiaran. Pembiaran itu karena keraguan dari aparat karena belum adanya regulasi yang melarang secara yuridis terhadap ideologinya.

Mereka kan juga sembunyi-sembunyi. Tidak seperti HTI yang melalui dunia maya secara masif. Mereka kencederungan melalui halaqoh-halaqoh atau pun melalui pengajian-pengajian kecil dengan terjemahan, kemudian mereka brainwash.

Tetapi semuanya adalah sesat dan menyesatkan. Karena apa? Di sini itu orang Islam itu tidak usah salat dulu, karena ini belum fatul Mekah.

Jadi kami mengharapkan agar MUI segera membuat fatwa bahwa ajaran ini adalah menyesatkan atau ajaran sesat. Supaya ada resisten sosial sampai adanya regulasi yang melarang ideologi NII ini atau ideologi takfiri ini.

Bisa dijelaskan kepada kita semua supaya kita alert, pencegahan, ciri-ciri yang nanti ajarannya bisa membuat generasi muda ini menjadi mengarah pada terorisme. Apa ciri-cirinya?

Buahnya itu kan terorisme. Pohonnya itu kan ekstremisime atau radikalisme. Dari pohon tersebut akarnya itu adalah ideologi takfiri.

Selanjutnya batang, ranting, daunnya itu antara lain, mereka sudah pro khilafah, anti Pancasila, anti pemerintahan yang sah.

Karena ini kan sejatinya gerakan politik kekuasaan, ingin mendirikan negara NII atau negara agama menurut versi mereka.
Ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah atau ideologi Islam menurut versi mereka dengan memanipulasi Islam atau agama.

Ketiga kalau dia sudah tidak taat, tidak hormat, berani sama orang tua. Kemudian dia anti budaya dan anti kearifan lokal keagamaan.

Anti di sini artinya sikap membenci dengan menganggap kenduri, yasinan, sedekah bumi, maulid, bidah, sesat, kafir.

Makanya kalau ada ustaz sukanya kullu bidatin dollalah wa kullu dolalatin fi naar, itu sudah indikator. Itu embrio. Apalagi memaknai bidah secara parsial.

Kecenderungan untuk itu sudah masuk ke dalam doktrin al wala wal barro. Fanatik yang berlebihan dan menganggap orang lain salah.

Itu kan indikatornya dari situ. Mulai eksklusif dia terhadap perubahan atau anti perubahan. Kemudian dia intoleran terhadap keragaman perbedaan.

Kemudian mereka masuk ke dalam paham radikal, jaringan politiknya, baru tinggal tunggu nanti, kalau dia sudah dibaiat ke dalam jaringan teroris, JI, JIAD, MIT, dan lain sebagainya ini sudah berpotensi bisa dilakukan penangkapan.

Karena apa? Karena penangkapan di sini didasari pada dua alat bukti sesuai unsur-unsur tindak pidana teror. Misalnya dia sudah melakukan i’dat, latihan-latihan perang, mempersiapkan senjata, masuk dalam organisasi teror, dia merencanakan strategi di dalam liqo atau pengajian kecil.

Itu sudah memenuhi unsur tindak pidana teror dan sangat berpotensi akan melakukan aksi teror. Maka dilakukan tindakan sebelum melakukan aksi.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru