31.1 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian XII)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian XII)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

60 HARI MELINTASI TURKI

***

Tulisan perbatasan Turki, dari jauh sudah nampak di pelupuk mata Senad, Senad merasa bahagia sekali bisa selamat dari terjangan badai salju di Bulgaria dan melewati Bulgaria dalam keadaan sehat. Cuaca ekstrim di Bulgaria membuatnya begitu berat melakukan perjalanan di negeri itu. Ia ingin secepatnya meninggalkan negeri itu dan memasuki Turki, negara keempat dari tujuh negara yang akan dilaluinya.

Sesampai di perbatasan Turki, sesudah melewati bagian pengecekan administrasi negara itu, Senad bersujud, mensyukuri segala karunia Allah yang diberikan kepadanya. Senad mengenal Turki sebagai negara yang dikenal sebagai republik konstitusional yang demokratis, sekuler, dan bersatu. Satu-satunya negara di dunia ini yang wilayahnya masuk ke dua benua, 95 persen wilayahnya atau 780.580 KM2 wilayahnya masuk ke benua Asia, sedangkan sisanya masuk ke benua Eropa.

Turki yang saat itu bernama Kerajaan Bizantium memang dikuasai Romawi selama empat abad. Kekuasaan Romawi dijatuhkan kaum Barbar. Pada masa inilah ibu kota kerajaan dipindahkan dari Roma ke Konstantinopel (Istanbul). Pada abad ke 12 Bizantium jatuh ke dalam kekuasaan kerajaan Ottoman yang dipimpin Raja Osman I, yang merupakan masa keemasan Turki pada masa itu.

Sebagai seorang akademisi, Senad banyak membaca buku termasuk di dalamnya bagaimana Turki di masa pemerintah Turki Ottoman yang begitu kuat memperoleh pengaruh Islam. Bahkan sepeninggal Khulafaur Rasyidin, Turki menjadi Khalifah Islamiyah di bawah dinasti Utsmaniyah dengan wilayah yang meliputi jazirah Arab, Balkan, Hongaria, hingga kawasan Afrika Utara. Namun kekhalifahan itu hancur karena perebutan kekuasaan di dalamnya yang melibatkan intervensi negara asing. Masa kejayaan itu menyiratkan rasa kagum tersendiri di hati Senad terhadap kepemimpinan dunia Islam pada masa itu.

Perlawanan terhadap campur tangan negara asing yang dipimpin oleh Mustofa Kemal, berubah menjadi penentangan terhadap kekuasaan Khalifah. Momen kehancuran Khilafah Islamiyah sendiri terjadi saat rakyat Turki melalui wakil-wakilnya mengeluarkan Piagam Nasional atau (al-Mitsaq al Wathoni) membuat Senad merasa sedih. Ia membayangkan andai Turki Utsmaniyah masih berdiri, betapa luas pengaruh Islam di Eropa saat ini.

Namun sejarah adalah cermin, gumannya, dari situlah Allah mentakdirkan negara Turki menjadi sebuah negara tersendiri terpisah dari wilayah-wiayah yang dahulu merupakan kesatuan dari Khilafah Islamiyah. Dan pada tahun 1923 disepakati berdirinya negara Turki dengan batas-batas wilayah seperti saat ini. Laut hitam di utara; Irak, Suriah dan Laut Tengah di selatan, Laut Aegea di Barat dan Iran serta Rusia di timur. Negara Republik dengan ibukota Ankara pun resmi berdiri pertama kali dalam sejarah.[1]

Sesudah melewati perbatasan, antrian masyarakat Turki, terutama yang tinggal di perbatasan panjang membentang menyambut kedatangan Senad. Pemberitaan mengenai Senad selama melakukan perjalanan di Bulgaria membuat mereka kuatir akan kesehatan dan keselamatan Senad. Mereka kuatir badai salju membuat Senad mati membeku.

Ketika mereka mendengar Senad selamat dan sehat, mereka menanti Sang Pejalan Kaki menuju Allah itu di perbatasan antara Turki dan Bulgaria. Senad sangat terkesan sekali dengan penyambutan itu, ia seakan berada di kampungnya sendiri, di mana semua warga begitu hangat menyambutnya dengan takbir, tasbih, dan kumandang,”Kami mencintaimu Senad, kami mencintai Bosnia,” ucap mereka penuh kebahagiaan.

Senad menyalami mereka satu persatu. Walau begitu capek dan lelah badannya tapi ia begitu bahagia menyalami semua yang menyambutnya. Beberapa di antara mereka memeluk Senad penuh kehangatan. Segala rasa capek selama perjalanan di Bulgaria seakan sirna dengan kehangatan sambutan masyarakat Turki. Semua hari berat yang dilaluinya menjadi menarik untuk dijalani, baik yang telah berlalu mau pun yang akan menghadang di depan. Bagi Senad, dalam perjalanan menuju NUR ILAHI ini, tidak ada hari yang mudah, semua hari begitu sulit ia jalani. Namun baginya begitu menarik untuk dilalui dan akan menjadi hari-hari terbaiknya selama ia hidup di dunia ini. ***

HAJI DENGAN DIABETES

The Sultan Ahmed Mosque, Istanbul

Seorang laki-laki tua sedang termenung di sebuah masjid megah di salah satu sudut kota Istanbul, ia kelihatannya baru saja menunaikan ibadah shalat Zuhur, kopiah putih bundar masih melingkar di kepalanya dengan sajadah yang ia selempangkan di pundaknya. Ia seakan tengah memikirkan sesuat sehingga tidak menyadari kehadiran Senad yang memasuki masjid itu untuk menunaikan shalat Zuhur.

Ia sama sekali tidak menyadari penyambutan sederhana yang dilakukan oleh masyarakat dan pengurus masjid bahwa itu untuk menyambut Senad. Ia tetap asyik dengan kesendirian dan lamunannya. Ketika Senad sampai, barulah ia menyadari bahwa ada tamu yang akan singgah di masjid tempatnya biasa melakukan ibadah. Namun dia tidak mengetahui siapa tamu itu.

Masjid cantik berornamen khas bangunan peninggalan-peninggalan Turki Utsmaniyah itu terlihat sudah begitu tua namun masih terawat; bersih dan  asri. Lima menara menjulang ke langit menyimbolkan rukun Islam yang berjumlah lima, sedangkan kubah-kubah cantik tersusun seperti bukit-bukit kecil yang indah di atapnya. Di halaman masjid rumput lebat dan hijau memberikan kesan sejuk bagi yang memasuki masjid itu di samping pepohonan yang rindang.

Sesudah disambut dengan tasbih dan takbir, serta pelukan hangat masyarakat dan pengurus masjid. Senad berjalan memasuki masjid. Melihat laki-laki tua yang duduk di teras masjid dia berhenti, “Asalamu’alaikum,” ucap Senad kepada laki-laki tua itu. Spontan laki-laki tua itu berdiri dan menyambut Senad sambil menjawab salam. Beberapa saat mereka berbicara sebelum Senad meninggalkan laki-laki itu dan menunaikan ibadah shalat zuhur.

Seusai shalat Zuhur, Senad menemui kembali laki-laki itu yang ternyata masih duduk melamun di sana. Ia penasaran apa yang sedang dilakukan laki-laki itu. Dia pun mendekat dan terjadi pembicaraan yang panjang di antara mereka. Laki-laki itu terlihat antusias dan bahagia ketika mengetahui bahwa orang yang dikenalnya hari itu adalah orang dari Bosnia, sebuah negeri mayoritas berpenduduk muslim yang jauh dari negaranya. Dan yang membuat dia takjub adalah bahwa laki-laki Bosnia bernama Senad itu tengah melakukan perjalanan kaki menuju Mekah.

Dalam obrolan itu, laki-laki tua itu bercerita kepada Senad bahwa ia dulu pernah menunaikan ibadah haji dalam keadaan terkena penyakit diabetes. Sebagai penderita diabaetes dia harus disuntik insulin sebelum sampai ke Mekkah. Namun ketika sampai di Mekah dan dilakukan pengecekan terhadap kesehatannya hasil tes menunjukan bahwa dia sehat dan tidak perlu dilakukan penyuntikan insulin lagi. Sungguh dia terperangah dan tidak percaya dengan hasil medis itu, tapi itulah keajaiban Allah. Dia sembuh dan tidak disuntik insulin lagi.

Senad hanya mengangguk-angguk mendengar ceritanya, cerita itu begitu menyentuh hatinya, bahwa keajaiban Allah bisa terjadi kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun. Sesudah berbincang-bincang dengan laki-laki itu Senad mengucapkan terimakasih atas keramahan dan ceritanya dan hari itu Senad menjadi tamu istimewa di masjid bersejarah bagi masyarakat itu.

Keesokan paginya sesudah beritirahat Senad kembali melanjutkan perjalanannya. Masyarakat memeluk dan menyalami Senad satu persatu, dan mereka meminta  agar Senad senantiasa berhati-hati, tak lupa mereka menitip doa dan salam untuk Rasulullah.  ***

[1] www.websejarah.com

Ikuti penulis di:

Wattpad:birulaut_78

Instagram: mujahidin_nur

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru