35.1 C
Jakarta
Array

TNI-Polri dan Ormas Islam Harus Bersatu Lawan Kelompok Anti Pancasila

Artikel Trending

TNI-Polri dan Ormas Islam Harus Bersatu Lawan Kelompok Anti Pancasila
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Sumbar-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di usianya yang tak sampai satu abad ini menghadapi ancaman besar berupa radikalisme dan terorisme. Keduanya senantiasa terus merongrong Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya, TNI-Polri dan ormas Islam yakni Nahdlatul Ulama (NU)-Muhammadiyah yang turut melahirkan Indonesia harus bersatu melawan kelompok anti Pancasila dan mengawal ideologi bangsa sampai kapan pun.

Pengamat intelijen dan teroris, Stanislaus Riyanta mengatakan, perlu ada kerjasama antara Kemendagri dan TNI dan Polri untuk mengatasi ancaman nyata di negara Pancasila. Oleh karena itu, fungsi intelijen yang dimiliki TNI-Polri serta BIN terus mengumpulkan data penting tentang ancaman radikalisme dan terorisme. Selain itu ormas-ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah mesti bersatu untuk melawan ancaman itu.

TNI-Polri, BIN dan Ormas Islam Harus Bersatu Melawan Radikalisme dan Terorisme

Hal ini dilakukan agar kejadian seperti yang dialami Pak Wiranto tidak terulang. Oleh karena itu informasi intelijen dari Polri, TNI dan BIN disatukan untuk dijadikan satu basis data untuk penanganan terorisme,” ujar Stanislaus Riyanto dalam Ngobrol Santai bertema “Ancaman Nyata di Negara Pancasila” di Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2019.

Stanislaus menuturkan, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat perlu dimassifkan lagi. Menurutnya,  ada oknum yang memanfaatkan agama sebagai daya tarik untuk menggalang massa untuk melakukan radikalisme. Radikalisme bukan perbuatan agama tapi suatu pemikiran untuk motivasi sesuai kepentingan oknum tersebut.

“Radikalisasi ini berbahaya. Oleh karena itu peran Kominfo juga cukup penting perannya untuk mengeblok konten-konten atau narasi-narasi radikalis,” ujarnya.

Sementara itu, mantan narapidana tindak pidana teroris (napiter) Sofyan Tsauri mengakui, radikalisme dan ekstrimisme masih menjadi ancaman karena memang eskalasi politik yang terus berkembang. Kata Sofyan, penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 Mabes Polri merupakan fenomena gunung es. Sofyan menduga jumlahnya akan lebih banyak lagi dari pada yang berhasil diungkap.

“Pada dasarnya terorisme tidak ada kaitannya dengan agama. Tetapi ada oknum yang memanfaatkan agama. Tapi sejatinya orang yang beragama secara tidak akan tega melakukan  kekerasan dan kejahatan. Jadi dalam hal ini ada yang salah dalam memahami literasi agama,” ujarnya.

Turut hadir juga narasumber lainnya Ketua PMII DKI Daud Gerung, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) Abdul Ghofur dan Aktivis Muhammadiyah Amirullah dan juga pengamat politik dari Indonesia Politic Institute (IPI) Karyono Wibowo

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru